Seorang dramawan Yunani Konu, Aeschylus, pernah menuliskan sesuatu tentang pengalaman. "The reward of suffering is expreince," begitu katanya. Anugrah terindah yang pernah diberikan oleh penderitaan adalah pengalaman. Dalam kata lain pelajaran.
Aeschylus lahir 525 tahun sebelum masehi di Ealeusis sebelah Barat kota Athena. Dan ia, tahu benar apa arti penderitaan. Ia dijuluki "father of tragedy". Karena ia memang penulis naskah drama konu tentang tragedi dan penderitaan yang nyaris tak menemukan tandingan.
Ada banyak tanda dan isyarat yang memberi kita pelajaran. Tapi apa boleh buat, ingatan kita terlalu tumpul untuk mengetam tanda-tanda dan menarik pelajaran. Beribu isyarat berhambur di depan mata dan di atas kepala, namun apa lacur, kepekaan seolah ditakdirkan tak pernah menjadi milik kita.
Jika terjadi sebuah bencana, kita yang hidup kini, buka orang-orang pertama yang merasakannya. Jika tragedi mengepung dan menggulung, manusia sekarang, bukan manusia pertama yang mengalaminya. Begitu pula dengan anugrah, hari ini, sekali lagi, kita bukanlah yang pertama kali menerimanya.
Sejarah selalu berulang. Hanya waktu dan ruang saja yang berbeda. Sejarah selalu kembali terjadi. Hanya peristiwa dan lakon saja yang berganti. Dan seharusnya, pengalaman memberikan kita pelajaran yang berguna. Bagaimana seharusnya menghindari musibah. Bagaimana selayaknya menerima anugrah.
Dulu, Nabi Nuh telah menjadi contoh bagaimana manusia bisa selamat menghadapi air bandang yang menjulang. Dulu, Nabi Yusuf telah mentakwilkan mimpi bagaimana seharusnya menghadapi paceklik yang mencekik. Begitu pula Musa dan Ibrahim, telah pula mengajarkan bagaimana menghadapi penguasa zalim.
"There is nothing new under the sun," begitu kata pepatah. Tak ada yang baru di kolong langit ini. Dan keterlaluan sekali jika kita, manusia kini, tak mampu mengambil dari kebijakan-kebijakan masa silam.
Sumber: Sabili
0 Response to "Aeschylus"
Post a Comment