Kongres Pemuda
a. Jong Java
Para pemuda
pada 1920 mengadakan kongres yang ketiga di Solo dan pertengahan 1921 kongres
yang keempat di Bandung. Dalam kongres-kongres tersebut, seperti juga dalam
kongres kedua, dibicarakan soal semi-politik. Pada kongres di Bandung dalam anggaran
dasar ditetapkan sebagai tujuan membangun cita-cita Jawa Raya dengan jalan mengembangkan
rasa bersatu di antara golongan orang Indonesia di Jawa, Madura, dan Bali untuk
mencapai kemakmuran dan kekayaan batin. Jadi, bukan untuk tujuan politik.
Selain itu,
disebutkan bahwa perkumpulan tidak akan ikut dalam aksi politik. Kongres kelima (Mei
1922 di Solo) dan kongres luar biasa (Desember 1922) memberikan ketentuan tentang hal
ini dengan semata-mata menetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri aksi atau
propaganda politik. Tujuan yang akan dicapai dengan jalan:
1)
mengadakan hubungan antara murid-murid sekolah menengah;
2)
mempertinggi pengetahuan untuk kebudayaan sendiri;
3) menambah
pengetahuan umum dari para anggota;
Jong Java
berkewajiban membentuk calon-calon pemimpin (laki-laki dan perempuan) di semua
lapangan pergerakan. Membicarakan acara-acara sosial dan politik (yang tetap dianggap
perlu) hanya dijalankan untuk menambah pengetahuan anggota. Anggota baru akan ikut
dalam politik kalau sudah tamat belajar. Tentang kedudukan wanita dalam masyarakat,
perempuan tidak saja harus diberi hormat sepantasnya, akan tetapi harus terlepas
dari adat yang mengikat dan merendahkannya. Tidak saja anak laki-laki, tetapi juga
anak-anak perempuan harus dapat didikan persiapan untuk kewajiban kebangsaan. Persiapan
untuk anak perempuan harus tambah dipentingkan karena kaum wanita berkewajiban
pula mendidik anak-anak.
Dalam
Kongres Jong Java 27-31 Desember 1926 di Solo, suara bulat tujuan perkumpulan
diubah menjadi akan berusaha memajukan rasa persatuan para anggota dengan semua
golongan bangsa Indonesia dan bekerja sama dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda
Indonesia lainnya dalam menyebarkan dan memperkuat paham Indonesia bersatu. Sebelumnya
oleh ketua (RT. Djaksodipuro, kemudian bernama RT Wongsonegoro) yang menjadi
anggota perkumpulan para mahasiswa PPPI dijelaskan bahwa tujuannya tidak pernah
membangun Jawa Raya saja, tetapi untuk Indonesia Merdeka. Selanjutnya dalam kongres
diputuskan membagi anggotanya dalam anggota biasa (umur 18 tahun atau lebih) dan calon
anggota (umur 18 tahun). Calon anggota tidak diperbolehkan mengunjungi rapat anggota,
tetapi boleh ikut dalam bagian olahraga, kesenian dan kepanduan. Dengan jala ini, Jong
Java dapat ikut dalam lapangan politik.
b. Pemuda
Indonesia
Pemuda-pemuda
di Bandung yang merasa dirinya semata-mata orang Indonesia da merasa tidak
sanggup lagi duduk dalam perkumpulan-perkumpulan pemuda yang berdasarkan kedaerahan,
pada permulaan 1927 (sebelum PNI berdiri) mendirikan perkumpulan
Jong Indonesia. Nama itu dalam kongres pertama Desember 1927 diubah menjadi
Pemuda Indonesia.
Dalam
kongres itu anggaran dasar ditetapkan dan sebagai tujuannya disebutkan, menyebarkan
dan memperkuat cita-cita kebangsaan Indonesia bersatu. Usahanya antara lain dengan
jalan bekerja bersama-sama dengan perkumpulan-perkumpulan pemuda lain, memajukan
kepanduan kebangsaan Indonesia, dan berolahraga bersama. Meskipun
tidak ikut dalam praktik politik, jiwa pemuda Indonesia penuh dengan citacita
politik. Persatuan batin dengan PNI tidak disembunyikan dan dikatakan dengan
terus terang.
Dalam Kongres Pemuda Indonesia ke-2 pada 24–28 Desember 1923 di Jakarta dengan suara
5 lawan 2 diputuskan untuk menyetujui usul fusi dari PPPI.
c.
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI)
Perkumpulan
ini dimulai pada 1925, tetapi baru dalam 1926 didirikan dengan resmi. Anggotanya
ialah mahasiswa sekolah-sekolah tinggi di Jakarta dan Bandung. Asasnya didasarkan
pada pertentangan (antithese) kolonial dan bercita-cita mendidik anggota untuk kewajibannya,
kemerdekaan bangsa yang diidamkan ialah Indonesia Raya Merdeka. Jasa PPPI
dalam kalangan perkumpulan-perkumpulan pemuda berpengaruh besar. Anggota-anggotanya,
yaitu mahasiswa, buat pelajar-pelajar menengah adalah menjadi saudara tua. Anggota
PPPI juga banyak yang merangkap menjadi pemimpin perkumpulanperkumpulan.
d. Jong
Islamieten Bond (JIB)
Suatu
perkumpulan baru didirikan oleh orang-orang yang keluar dari Jong Java setelah gagal
usahanya: Supaya
Jong Java dalam programnya menetapkan kemajuan agama Islam dan dengan ini Jong
Java meninggalkan sikapnya yang nasionalistis netral; Supaya
Jong Java mencabut larangan terhadap anggotanya untuk ikut dalam gerakan
politik. Ketua JIB
adalah R. Sam, bekas ketua Jong Java dan Haji Agus Salim diangkat sebagai
penasihat. Berbeda dengan Jong Java, perkumpulan ini berdasarkan agama Islam dan
persatuan dalam Islam. JIB terbuka untuk semua orang Islam Indonesia, tidak
saja pelajar-pelajar,
tetapi orang yang tamat belajar boleh menjadi anggota asal umurnya tidak lebih dari
30 tahun. Dengan ini tujuannya memperkuat ke-Islaman antara kaum terpelajar Indonesia.
Seperti juga Jong Java, perkumpulan ini tidak mencampuri praktik politik,
tetapi anggota-anggotanya
sendiri dibolehkan ikut dalam gerakan politik. JIB sendiri sebagai perkumpulan
akan berusaha (seperti Jong Java) dengan sungguh-sungguh untuk melebarkan dan
menjernihkan kepahaman politik anggotanya. Ia akan menjadi edisi baru dari
Sarekat Islam untuk
pemuda terpelajar, seperti Jong Java dalam banyak hal merupakan gambaran dari Budi
Utomo.Perlu
dicatat adalah keterangan pengertian nasionalisme yang buat orang Islam yang baik harus
berarti mencintai tanah air dan bangsa. Selain itu juga mencintai orang-orang seagama di
luar negeri dan semua manusia.
Kongres
Perempuan Pertama
Tokoh yang
dianggap pelopor perjuangan wanita untuk menjunjung
derajat kaum wanita adalah Ibu Kartini, putri Bupati
Jepara. Ia lahir pada 21 April 1897 dan wafat pada 13 September
1901. Pada awalnya, gerakan wanita itu tidak mencapai
urusan politik. Tujuan umumnya ialah menjunjung tinggi
derajat kaum wanita dengan usaha memperluas pendidikan
dan pengajaran bagi kaumnya, serta melepaskan ikatan adat
istiadat yang menghambat kaum wanita (emansipasi).
Hasrat untuk
bersatu itu tumbuh dalam kalangan wanita, sehingga
antara 22-25 Desember 1928 organisasi-organisasi wanita
mengadakan kongres di Yogyakarta. Kemudian mereka
menamakan diri Perserikatan Perempuan Indonesia. Pada
kongresnya yang pertama di Jakarta akhir 1929 berganti nama menjadi
Perserikatan Perkumpulan
Istri Indonesia (PPII). Pada kongres III di Bandung dalam bulan Juli 1938 (Kongres
Perempuan Indonesia III) memutuskan bahwa 22 Desember sebagai hari Ibu.
0 Response to "Kongres Pemuda dan Kongres Perempuan"
Post a Comment