Antara Nikah Sirri, Nikah Mut'ah dan Poligami


Nikah menurut bahasa berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pengertian nikah menurut istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan untuk membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah Swt.

Pengertian pernikahan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang berisi perintah menikah sebagai berikut.

Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Q.S. ar-Rum [30]: 21)

Hukum menikah adalah sunah muakkad, tetapi bisa berubah sesuai dengan kondisi dan niat seseorang. Jika seseorang menikah dengan diniatkan sebagai usaha untuk menjauhi dari perzinaan, hukumnya sunah. Akan tetapi, jika diniatkan untuk sesuatu yang buruk, hukumnya menjadi makruh, bahkan haram. (Sulaiman Rasyid. 1996. Halaman 382)

Rukun Nikah
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi agar pernikahan menjadi sah. Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi berarti pernikahan dianggap belum terjadi. Rukun nikah sebagai berikut.
a. Ada mempelai yang akan menikah.
b. Ada wali yang menikahkan.
c. Ada ijab dan qabul dari wali dan mempelai laki-laki.
d. Ada dua saksi pernikahan tersebut.

Dalam pernikahan harus ada kerelaan hati laki-laki dan perempuan yang akan menikah tanpa paksaan. Kerelaan hati merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tersembunyi sehingga perlu diungkapkan dalam bentuk ijab kabul.

Syarat Nikah
Selain memiliki rukun, pernikahan juga ada syarat-syarat tertentu sebagai berikut.
a. Calon Suami Telah Baliq dan Berakal
Calon suami disyaratkan telah balig dan berakal. Calon suami juga disyaratkan tidak memiliki halangan syar’i untuk menikahi wanita tersebut.
b. Calon Istri yang Halal Dinikahi
Calon istri disyaratkan wanita yang halal dinikahi dan bersedia dinikahi.
c. Lafal Ijab dan Kabul Harus Bersifat Selamanya
Ijab merupakan pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang mengandung keinginan secara pasti untuk mengikatkan diri. Kabul merupakan pernyataan pihak lain yang menyatakan diri menerima pernyataan ijab tersebut. Ijab dan kabul dalam nikah harus bersifat selamanya bukan untuk sementara atau dibatasi oleh waktu. Ijab dan kabul yang bersifat sementara atau yang membatasi waktu pernikahan diharamkan dalam Islam.
d. Dua Orang Saksi
Menurut jumhur ulama akad nikah minimal dihadiri oleh dua orang saksi. Saksi dalam akad nikah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Cakap bertindak secara hukum (balig dan berakal).
2) Minimal dua orang.
3) Laki-laki.
4) Merdeka.
5) Orang yang adil.
6) Muslim.
7) Dapat melihat (menurut ulama Mazhab Syafi‘i). 
(Sulaiman Rasyid. 1996. Halaman 384)

Pernikahan dalam Islam sah jika dilakukan dengan rukun dan syarat sebagaimana dijelaskan di atas. Ketentuan tentang pernikahan berdasarkan hukum Islam ini menjadi acuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai dasar hukum pelaksanaan pernikahan bagi umat Islam. Dalam perkembangannya, masyarakat kita saat ini mengenal beberapa macam pernikahan, misalnya nikah sirri, mut’ah, dan poligami.

Ustadz M. Arifin Ilham 

a. Nikah Sirri
Nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan tanpa proses pencatatan oleh pemerintah yang wewenangnya ada pada KUA (Kantor Urusan Agama). Nikah dengan cara ini disebut sirri yang secara bahasa berarti diam-diam. Oleh karena tanpa pencatatan dari pemerintah, nikah sirri cenderung merugikan salah satu pihak, khususnya perempuan jika terjadi masalah dalam pernikahannya.
b. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah yaitu seseorang menikah dalam batas waktu tertentu dengan memberikan kepada seorang perempuan berupa harta, makanan, atau pakaian. Ketika batas waktu yang disepakati sudah selesai, mereka dengan sendirinya berpisah tanpa harus melalui perceraian. Dengan demikian, tidak berlaku hak waris mewarisi. Pernikahan jenis ini dilarang oleh Rasulullah karena bertentangan dengan nilai keadilan dalam Islam.

Pernikahan merupakan salah satu perintah agama yang memiliki banyak hikmah. Di antara hikmah pernikahan meliputi hal-hal sebagai berikut.

  1. Memenuhi kebutuhan biologis manusia dengan cara yang suci dan halal.
  2. Memelihara kesucian dan kehormatan dari perbuatan zina.
  3. Membentuk rumah tangga islami yang sejahtera lahir dan batin.
  4. Mendidik anak-anak menjadi mulia dan memelihara nasab.
  5. Mengikuti sunah rasul dan untuk meningkatkan ibadah kepada Allah Swt.
  6. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak.
  7. Membagi tanggung jawab antara suami dengan istri yang selama ini masih dipikul sendiri-sendiri.
  8. Menyatukan keluarga kedua belah pihak.
c. Poligami
Poligami adalah menikahnya seorang laki-laki dengan perempuan dengan jumlah lebih dari satu, maksimal empat. Dalam Islam, seorang laki-laki dibolehkan melakukan poligami (Q.S. an-Nisa -’ [4]: 3), tetapi dengan syarat-syarat tertentu yang tidak mudah, misalnya harus adil, bisa memenuhi kebutuhan istri, dan terhindari dari perselisihan antaristri. Oleh karena itu, bagi yang tidak bisa memenuhi syarat tersebut, dianjurkan untuk monogami (beristri satu).


0 Response to "Antara Nikah Sirri, Nikah Mut'ah dan Poligami"

Post a Comment