Cerita Pak Belalang


Perihal orang yang selalu mujur, mula-mula Pak Belalang orang yang sangat miskin, saudara-saudaranya kaya, tetapi tiap kali datang pada saudaranya selalu dihalau dikira hanya akan meminta-minta saja. Akhirnya, Pak Belalang hendak memutuskan semadi. Hal ini diberitahukan kepada istri dan tetangganya sehingga ia dikenal sebagai ahli nujum dan mantra; mampu mengobati anak-anak yang sakit.

Tiap kali ada anak yang sakit dan orang kehilangan, tentu datang pada Pak Belalang, menanyakan obat apa dan barang-barangnya yang hilang. Secara kebetulan, apa yang dikatakan Pak Belalang dapat menyebabkan kesembuhan dan barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali.

Pak Belalang

Kepandaian nujum Pak Belalang tercium raja, raja juga kehilangan barang-barangnya yang sangat berharga yaitu emas seberat 5 ons, berlian, dan intan. Raja mengutus kepada hulubalang agar Pak Belalang menghadap raja. Setelah menghadap raja, raja pun mengutarakan tentang hilangnya barang tersebut dengan gertak sambal, raja menghardik dan bersabda

”Hai, Pak Belalang, aku tahu akan kesaktianmu. Oleh sebab itu, dalam waktu 10 hari, Pak Belalang harus dapat menemukan siapa pencuri 5 ons emas, berlian, dan intanku! Kalau dalam 10 hari Pak Belalang belum bisa menemukan, maka kamu akan mendapat hukuman berat. Cepat segera pulang dan laksanakan!” Keluarlah keringat dingin Pak Belalang membasahi tubuhnya dan lemah lunglai tulangnya. Ia pulang dengan rasa takut dan cemas. Ia yakin akan segera dibunuh raja kalau tidak dapat menangkap pencuri.

Malam itu, malam Lebaran di mana umat Islam di seluruh jagat mengagungkan asma Tuhan semalam suntuk. Pak Belalang pesan kepada istrinya bahwa dalam Lebaran ini tidak akan tidur guna minta petunjuk Tuhan; istrinya disuruh membuat serabi (apem) yang tempatnya sengaja diberi piring seng ditumpuk-tumpuk agar kalau dilempar serabi dapat berbunyi keras. Menjelang subuh, datanglah 3 pencuri yang sudah siap akan menggangsir dan dari luar terdengar kata-kata Pak Belalang, ”Oh telinga, kamu besok akan diiris-iris.”

Kawanan pencuri yang ada di luar bukan main terperanjatnya dia bergumam kecil, ”Hai, kawan hati-hati rupa-rupanya yang kita hadapi orang sakti.” ”Tapi, yang disebutkan hanya namamu, ”gumam yang lain, aku berdua tetap aman.”

Kemudian Pak Belalang berkata lagi, ”Oh mata, kamu besok juga akan dicukil-cukil, dan kau leher sambil menunjuk lehernya, sendiri besok juga akan akan dipenggal sampai mampus,” Maka lemas lunglailah ketiga pencuri tadi. Ia yakin bahwa Pak Belalang benar-benar orang yang sakti. Setelah bersepakat maka menyerahlah ketiga pencuri tadi. Mula-mula Pak Belalang juga takut. Ia kemudian berkata, ”Hai, kalian orang-orang jahat, bukan.” Ketiga pencuri menjawab dengan ketakutan pula ”Ya ... ya, Bapa kami tiga sekawan ini pencuri dan kami yakin bahwa Bapa sakti maka di sini tidak ada gunanya kalau tidak terus terang, Bapa sebenarnya kami bertigalah yang mencuri harta kerajaan,”

”Cukup-cukup saya sudah tahu semuanya,” jawab Pak Belalang ketus. Namamu, kan ...?

Pencuri segera menjawab, ”Ya. Bapa saya telinga, saya si mata.”

Pak Belalang meneruskan.” Dan kamu ”Ya saya si leher Bapa.”

”Hai, Mata, Telinga, dan si Leher, kamu harus menurut Bapa, besok, pagi menghadap raja dan sekarang pulang untuk mengambil perhiasan yang telah kaucuri, tahu!” jawab serentak, ”Ya Bapa.”

Pagi harinya, Pak Belalang menghadap raja dengan diikuti ketiga pencuri untuk menyerahkan perhiasan kraton. Raja percaya dan Pak Belalang diangkat menjadi juru nujum kraton.

Pada suatu hari Pak Belalang dipanggil raja. Tujuannya, raja akan menguji sekali lagi, seberapa kesaktian Pak Belalang, setelah menghadap, raja bersabda, ”Pak Belalang, aku merasa gembira atas kepandaianmu dan kesaktianmu, dan pantas kau mendapat predikat nujum kraton. Untuk lebih meyakinkan lagi, coba lihat tanganku kiri ini, kukepal, bukan? Apa isinya? Kalau kau nujum yang sakti pasti dapat menjawab. Saya beri waktu sedikit, pikir, ayo apa isi dalam tanganku ini, kalau tidak dapat menjawab ini, pedang raja akan menimpa lehermu!”

Pak Belalang terkesiap darahnya dan dalam hati berkata, ”Ya Allah, detik ini ajalku akan tiba.” Kemudian ia ingat anak satusatunya dia berkata pelan-pelan ”Oh Belalang!” Raja sudah tidak sabar lagi. ”Hai nujumku yang sakti, apa yang saya genggam ini ayo cepat jangan diam saja!”

Pak Belalang bergumam kecil, ”Oh Belalang, Oh Belalang.” Raja terkejut dan heran dan berkata pelan-pelan, ”Hai nujumku apa yang aku bawa! Cepat dijawab!” Pak Belalang berkata ”Belalang, Belalang.” Segera raja membuka genggamannya ternyata isinya belalang. Kemudian, raja memeluk tubuh Pak Belalang sambil berkata, ”Oh nujumku, aku yakin dan percaya kau benar-benar orang yang sakti”. Pak Belalang menyahut ”Tuanku raja sebenarnya hamba sudah tahu sejak semula, tetapi karena dibentak-bentak, hamba jadi takut.”

Raja hanya tersenyum-senyum dan mempersilakan Pak Belalang pulang.

Suatu ketika ada nakhoda besar dari luar negeri berlabuh di negeri tempat Pak Belalang tinggal, kemudian nakhoda itu menantang kepada raja untuk menjawab teka teki dengan bertaruh kekayaan raja menjadi milik nakhoda apabila kalah, tetapi sebaliknya kalau raja yang menang maka seluruh isi kapal menjadi milik raja.

Untuk menjaga martabat (gengsi), tantangan nakhoda itu diterima dan raja menyerahkan hal itu kepada Pak Belalang. Jika Pak Belalang tidak dapat memenangkan teka teki itu, ia akan dipenggal kepalanya, Pak Belalang minta tangguh satu minggu, selama itu hanya mondarmandir putus asa dan memutuskan untuk bunuh diri saja. Ia kemudian menceburkan diri ke dalam sungai, tetapi yang timbul rasa sakit bukannya mati, ia berenang ke muara dan akhirnya hanyut terdampar di geladak kapal nakhoda besar, ini pada hari yang keenam.

Di dalam geladak, seluruh awak kapal bersuka ria karena sudah memastikan diri nakhodanya pasti menang dalam bertaruh dengan raja. Kebetulan ada dua awak kapal yang memperbincangkan teka teki yang akan disampaikan kepada raja tersebut, ialah seorang memberitahukan apa jawaban teka teki itu, jawaban didengar oleh Pak Belalang, dia merasa sehat kembali dan langsung bergegas menghadap raja dan mengatakan sudah mendapat ilham jawaban.

Pada hari ketujuh, diadakan sidang untuk menjawab dan memecahkan teka-teki (masalah) yang diajukan nakhoda.

Masalah (teka-teki I).
Raja disuruh menerka isi semangka yang dibawa nakhoda, Pak Belalang dapat menjawab dengan tepat.

Masalah (teka teki II).
Nakhoda menyerahkan sebuah tongkat yang sama ujung pangkalnya dan disuruh menerka mana ujung mana yang pangkal pada waktu tongkat itu masih berupa pohon.

Pak Belalang menjawab dengan sehelai benang yang diikat tepat di tengah-tengah tongkat, bagian yang berat itulah pangkalnya, bagian yang ringan itulah ujungnya, dan tebakan Pak Belalang itu benar! Kemenangan di pihak raja, Pak Belalang mendapat hadiah yang besar berupa rumah dan pekarangan dari raja. Akhirnya, Pak Belalang berterus terang kepada istri, sanak saudara, dan tetangganya bahwa keberhasilannya yang telah dialami itu, kesemuanya hanya kebetulan belaka. Karena takut pada suatu hari akan terbuka rahasianya, Pak Belalang menyatakan pada masyarakat sekitarnya bahwa ia sudah tidak dapat meramal lagi sebab sudah terlalu tua, tetapi sudah telanjur kaya dan terhormat.

Sumber: Kesusastraan Indonesia