Cerita Buaya


Syahdan seorang pemuda bernama Idris. Ia berjalan di tengah laut, hatta tiada berapa antaranya berjalan di tengah laut itu, maka orang muda itu berjumpa di tepi pasir. Seekor buaya kekeringan di atas pasir dan buaya itu balik kiri dan balik kanan kena panas. Hatta buaya itu pun melihat seorang pemuda datang mendekat. ”Hai orang muda, tolonglah lepaskan hamba ini ke tepi laut, atau di tepi sungai, atau di tepi parit, dan jika tiada orang muda tolong lepaskan aku, melainkan melihat aku di tengah pasir ini. Hatta orang muda itu pun terlalu amat kasihan terhadap buaya itu maka kata anak muda, ”Hai buaya, bagaimana dayaku untuk melepaskan engkau karena air tepi laut ini terlalu amat jauh.” Maka kata buaya itu, ”Jika amat jauh di tepi laut itu, airnya melainkan tuan hamba bawalah hamba ini kepada tepi sungai, atau kepada tepi parit-parit yang ada airnya.” Hatta orang muda itupun terlalu amat kasihan memandang buaya kena panas bagai hendak mati lakunya. Hatta orang muda itu memikul buaya itu di atas bahunya, lalu ia membawa berjalan buaya itu mencari sungai.



Hatta tiada berapa antaranya orang muda itu berjalan, lalu berjumpalah dengan sebuah sungai. Lalu, orang muda itu hendak meletakkan buaya itu di tepi sungai. Hatta kata buaya itu. ”Hai orang muda bawalah hamba ke tengah sedikit lagi.” Hatta orang muda itupun membawa berjalan sedikit ke tengah sungai itu. Maka orang muda itupun hendak melepaskan buaya itu. Hatta kata buaya itu. ”Hai orang muda, sedikit lagi ke tengah tuan hamba lepaskan hamba.” Maka orang muda itu membawa buaya itu ke tengah sungai hingga orang muda arungi air sampai lutut, maka orang muda itu melepaskan buaya itu. Hatta serta lepas buaya itu ke dalam air, maka buaya itupun lalu menangkap lutut orang muda itu. Maka kata orang muda itu. ”Hai buaya, sampaikah hatimu menangkapku, dan karena aku melepaskan engkau ke dalam air ini. Syahdan lagi adakah orang patut orang membuat baik engkau membalas yang jahat.” Maka kata buaya itu, ”Sudahlah patut aku menangkap engkau, karena seteruku selama-lamanya kepada manusia. Maka kata orang muda itu, ”Jika demikian marilah kita pergi berhukum ke tepi sungai ini. Syahdan barang siapa yang ada di tepi sungai itu boleh kita tanyakan hukum ini.” Maka buaya itupun hendak mau mengikat, terhukum di tepi sungai itu. 

Hatta berjumpalah dengan seekor burung bangau bertenger di tepi dahan kayu pedada. Maka kata orang muda itu kepada burung bangau: ”Hai sang bangau, tolonglah tentukan bicara hamba ini dengan sang buaya.” Syahdan maka kata burung bangau, ”Hai orang muda, apakah perdamaian tuan hamba itu, kabarkan kepada hamba, supaya hamba mengetahui hal ikhwalnya tuan hamba itu.” Hatta orang muda itupun menceritakan segala hal ikhwal kepada burung bangau itu. Maka kata burung bangau itu, ”Hai orang muda, sepenuh-penuhnya tuan hamba salah melainkan tuan hamba patutlah dimakan buaya itu.” Hatta buaya itu pun sekali hendak bawanya orang muda ke tengah. Hatta kata orang muda itu, ”Sang buaya, sabar dulu, karena hamba ini tiada ke mana pergi, melainkan di dalam tangan tuan hamba jua. Hatta kata buaya, ”Apa lagi karena berhukum kita ini sudah ditentukan oleh bangau; patut sudah yang hamba boleh makan kepada tuan hamba.” Maka kata orang muda itu, ”Hai sang buaya daripada seorang baik berdua orang kita tanyakan hukum ini.” Hatta kata buaya yang mana suka engkau kuturut jua. Dan tetapi tuan hamba sekali-kali tiada tuan hamba lepaskan. Hatta kata orang muda itu, ”Baiklah, karena salah satu sepenuh-penuh salah hamba, dan karena perbuatan hamba dan perolehan hamba.”

Hatta tiada berapa antaranya berjalan di tepi sungai itu, maka orang muda itupun berjumpa di tepi sungai dengan seekor pelanduk; maka orang muda itupun menceritakan segala hal ikhwalnya daripada permulaannya datang kepada kesudahannya kepada pelanduk itu. Hatta pelanduk itu serta mendengar kabar orang muda itu, maka pelanduk itupun menggeleng-gelengkan kepalanya. Maka kata pelanduk kepada orang muda itu serta buaya itu. ”Jika tuan hamba berdua hendak mendengar bicara hukum tuan hamba ini seboleh-bolehnya hamba tentukan hukum ini.” Hatta buaya serta orang muda itupun menjawab kata pelanduk itu, melainkan hamba berdua ini ridolah menerima hukum tuan hamba itu. Maka kata pelanduk kepada orang berdua menurut hukum hamba ini. Maka kata orang dua itu, benar.

Hatta kata pelanduk itu sungguh-sungguh orang muda ini terlalu nista. Dan kata pelanduk, ”Adakah buaya yang begitu besar boleh tuan hamba pikul membawa berjalan.” Maka kata orang muda itu dengan sebenar-benarnya, ”Hambalah yang memikul buaya itu.” ”Jauhkah tempat yang Tuan hamba pikul itu buaya?” Maka kata orang muda itu, ”Jauh, sungguh hamba pikul.” Hatta kata pelanduk kepada orang muda itu. ”Jikalau sungguh seperti katamu itu, cobalah pikul buaya ini, hamba hendak melihat benarkah tiada benar.” Maka lalu orang muda itu pun memikul buaya itu di atas bahunya. Hatta kata pelanduk kepada orang muda itu, ”Jauhkah tempatnya yang engkau ambil buaya itu engkau membawa berjalan.” Hatta kata orang muda itu, ”Benar hamba pikul buaya ini.” Maka kata pelanduk. ”Jangan sungguh seperti katamu itu. Cobalah membawa berjalan buaya itu hamba hendak melihat bohong tuan hamba benarkah atau tidak benar seperti katamu itu.” Hatta lalu dibawa berjalan oleh orang muda itu buaya. Hatta pelanduk pun ikut bersama-sama berjalan dari belakang. Dan tiada berapa di antaranya, maka sampailah sudah ke tempatnya buaya kekeringan itu. Maka kata orang muda, ”Hai sang pelanduk, di sinilah tempatnya buaya itu asalnya yang hamba ambil itu.” Maka kata pelanduk itu kepada orang muda, ”Coba taruhkan buaya itu di atas pasir itu, aku hendak melihat.” Maka diletakkan oleh orang muda kepada buaya itu di atas pasir. Maka kata pelanduk kepada orang muda itu, ”Adakah kepada seteru tuan hamba hendak menolong dan jika lepas daripada kesakitannya melainkan tentu ia hendak khianat kepada kita. Dan jika yang demikian itu tinggalkan buaya itu biar dia di situ mati jua.”

Hatta orang muda itupun terlalu suka cita kepada buaya itu karena sebab tuan hamba yang empunya akan hamba yang boleh hidup. Dan kata orang muda itu, ”Apakah hamba hendak membalas kasih tuan hamba ini.” Maka kata pelanduk, ”Hendaklah kita hamba Allah. Hendaklah kita tolong-menolong.” Hatta orang muda itu berjalan pulang ke rumah tinggalnya dan buaya itu pun mati.