Maka ada seorang raja di tanah Hindia terlalu besar kerajaannya, setengah Negeri Hindia itu dalam tangannya, namanya Raja Kida Hindia.
Setelah ia mendengarkan Raja Iskandar datang, maka Raja Kida Hindia pun menyuruhkan perdana menteri menghimpunkan segala rakyat dan raja-raja, yang takluk kepadanya. Setelah sudah berkambung semuanya, maka dikeluarkannyalah oleh Raja Kida Hindia akan Raja Iskandar. Maka setelah bertemulah antara kedua pihak itu maka segala rakyat-rakyat lalu berperanglah terlalu ramai, seperti yang di dalam hikayat Iskandar itu.
Maka kalahlah Raja Kida Hindia itu Raja Iskandar, ditangkap baginda dengan hidupnya, maka disuruhlah membawa iman. Maka Raja Kida Hindia pun membawa imanlah jadi Islam di dalam agama Nabi Ibrahim, khalilullah, alaihissalam. Maka dipersalini oleh Raja Iskandar akan Raja Kida Hindia seperti pakaian dirinya. Maka dititahkanlah oleh Raja Iskandar kembali ke negerinya.
Maka adapun akan Raja Kida Hindia itu ada beranak seorang perempuan terlalu baik parasnya, tiada berbagi lagi dan tiada taranya pada masa itu. Cahaya mukanya gilang gemilang seperti cahaya matahari dan bulan dan amat bijaksana budi pekertinya. Putri itu namanya Syahrul Bariah. Maka Raja Kida Hindia pun memanggil perdana menterinya di tempat yang sunyi. Maka titah Raja Kida Hindia kepada menteri.
”Ketahui olehmu, bahwa aku memanggil engkau ini aku hendak bertanyakan bicara kepadamu. Bahwa anakku, yang tiada taranya seorang pun anak-anak raja zaman ini tulah; hendak aku persembahkan kepada Raja Iskandar. Sekarang apa nasihatmu akan daku?” Maka sembah perdana menteri, ”Sahaja sebenarnyalah pekerjaan yang seperti titah Duli Tuanku itu.”
Maka sabda Raja Kida Hindia pada perdana menteri, ”Insyaallah taala, esok hari pergilah Tuan hamba kepada Nabi Khidir, katakanlah oleh Tuan hamba segala perihal ini.”
Setelah esok harinya, maka pergilah perdana menteri itu kepada Nabi Khidir. Setelah sudah perdana menteri itu pergi, maka disuruh Raja Kida Hindia suratkan nama Raja Iskandar atas segala dirhamnya dan atas segala panji-panjinya.
Adapun setelah sampai menteri kepada Nabi Khidir, maka ia pun memberi salam. Maka disahut Nabi Khidir salam menteri itu, maka disuruhnya duduk. Arkian, maka berkatalah perdana menteri itu kepada Nabi Khidir, ”Ketahuilah oleh Tuanhamba, ya, Nabi Allah, bahwa raja hamba terlalu amat kasihnya akan Raja Iskandar, tiada dapat hamba sifatkan. Dan ada ia beranak seorang perempuan, tiada dapat dikatakan dan tiada ada baginya anak raja-raja dalam alam ini dari masyrik lalu ke maghrib pada zaman ini daripada rupanya dan budi pekertinya. Tiada ada taranya pada zaman ini. Adalah kehendak raja hamba mempersembahkan dia akan jadi istri Raja Iskandar.”
Kata sahibul hikayat, maka pada ketika itu pergilah Nabi Khidir kepada Raja Iskandar, maka diceritakanlah perihal itu. Maka kabullah Raja Iskandar. Kemudian daripada itu, maka Raja Iskandar pun keluarlah ke penghadapan, dihadap oleh segala raja-raja dan ulama dan pendeta dan segala orang besar-besar. Dan segala pahlawan yang gagah-gagah mengelilingi tahta kerajaan baginda dan dari belakang baginda segala hamba yang khas dan segala yang kepercayaannya.
Maka adalah pada ketika itu Raja Kida Hindia pun ada menghadap Raja Iskandar duduk di atas kursi emas yang berpermata. Maka seketika duduk itu, Maka Nabi Khidir berbangkit, sambil berdiri, serta menyebut nama Allah subhanahu wa taala dan mengucap salawat segala nabi yang dahulu-dahulu. Syahdan lalu membaca khotbah nikah akan Raja Iskandar dan diisyaratkannya perkataan itu kepada Raja Kida Hindia, demikian kata Nabi Khidir.
”Ketahui olehmu, hai, Raja Kida Hindia, bahwa raja kami inilah, yang diserahkan Allah taala kerajaan dunia ini kepadanya dari masyrik lalu ke maghrib, dari daksina datang ke paksina. Adapun sekarang didengarnya, bahwa Tuan hamba beranak perempuan, terlalu baik parasnya. Kehendak baginda itu mau dikasihi kiranya oleh Tuan hamba dan diambil akan menantu Tuan hamba, supaya berhubunglah segala anak cucu Raja Kida Hindia dengan anak cucu Raja Iskandar, jangan lagi berputusan kiranya hingga hari kiamat. Bagaimana, kabulkah Tuanhamba, atau tiada?”
Kata sahibulhikayat, ”Tuanku, ya, Nabi Allah dan segala tuan-tuan, yang ada hadir, bahwa hamba ini dengan sesungguhnya hamba kepada Raja Iskandar dan anak hamba sekamu pun anak hamba juga ke bawah Duli Baginda itu, seperti sahaya, yang mengerjakan dia seorang dua orang itu. Ketahuilah olehmu, hai, segala tuan-tuan sekamu yang ada di sini, bahwa Nabi Khidir akan wali hamba dan wali anak hamba, yang bernama Tuan Putri Syahrul Bariah itu.” Apabila didengar oleh Nabi Khidir kata Raja Kida Hindia demikian itu, maka berpalinglah ia menghadap kepada Raja Iskandar dan berkata ia kepada Raja Iskandar. ”Bahwa sudah hamba kawinkan anak Raja Kida Hindia, yang bernama Tuan Putri Syahrul Bariah dengan Raja Iskandar. Adapun isi kawinnya tiga ratus ribu dinar emas. Relakah Tuanhamba?” Maka sahut Raja Iskandar, ”Relalah hamba.” Maka dikawinkan Nabi Khidirlah anak Raja Kida Hindia dengan Raja Iskandar atas syariah Nabi Ibrahim, khalillah, di hadapan segala mereka yang tersebut itu.
Maka berbangkitlah segala raja-raja dan segala orang besar-besar dan perdana menteri dan hulubalang dan segala pendeta dan segala ulama dan hukuma menaburkan emas dan perak dan permata, ratna, mutu, manikam kepada kaki Raja Iskandar, hingga bertimbunlah segala emas dan perak dan ratna, mutu, manikam itu di hadapan Raja Iskandar seperti busut dua tiga timbunan. Maka sekamu harta itu disedekahkan kepada fakir miskin. Setelah hari malam datanglah Raja Kida Hindia membawa anaknya kepada Raja Iskandar dengan barang kuasanya, dengan berbagai permata, yang ditinggalkan oleh datuk neneknya, sekamunya itu dikenakannya akan pakaian anaknya.
Maka pada malam itu naik mempelailah Raja Iskandar. Syahdan maka heranlah hati Raja Iskandar melihat akan rupa Putri Syahrul Bariah itu, tiadalah dapat tersifatkan lagi. Dan pada keesokan harinya, maka dipersalini oleh Raja Iskandar akan Tuan Putri Syahrul Bariah itu dengan selengkap pakaian kerajaan dan dianugerahinya harta, tiada terpermanai lagi banyaknya. Dan Raja Iskandar pun menganugrahi pula persalin akan Raja Kida Hindia serta dengan segala raja-raja daripada pakaian yang mulia-mulia, sekamu emas bertahtahkan ratna, mutu, manikam. Tiga buah perbendaharaan, yang terbuka. Maka Raja Kida Hindia pun dianugrahinya lagi bersalin dan dianugrahinya seratus cembul emas, berisi permata dan ratna, mutu, manikam dan mata benda yang muliamulia. Dan dianugrahi seratus ekor kuda, yang hadir dengan segala alatnya daripada emas, bertatah dengan segala permata. Maka heranlah hati segala, yang memandang dia.
Kemudian dari itu maka berhentilah Raja Iskandar ada kira-kira sepuluh hari. Seperti datang kepada sebelas harinya, maka berangkatlah Raja Iskandar seperti adat dahulu kala dan tuan putri, anak Raja Kida Hindia pun dibawa baginda. Maka baginda pun berjalanlah lalu ke matahari hidup, seperti yang tersebut di dalam hikayatnya yang termasyur itu.
Hatta beberapa lamanya, setelah sudah Raja Iskandar melihat matahari terbit, maka baginda pun kembalilah lalu dari negeri Raja Kida Hindia. Maka Raja Kida Hindia pun keluarlah menghadap Raja Iskandar dengan segala persembahannya daripada tahfifah yang mulia-mulia dan daripada mata benda yang ajaib-ajaib.
Maka Raja Kida Hindia pun berdatang sembah kepada Raja Iskandar akan peri dengannya dan birahinya akan tapak hadirat Raja Iskandar, tiada dapat terkatakan lagi. Syahdan peri rindu dendamnya akan anaknya, Putri Syahrul Bariah dan dipohonkannyalah anaknya ke bawah duli Raja Iskandar.
Arkian maka dianugerahi Raja Iskandar akan Tuan Putri Syahrul Bariah kembali kepada ayahnya Raja Kida Hindia. Maka dianugerahi oleh Raja Iskandar akan Putri Syahrul Bariah persalinan seratus kali dan dianugerahi harta daripada emas, perak, dan ratna, mutu, manikam dan daripada permata dan harta benda yang indah-indah dan yang muliamulia, tiada terhisabkan lagi banyaknya. Maka Raja Kida Hindia pun menjunjung tinggi Raja Iskandar. Maka dipersalin baginda pula seratus kali daripada pakaian baginda sendiri.
Setelah itu, maka dipalu oranglah genderang berangkat dan ditiup oranglah nafiri, alamat Raja Iskandar berangkat. Maka kasadnya hendak menaklukkan segala raja-raja, yang belum takluk kepadanya, seperti yang termazkur itu.