Sebagai seorang raja, Prabu Baka mempunyai seorang putri yang cantik yang bernama ”Putri Roro Jonggrang”. Kecantikan Putri Roro Jongrang sangat terkenal ke seluruh kerajaan tetangga. Banyak raja dan pangeran melamar Putri Roro Jonggrang untuk dijadikan permaisuri tapi selalu ditolaknya. Sang Putri hanya mau bersuamikan raja yang melebihi Kerajaan Prambanan.
Kekejaman Prabu Baka membuat negara tetangga yaitu Kerajaan Pengging risau. Raja Pengging Prabu Anglingdriya memutuskan untuk menghentikan kekejaman dan keserakahan Prabu Baka, dengan memerintahkan putranya, Pangeran Damarmaya perang tanding dengan Prabu Baka. Demi tugas negara meskipun dengan berat hati Pangeran berpesan pada istrinya jika ia melahirkan seorang putra namailah putranya Bandung. Lama tak ada kabar berita dari Pangeran Damarmaya. Bandung bertumbuh dengan pesat dan sehat. Ia dididik oleh neneknya dalam bermacam ketrampilan sebagaimana layaknya seorang putra raja.
Pada suatu hari Bandung menanyakan pada neneknya siapa ayahnya dan di mana ayahnya berada. Sang nenek menjawab bahwa ayahnya sedang menunaikan satu tugas negara yang berat yakni harus dapat mengalahkan seorang raja yang sakti tapi kejam. Bandung dengan sangat minta izin kepada neneknya untuk menemui ayahnya agar dapat membantu ayahnya. Dengan restu dari nenek dan ibunya Bandung berangkat menuju kerajaan Prambanan ditemani Paman Subur, seorang pengawal istana yang setia.
Perjalanan yang jauh ditempuh Bandung dan Paman Subur dengan tak mengenal lelah. Kadang-kadang mereka beristirahat sebentar untuk minum dan makan. Sesampainya di hutan Bondowoso, mereka dihadang oleh seorang yang bertubuh besar dan kekar dan tampaknya bukan bangsa manusia. Ia mengaku Raja Jin penguasa hutan Bondowoso. Ia mengaku sudah lama tidak menyantap daging manusia keturunan pangeran, sebab ia hanya mau menyantap daging manusia yang berdarah biru.
Perkelahian pun akhirnya terjadi, Bandung berhasil mengalahkan dan menaklukkan Raja Jin tersebut. Karena merasa kalah, Raja Jin penguasa hutan Bondowoso itu, ingin mengabdikan diri pada Bandung, dan ia meminta Bandung merubah namanya menjadi Bandung Bondowoso. Semenjak itu nama Bandung terkenal menjadi Bandung Bondowoso.
Setelah itu mereka terus melanjutkan perjalanannya menuju Kerajaan Prambanan. Mendekati perbatasan Kerajaan Prambanan, Bandung Bondowoso dan Paman Subur melihat sebuah lapangan luas, tempat dua orang sedang bertanding mengadu kesaktian. Menurut penduduk sekitar lapangan perkelahian itu sudah berlanjut berbulan-bulan tetapi belum ada yang kalah. Paman Subur yang sedang mengamati dengan seksama adu kesaktian itu mengatakan pada Bandung bahwa yang sedang adu kesaktian itu ternyata adalah ayahnya, Pangeran Damarmaya melawan Prabu Baka yang kejam itu. Untuk menghentikan pertandingan itu Bandung menyebar pasir ke arah kedua orang yang sedang bertanding tersebut. Seketika itu juga hari berubah menjadi malam, sehingga pertandingan kedua orang sakti itu berhenti. Sebagai kesatria, mereka hanya bertanding di siang hari saja.
Setelah berhenti Paman Subur menceritakan bahwa Bandung adalah anak Pangeran Damarmaya yang ingin membantu ayahnya melawan kekejaman Prabu Baka. Pada kesempatan itu Bandung meminta izin ayahnya, Pangeran Damarmaya untuk mengadu kesaktian dengan Prabu Baka. Esok harinya Bandung bertanding melawan Prabu Baka mewakili ayahnya. Dalam pertandingan yang seru itu akhirnya Prabu Baka dapat dikalahkan oleh Bandung Bondowoso.
Setelah mengalahkan Prabu Baka, Bandung ingin melihat Kerajaan Prambanan yang merupakan kerajaan hasil taklukannya. Sesampainya di Kerajaan Prambanan Bandung melihat Putri Roro Jonggrang yang sedang menangis mendengar kekalahan dan kematian ayahnya. Bandung berusaha menghibur Putri Roro Jonggrang dengan menawarkan diri sebagai pelindungnya, tetapi Roro Jonggrang menolaknya dengan tegas. Tetapi sebagai orang yang menguasai Kerajaan Prambanan, Bandung menyatakan bahwa ia berhak memperistri Roro Jonggrang. Sebagai Putri taklukan Roro Jonggrang tidak berdaya. Untuk menggagalkan lamaran Bandung dengan cara halus, akhirnya Roro Jonggrang menerima lamaran Bandung dengan syarat minta dibuatkan seribu candi yang harus diselesaikan dalam satu malam. Syarat Roro Jonggrang yang berat itu diterima Bandung untuk mempertahankan harga dirinya. Putri Roro Jonggrang tidak merasa rela jika harus bersuamikan orang yang membunuh ayahnya sendiri.
Untuk mewujudkan keinginan Putri Roro Jonggrang, Bandung Bondowoso meminta bantuan Jin taklukannya untuk membantu membuatkan seribu candi dalam satu malam. Putri Roro Jonggrang mengetahui jika ternyata Bandung membuat candi yang dia inginkan dibantu oleh makhluk halus. Ia merasa gusar dan mencari akal untuk menggagalkannya. Menjelang tengah malam Roro Jonggrang turun ke desa-desa sekitar tempat candi dibangun, ia menyuruh orang-orang desa untuk bangun dan menumbuk padi dan bekerja seperti seolah-olah sudah fajar menyingsing. Dari sebelah timur tempat candi dibangun Roro Jonggrang menyuruh membakar tumpukan-tumpukan jerami seolah cahayanya seperti matahari akan terbit. Mendengar suara lesung orang menumbuk padi dan cahaya kemerahan dari timur membuat para makhluk halus ketakutan dan meninggalkan Bandung Bodowoso yang sedang membangun candi. Roro Jonggrang menyuruh dayang-dayangnya untuk menghitung jumlah candi yang dibangun Bandung, ternyata hanya ada sembilan ratus sembilan puluh candi. Berarti lamaran Bandung batal.
Roro Jonggrang sangat gembira, tapi ia tidak menyadari bahwa Bandung Bondowoso sebenarnya mengetahui kecurangannya. Bandung Bondowoso bertanya pada Roro Jonggrang, ”Mengapa Putri sangat gembira?” Secara tidak sadar Roro Jonggrang menjawab, ”Aku gembira candi yang engkau buat kurang satu.” Mendengar jawaban Roro Jonggrang melecehkan itu Bandung sangat marah. Kemudian mengerahkan segala kesaktiannya berteriak dan mengutuk, ”Jika begitu aku kutuk kamu untuk menjadi candi yang keseribu!” Kutukan itu dikabulkan oleh dewata, maka Roro Jonggrang menjadi candi yang indah. Semenjak itu candi itu disebut candi ”Roro Jonggrang”. Sedangkan candi yang mengelilinginya disebut candi Sewu.