Kondisi Masyarakat Arab Sebelum Islam


Kepercayaan Masyarakat Sebelum Islam
Pada awalnya, masyarakat Makkah adalah penganut agama tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. Kemudian dilanjutkan oleh putranya Nabi Ismail as..  Perjalanan hidup Nabi Ibrahim, Siti Hawa (istrinya), dan Nabi Ismail (putranya)  membuahkan sejumlah ajaran dan kebudayaan Islam yang sampai sekarang terpelihara, seperti Ka’bah, maqam Ibrahim, dan peristiwa qurban. Bahkan Proses perjalanan kehidupan keluarga ini dinapaktilasi oleh umat Islam dalam salah satu  rukun haji. 


Setelah Nabi Ismail as. wafat, masyarakat Makkah mulai pindah menyembah  selain Allah. Proses perpindahan kepercayaan itu berawal dari Amir bin Lubai seorang pembesar suku Khuza'ah yang melakukan perjalanan ke Syam (Syiria). Dia melihat penduduk kota Syam melakukan ibadah dengan menyembah berhala.  Dia tertarik untuk mempelajari dan mempraktikannya di Makkah. Dia membawa  berhala yang diberi nama Hubal dan diletakkan di Ka’bah. Berhala Hubal menjadi pimpinan berhala lainnya seperti Latta, Uzza dan Manna.

Dia mengajarkan kepada masyarakat Makkah cara menyembah berhalah. Sehingga masyarakat menyakini bahwa berhala adalah perantara untuk mendekatkan diri kepada tuhannya. Sejak itulah mereka mulai membuat berhala-berhala  sehinga mencapai 360 berhala yang diletakkan mengelilingi Ka’bah. Dan mulailah kepercayaan baru masuk ke masyarakat Makkah dan kota Makkah menjadi pusat penyembahan berhala.

Ketika melaksanakan haji, bangsa Arab melihat berhala-berhala di sekitar Ka’bah. Mereka bertanya alasan menyembah berhala. Para Pembesar menjawab  bahwa berhala-berhala tersebut merupakan perantara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Setelah itu, mereka kembali ke daerahnya dan meniru cara ibadah masyarakat Makkah. Mulailah kepercayaan baru menyebar di jazirah Arab.

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dengan sanad dari Ibnu Abbas,  yang berbunyi: “Patung-patung yang ada pada zaman Nabi Nuh AS merupakan  patung-patung yang disembah pula dikalangan bangsa Arab setelah itu. Adapun  Wudd adalah berhala yang disembah oleh suku Kaib di Daumatul Jandal. Suwa adalah sesembahan Hudzail. Yaghuts sesembahan suku Murad, kemudian berpindah ke Bani Gatifdi yang terletak di lereng bukit Saba.”

Adapun Ya’uq adalah sesembahan Suku Hamdan. Nasr sesembahan suku Himyar dan keluarga Dzikila'. Padalah nama-nama itu adalah nama-nama orang saleh di jaman Nabi Nuh a.s. Setelah mereka wafat, setan membisikkan kaum yang saleh supaya dibuat patung-patung mereka di tempat-tempat pertemuan dan menamainya sesuai dengan nama-nama mereka. Patung-patung itu tidak disembah sebelum orang-orang saleh itu mati dan ilmunya telah hilang. Dari situlah,  penyembahan terhadap berhala-berhala mulai.

Masa itu disebut masa Jahiliyyah. Jahiliyyah bukan berarti mereka bodoh dari keilmuannya, namun mereka bodoh dari keimanan kepada Allah seperti yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as.. Mereka menyimpangkan ajaran-ajaran Nabi Ibrahim as. 

Adapun faktor-faktor penyebab penyimpangan tersebut adalah:
  1. Adanya kebutuhan terhadap Tuhan yang selalu bersama mereka terutama saat mereka membutuhkan.
  2. Kecenderungan yang kuat mengagungkan leluhur yang telah berjasa terutama kepala kabilah nenek  moyang mereka.
  3. Rasa takut yang kuat menghadapi kekuatan alam yang menimbulkan bencana mendorong mereka  mencari kekuatan lain di luar Tuhan. 
Disamping kepercayaan terhadap penyembahan berhala, ada kepercayaan lain yang berkembang di Makkah, yaitu: 
  1. Menyembah Malaikat. Sebagian masyarakat Arab menyembah dan menuhankan malaikat. Bahkan sebagian beranggapan malaikat adalah putri Tuhan.
  2. Menyembah Jin, Ruh, atau hantu. Sebagian masyarakat Arab menyembah jin, hantu, dan ruh leluhur mereka. Mereka mengadakan sesajian berupa kurban binatanag sebagai bahan sajian agar mereka terhindar dari bahaya dan bencana.
Di saat-saat agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw. akan datang, beberapa orang sudah berusaha untuk tidak menyembah berhala lagi dan berbalik menyebarkan ajaran tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim as. Diantara mereka adalah Waraqah bin Naufa, Umayyah bin Shalt, Qus Saidah, Usman bin Khuwairis, Abdullah bin Jahsyi, dan Zainal bin Umar. Mereka adalah kelompok yang menentang tradisi menyembah berhala. Namun Mereka meninggal sebelum datangnya Islam. 

Kondisi Sosial Masyarakat Makkah Sebelum Islam
Bangsa Arab memiliki karakter yang positif seperti pemberani, ketahanan fisik, kekuatan daya ingat, hormat akan harga diri dan martabat, penganut kebebasan, loyal terhadap pimpinan, pola hidup sederhana, ramah, ahli syair dan sebagainya. Tapi karakter baik mereka terkikis oleh kejahiliyahan mereka. Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti minum khamr (arak) sampai mabuk, berzina, berjudi, merampok dan sebagainya. Mereka menempatkan kaum  perempuan pada kedudukan yang sangat rendah. Perempuan dipandang ibarat  binatang piaraan dan tidak memiliki kehormatan dan kekuatan untuk membela  diri. Laki-laki memiliki kebebasan untuk menikah dan menceraikan semaunya. 

Tradisi yang terburuk di masyarakat Arab adalah mengubur anak-anak perempuan mereka secara hidup-hidup. Mereka merasa terhina dan malu memiliki anak  perempuan dan marah bila istrinya melahirkan anak perempuan. Mereka menyakini bahwa anak perempuan akan membawa kemiskinan dan kesengsaraan.

Selain itu, sistem perbudakan berlaku di masyarakat Arab. Para majikan memiliki kebebasan mempelakukan budaknya. Mereka punya kebebasan menyiksa budaknya, bahkan memperlakukan budaknya seperti binatang dan barang dagang yang bisa dijual atau dibunuh. Posisi budak tidak memiliki kebebasan  hidup yang layak dan manusiawi.

Kondisi Ekonomi Masyarakat Makkah Sebelum Islam
Bangsa Arab memiliki mata pencaharian bidang perdagangan, pertanian, dan  peternakan. Peternakan menjadi sumber kehidupan bagi Arab Badui. Mereka berpindah-pindah menggiring ternaknya ke daerah yang sedang musim hujan atau ke padang rumput. Mereka mengosumsi daging dan susu dari ternaknya. Serta membuat pakaian dan kemanya dari bulu domba. Jika telah terpenuhi kebutuhannya, mereka menjualnya kepada orang lain. Orang kaya dikalangan mereka  terlihat dari banyaknya hewan yang dimiliki.

Selain Arab Badui, sebagian masyarakat perkotaan yang menjadikan peternakan sebagai sumber penghidupan. Ada yang menjadi pengembala ternak milik  sendiri, ada juga yang mengembala ternak orang lain. Seperti Nabi Muhammad  Saw, ketika tinggal di suku Bani Sa’ad, beliau seorang pengembala kambing. Begitu juga Umar bin Khathab, Ibnu Mas’ud dan lain.

Adapun Masyarakat perkotaan yang tinggal di daerah subur, seperti Yaman,  Thaif, Madinah, Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber kehidupan pada pertanian. Selain pertanian, mayoritas mereka memilih perniagaan sebagai mata pencaharian, khusunya, penduduk Makkah. Mereka memiliki pusat perniagaan istimewa. Penduduk Makkah memiliki kedudukan tersendiri dalam pandangan orang-orang Arab, yaitu mereka penduduk negeri Haram (Makkah). Orang-orang Arab lain tidak akan mengganggu mereka, juga tidak akan mengganggu perniagaan mereka. Allah Swt. telah menganugrahkan hal itu kepada mereka. 

Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-Ankabut [29] : 67:
Artinya : "dan Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya  Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?"

Suku Quraisy merupakan pendudukan Makkah yang memegang peranan  dalam perniagaan di jazirah arab. Mereka mendapatkan pengalaman perniagaan dari orang-orang Yaman yang pindah ke Makkah. Orang-orang Yaman terkenal keahlianya di bidang perniagaan. Selain itu, kota Makkah memiliki Ka’bah sebagai tempat orang-orang di jazirah arab  melaksanakan haji setiap tahun.

Kebiasaan Orang-orang Quraisy mengadakan perjalanan perdagangannya ke  daerah-daerah lain. Allah Swt. mengabadikan perjalanan dagang mereka sebagai perjalanan dagang yang sangat terkenal, yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman, dan sebaliknya perdagangan musim panas menuju Syam. 

Allah berfirman:
Artinya: "Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy [106] : 1-4)

Orang-orang Arab memiliki pusat-pusat perdagangan yang terkenal seperti Ukazh, Mijannah, dan Jul Mazaj. Fungsi pusat perdagangan bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan, tetapi juga menjadi pusat pertemuan para sastrawan, penyair, dan orator. Mereka saling menguji kemampuan. Hal ini mengambarkan bahwa konsep pasar tidak sekadar sebagai pusat perdagangan, tetapi juga menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa dan transaksi-transaksi global. Bahasa Arab orang-orang Quraisy pada saat itu menjadi bahasa yang paling mudah diucapkan, paling enak didengar serta paling kaya perbendaharaan kata dan maknanya.

Dalam bidang ekonomi, riba sudah lazim dan dipraktekkan di jazirah arab. Bahkan Makkah sebagai pusat sudah terpengaruh sistem riba. Hal ini bisa terjadi karena terpengaruh dengan sistem perdagangan yang dilakukan oleh bangsa lain.  Adapun alat transportasi utama saat itu adalah Unta, yang dianggap sebagai perahu padang pasir. Unta merupakan kendaraan yang menakjubkan. Unta memiliki kekuatan yang tangguh, mampu menahan haus dan mampu menempuh perjalanan yang sangat jauh. Unta-onta ini pergi membawa barang dagangan dari  satu negeri ke negeri lainnya untuk diperjualbelikan.

Kondisi Politik Masyarakat Arab Sebelum Islam
Pada masyarakat Arab pra-Islam dapat dibagi menjadi bua bagian berdasarkan atas batas territorial:
  1. Penduduk kota (al-hadharah ) yang tinggal di kota perniagaan jazirah arabia, seperti Makkah dan Madinah. Kota Makkah merupakan kota penghubung perniagaan Utara dan Selatan. Para pedagang dengan kabilah-kabilah yang berani membeli barang dagangan dari India dan Cina di Yaman dan menjualnya ke Syiria di Utara.
  2. Penduduk pedalaman yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Cara mereka hidup adalah nomaden, berpindah dari suatu daerah ke daerah lain, mereka tidak mempunyai perkampungan yang tetap dan mata pencaharian yang tepat bagi mereka adalah memelihara ternak, domba dan unta.
Sebelum datangnya Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang mempengaruhi politik arab: yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, kekaisaran Persia memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian  selatan.

Kekaisaran Byzantium dan Romawi Timur dengan ibukota Konstantinopel merupakan bekas Imperium Romawi masa klasik. Pada permulaan abad ke-7, wilayah imperium ini telah meliputi Asia kecil, Siria, Mesir dan sebagian daerah Italia, serta sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika Utara juga berada di bawah kekuasaannya.

Sedangkan kekaisaran Persia berada di bawah kekuasaan dinasti Sasanid (Sasaniyah). Ibu kota Persia adalah al-Madana’in, terletak sekitar dua puluh mil di sebelah tenggara kota Baghdad yang sekarang. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Irak dan Mesopotamia hingga pedalaman timur Iran serta Afganistan.

Kondisi poliitik jazirah arab terpengaruh dua hal, yaitu pertama, interakaksi  dunia arab dan kekaisaran Byzantium dan Persia. Kedua, persaingan antara agama Yahudi, Nasrani dan Zoroaster.

Bangsa Arab terdiri beberapa suku. Mereka memiliki rasa cinta berlebihan terhadap sukunya. Tidak jarang, peperangan terjadi antar suku. Seperti perang Fujjar, perang saudara yang terkenal karena terjadi beberapa kali. Pertama perang terjadi antara Suku Kananah dan Hawazan, kemudian Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Peperangan Fujjar terjadi 15 tahun sebelum Rasulullah diutus.

5 Responses to "Kondisi Masyarakat Arab Sebelum Islam"