Zuhud dan Tawakal


Sikap zuhud merupakan salah satu sikap mulia yang diajarkan oleh Islam. Zuhud mengandung arti melepaskan diri dari keterikatan kepada dunia atau melepaskan diri dari diperbudak oleh dunia. Dengan demikian zuhud bukan berarti melepaskan diri terhadap kebutuhan dunia, karena hidup tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan. Namun, janganlah menganggap bahwa dunia adalah segala-galanya, sehingga lupa akhirat.


Orang yang zuhud disebut zahid. Sikap zuhud penting bagi setiap muslim. Setan selalu membisikkan agar semakin banyak yang didapat manusia, maka semakin banyak pula keinginanya terhadap yang lain. Setan menghendaki agar manusia menjadi makhluk yang serakah atau tamak.

Kebalikan dari sikap zuhud adalah sifat materialistis materi, dunia, dan harta benda adalah segala-galanya. Orang yang yang memiliki sifat materialistis artinya mempertimbangkan segala sesuatu hanya dari segi materi. Mereka menilai orang lain dengan ukuran materi, menilai diri sendiri juga dengan materi.

Kebanyakan orang, karena terdorong nafsu setan maka kehidupanya hanya disibukkan untuk mencari kepuasan dunia. Bahkan terkadang banyak orang menjadi lupa terhadap dirinya sendiri karena mengejar dan mencari kebutuhan hidup dan mendewakan harta atau materi.

Pola hidup materialistis juga merupakan dampak atau pengaruh dari budaya dan pemikiran negeri barat. Mereka menganggap bahwa ukuran kehidupan adalah materi artinya, keberhasilan seseorang hanya diukur seberapa banyak materi yang diperolehnya. Mereka tidak peduli ajaran Islam dan aturan-aturan hukum.

Ajaran Islam tidak membenarkan kehidupan seseorang lebih cenderung kepada materi dunia, sehingga mengabaikan kehidupan akhirat, Allah swt., dan Rasul-Nya. Nilai-nilai ajaran agama dilecehkan dan berakibat pula kepada penderitaan orang lain. Sebaliknya, Islam lebih menekankan terhadap pentingnya kehidupan akhirat. Materi atau harta yang dimiliki merupakan rizki dan karunia dari Allah swt. yang dipergunakan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah swt. dan Rasulnya mengajarkan kita untuk membuat keseimbangan antara kedua kehidupan, yaitu dunia dan akhirat. Allah swt. menegaskan hal tersebut dalam firman-Nya, dalam Surah al-Qasas ayat 77 yang berbunyi:  Artinya: ”Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. al-Qashash/28: 77). Rasulullah bersabda: Artinya: “Diriwayatkan dari Anas r.a. katanya: Rasulullah saw. telah bersabda: Anak Adam menjadi semakin tua, tetapi ada dua perkara dari padanya yang akan menjadikanya semakin muda yaitu, tamak (rakus) kepada harta dan tamak kepada umur.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

Banyak orang memusatkan segala perhatiannya kepada kehidupan duniawi semata, menikmati kesenangan, dan kelezatan dunia sebagai pemuas nafsu. Pada akhirnya mereka menganggap tidak ada lagi akhirat dan tidak akan ada pertemuan dengan Allah swt. untuk mempertanggung jawabkan semua amal perbuatannya selama di dunia. Orang yang tidak percaya kepada pertemuanya dengan Allah swt., akan selalu berbuat dosa melakukan penjarahan. Misalnya, harta negara, penipuan, pemerasan, berjudi, mabuk-mabukan/ narkoba, berzina, perusakan lingkungan. Mereka menghalalkan segala cara dalam setiap perbuatannya. Orang yang tidak percaya kepada pertemuannya dengan Allah swt. cenderung kikir, bakhil, dan pelit dalam harta. Apapun uang akan menyumbang, ia lihat dari segi kemanfaatan bagi dirinya. Sekecil apapun yang ia keluarkan ia melihatnya dari status sosialnya. Semakin banyak orang mengagung-agungkanya semakin besar sumbangannya.

Orang-orang kafir tidak pernah menerapkan sifat zuhud. Tujuan hidup mereka hanyalah bersenang-senang menikmati kehidupan dunia sampai akhir kehidupanya dan mereka makan layaknya binatang. Perhatikan hadis berikut ini. Artinya: “Orang beriman makan dengan satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus”. (H.R. al-Bukhari dan Muslim.) Maksudnya, orang kafir itu mempunyai tujuh usus (perut) sebagai kinayah atau sindiran, bahwa mereka adalah orang-orang yang rakus. Dengan demikian, zuhud bukan berarti tidak butuh dunia. Akan tetapi lebih menekan kepada hasrat menjauhkan diri dari kesenangan dunia untuk mencapai kesenangan akhirat. Karunia yang berlimpah, dijadikan sarana untuk beribadah, berderma, bersedekah, zakat, membahagiakan keluarga, berbagi dengan orang lain, dan tujuan-tujuan mulia yang lain.

Zuhud bukan berarti harus hidup miskin. Orang kaya dapat menerapkan zuhud dengan meyakini bahwa harta yang dimiliki merupakan karunia dari Allah swt. Rejeki itu dipergunakan untuk mencapai ridha Allah swt. tidak untuk berfoya-foya. Demikian pula dengan orang yang hidup miskin juga dapat menerapkan zuhud. Mereka meyakini bahwa seberapapun rejeki yang didapat semua itu merupakan karunia Allah swt. yang harus disyukuri. Orang yang zuhud meyakini bahwa kebahagiaan di akhirat jauh lebih berarti dibandingkan dengan gemerlap dunia yang hanya sementara.

Tawakal artinya berserah diri kepada Allah swt. atas hasil usaha kita setelah berusaha dengan sungguh-sungguh dan berdo’a. Misalnya, akan menghadapi ulangan kamu sudah belajar dengan sungguh-sungguh dan mengerjakan soal-soal dengan cermat dan teliti. Setelah itu, kamu pasrah dan menyerahkan keputusan atas hasil usaha kamu kepada Allah swt. Contoh lain setelah seseorang bekerja mencari nafkah dengan sungguh-sungguh, hasilnya diserahkan kepada Allah swt. yang Maha Pemberi Rizki, Maha Pemurah, dan Maha Kaya. 

Kepribadian tawakal ini merupakan salah satu akhlak terpuji. Sikap tawakal merupakan awal yang baik. Seandainya hasil yang diperoleh tidak memuaskan maka dapat diterima dengan lapang dada dan penuh kesabaran. Sebaliknya, jika hasil yang diterima sangat memuaskan maka kita tidak merasa sombong dan angkuh, karena hal itu semata-mata karunia dari Allah swt. Ingat! Manusia hanya berkewajiban untuk berusaha. Sedangkan keputusan sepenuhnya di tangan Allah swt yang memiliki sifat wajib Maha Berkehendak (iradah) dan Maha Kuasa. Perhatikan firman Allah swt. dalam Surah al-Maidah ayat 11 berikut ini: Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu, ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya, lalu Allah menahan tangan mereka dari kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allahlah hendaknya orang-orang beriman itu bertawakal”. (Q.S. al-Maidah/5: 11)

0 Response to "Zuhud dan Tawakal"

Post a Comment