Pajak dapat diartikan sebagai pembayaran atau iuran wajib rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan tanpa adanya balas jasa (kontraprestasi) yang secara langsung dirasakan oleh wajib pajak yang membayarnya.
Berdasarkan definisi di atas, ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut:
- merupakan pungutan wajib yang dibayar wajib pajak kepada pemerintah;
- dipungut berdasarkan undang-undang;
- wajib pajak tidak mendapat imbalan jasa (kontraprestasi) secara langsung;
- dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pajak memiliki peran yang sangat besar dalam pelaksanaan proses pembangunan. Kontribusinya menentukan kelancaran dan percepatan gerak langkah pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Jika diuraikan minimal terdapat empat fungsi pajak bagi negara, keempat fungsi tersebut sebagai berikut.
1. Fungsi Budgeter
Pajak berfungsi sebagai sumber utama kas negara yang tercatum dalam APBN sehingga kontribusi terbesar pemasukan yang bersumber dari dalam negeri adalah pajak. Kelancaran proses pemasukannya akan menentukan kelancaran proses pembangunan dan sebaliknya.
2. Fungsi Alokasi
Pajak berfungsi sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Proses pembangunan yang dilaksanakan oleh negera dalam rangka menyejahterakan rakyatnya memerlukan sejumlah dana dan pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan dalam melaksanakan segala aktivitas pembangunan.
3. Fungsi Distribusi
Pajak yang diterima oleh pemerintah dipergunakan dan disebarkan ke berbagai sektor pembangunan dan berbagai wilayah pembangunan secara merata.
4. Fungsi Regulasi
Pajak berfungsi sebagai salah satu alat pengatur kegiatan ekonomi. Jika perekonomian mengalami kecenderungan terjadinya inflasi, maka pajak dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen pengendaliannya. Pemerintah dapat menaikkan pajak dengan harapan jumlah uang beredar dapat terkurangi dan inflasi dapat terkendali. Sebaliknya, jika perekonomian mengalami deflasi maka pemerintah menurunkan pajak dengan harapan jumlah uang yang beredar dapat bertambah dan deflasi lebih terkendali.
Seperti sudah diuraikan di atas bahwa penerimaan negara yang bersumber dari dalam negeri tidak hanya dari pajak, melainkan terdapat juga penerimaan-penerimaan lain berupa pungutan resmi di luar pajak. Untuk pungutan resmi nonpajak ini biasanya pemerintah memberikan imbalan jasa (kontraprestasi) secara langsung kepada pembayarnya. Pungutan ini bisa berbentuk retribusi atau sumbangan wajib.
Retribusi adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan jasa atau fasilitas tertentu yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pihak yang melakukan pembayaran, contohnya retribusi parkir, karcis masuk pelabuhan, retribusi pasar, iuran pungutan hasil hutan, dan iuran sampah. Adapun pungutan resmi yang termasuk kategori sumbangan wajib, di antaranya adalah sumbangan wajib perbaikan jalan (SWPJ) dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan raya (SWDKLLJR).
Jenis pajak beranekaragam, tergantung sudut pandang dalam pengelompokkannya, berikut jenis-jenis pajak berdasarkan sudut pandang masing-masing.
a. Pajak Menurut Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang dipungut setahun sekali berdasarkan surat ketetapan pajak (kohir) dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Adapun pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut setiap terjadi transaksi tanpa adanya surat ketetapan pajak dan dapat dilimphakan kepada orang lain. Yang termasuk pajak langsung, contohnya PPh dan PBB, sedangkan pajak tidak langsung, di antaranya PPN dan BBN.
b. Pajak Menurut Instansi yang Memungutnya
Menurut instansi yang memungutnya, pajak dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.
1. Pajak pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dan pengelolaanya dilakukan oleh kantor pelayanan pajak, misalnya PPh dan PPN.
2. Pajak daerah
2. Pajak daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten atau kota. Contohnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
c. Jenis Pajak Menurut Objeknya
Menurut objeknya, pajak dapat dibagi menjadi 4 (empat) sebagai berikut.
1. Objek pajak kejadian, contohnya bea masuk dan bea keluar.
2. Objek pajak perbuatan, contohnya PPN dan BBN.
3. Objek pajak keadaan, contohnya PPh dan PBB.
4. Objek pajak pemakaian, contohnya bea materai dan cukai.
2. Objek pajak perbuatan, contohnya PPN dan BBN.
3. Objek pajak keadaan, contohnya PPh dan PBB.
4. Objek pajak pemakaian, contohnya bea materai dan cukai.
d. Jenis pajak menurut Subjeknya
Menurut subjeknya, pajak dapat dibagi menjadi 2 (dua) sebagai berikut.
1. Pajak perorangan
Yaitu pajak yang dikenakan bagi seseorang atau seorang wajib pajak, seperti PPh.
2. Pajak badan
2. Pajak badan
Yaitu pajak yang dikenakan pada sebuah organisasi atau badan usaha, seperti PT, CV, yayasan, dan sebagainya.
e. Jenis Pajak menurut Asalnya
Menurut asalnya, pajak dapat dibagi menjadi 2 (dua) sebagai berikut.
1. Pajak dalam negeri
Yaitu pajak yang dipungut kepada setiap warga negara yang tinggal di Indonesia yang memiliki salah satu objek pajak.
2. Pajak luar negeri
2. Pajak luar negeri
Yaitu pajak yang dipungut kepada warga negara asing yang memiliki usaha atau penghasilan di Indonesia.
Selanjutnya, tentang sistem tarif pajak, secara umum dibagi menjadi 3 sistem tarif pajak, yaitu sebagai berikut.
1. Tarif Progresif
Pajak dikatakan progresif apabila pajak itu dikenakan dengan persentase yang semakin tinggi dengan semakin tingginya objek pajak.
2. Tarif Proporsional
Tarif proporsional adalah tarif yang menggunakan persentase tetap, berapa pun jumlah objek pajaknya, contoh tarif PBB adalah sama, yaitu sebesar 0,5 % dari total jumlah objek PBB yang dimiliki oleh wajib pajak.
3. Tarif Regresif atau Degresif
Pajak dikatakan regresif apabila objek pajak semakin tinggi, maka tarif pajaknya semakin turun.
Sistem perhitungan pajak setiap negara berbeda-beda tergantung kepada kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahnya. Seiring dengan penyempurnaan yang dilakukan secara berkesinambungan, sistem perhitungan pajak di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Hal tersebut tercermin dari perubahan yang terjadi pada undang-undang yang terkait dengan masalah perpajakan sebagai landasan hukum bagi berlakunya sistem perpajakan di Indonesia.
1. Landasan Hukum
Landasan hukum adalah acuan hukum dasar yang menguatkan dilakukannya suatu kegiatan atau yang melandasi pelaksanaan suatu kebijakan. Ada landasan hukum yang bersumber dari hukum dasar, yaitu UUD 1945. Ada juga yang berbentuk undang-undang sebagai turunan dari UUD 1945, landasan hukum pajak yang dimaksud adalah sebagai berikut.
- UUD 1945 Pasal 23 Ayat 1 sampai dengan 3.
- Undang-Undang Perpajakan sebagai turunan dari UUD 1945 Pasal 23 yang telah mengalami beberapa kali penyempurnaan, dan terakhir disyahkan serta berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 sebagai berikut:
- UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
- UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
- UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM);
- UU No. 20 Tahun 2000 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
- UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).
2. Cara Pemungutan
Dalam perkembangan pembangunan di Indonesia, terdapat tiga cara pemungutan pajak yang pernah dilaksanakan sebagai berikut.
a. Official Assessment System
Sistem ini dilaksanakan sampai dengan tahun 1967. Official Assessment System adalah suatu cara pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pemungut pajak (fiscus). Dalam hal ini Dirjen Pajak.
b. Semi Self Assessment System danWith Holding System
Kedua sistem ini dilaksanakan di Indonesia dari tahun 1968 sampai dengan 1983. Semi Self Assessment System adalah cara pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak bersama dengan fiscus. With Holding System adalah cara pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga yang ditunjuk.
c. Full Self Assessment System
System ini dilaksanakan sejak tahun 1983 sampai dengan sekarang. Full Self Assessment System adalah suatu cara pemungutan pajak dengan penentuan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak. Dengan kata lain, wajib pajak yang melakukan perhitunganya sendiri. Fiscus tidak ikut campur, ia hanya memberikan petunjuk dan bantuan kepada wajib pajak yang belum bisa atau belum memahami cara perhitunganya serta mengingatkan atau melakukan penagihan kepada wajib pajak yang belum membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo.
3. Perhitungan Pajak
Untuk dapat melakukan perhitungan pajak, terlebih dahulu perlu diketahui pokok-pokok peraturannya yang terdapat dalam undang-undang tentang perpajakan. Adapun peraturan yang perlu diketahui di antaranya sebagai berikut.
a. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di Indonesia.
Undang-undang di antaranya mengungkapkan hal-hal sebagai berikut. (1) Tanggung jawab pelaksanaan pajak ada pada anggota masyarakat. (2) Sistem pemungutan dan perhitungan pajak menggunakan sistem “self assessment” yang artinya masyarakat diberi kepercayaan untuk menghitung dan menyetor pajak sendiri kepada pemerintah. Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001.
Undang-undang di antaranya mengungkapkan hal-hal sebagai berikut. (1) Tanggung jawab pelaksanaan pajak ada pada anggota masyarakat. (2) Sistem pemungutan dan perhitungan pajak menggunakan sistem “self assessment” yang artinya masyarakat diberi kepercayaan untuk menghitung dan menyetor pajak sendiri kepada pemerintah. Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001.
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang PPh
Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Objek pajak
Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima wajib pajak, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri atau segala sesuatu yang menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2) Bentuk penghasilan
Maksud bentuk penghasilan adalah balas jasa yang diterima wajib pajak berupa hadiah, laba usaha, honor, keuntungan, maupun warisan.
3) Penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
Besarnya penghasilan kena pajak yang diatur dalam UU No. 17 ini adalah sebagai berikut:
a) wajib pajak bujangan sebesar Rp2.880.000,00;
b) istri atau suami status kawin sebesar Rp1.440.000,00;
c) istri atau suami yang bekerja dan penghasilannya apabila digabung sebesar Rp2.880.000,00;
d) anak atau anggota keluarga seketurunan maksimal tiga orang @ Rp1.440.000,00.
4) Tarif pajak penghasilan
Tarif pajak yang ditetapkan menurut UU No. 17 Tahun 2000 dari pendapatan kena pajak (PKP).
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM
Di antara isi dari UU Nomor 18 Tahun 2000 ini adalah sebagai berikut.
1) Objek pajak PPN dan PPnBM
Objek pajak dalam PPN dan PPnBM adalah penyerahan barang dan jasa dari produsen ke produsen lain atau produsen ke perantara perdagangan atau langsung ke konsumen.
2) Dasar pengenaan pajak
Dasar pengenaan pajak dalam PPN dan PPnBM adalah harga jual, nilai penggantian, nilai impor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dijadikan dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang.
3) Tarif pajak
Ketentuan besarnya tarif pajak dalam PPN dan PPnBM yang ditetapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000.
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang PBB
Hal-hal yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2000 ini di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Objek pajak PPN dan PPnBM
Objek pajak dalam PPN dan PPnBM adalah penyerahan barang dan jasa dari produsen ke produsen lain atau produsen ke perantara perdagangan atau langsung ke konsumen.
2) Dasar pengenaan pajak
Dasar pengenaan pajak dalam PPN dan PPnBM adalah harga jual, nilai penggantian, nilai impor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dijadikan dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang.
3) Tarif pajak
Ketentuan besarnya tarif pajak dalam PPN dan PPnBM yang ditetapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000.
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang PBB
Hal-hal yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2000 ini di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Objek pajak
Objek PBB adalah bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi, termasuk kandungan di dalam permukaan bumi. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam dan diletakan secara tetap di dalam tanah atau perairan.
2) Tarif PBB
Besarnya objek bangunan yang tidak kena pajak sebesar Rp8.000.000,00 dari nilai jual objek PBB. Besarnya tarif PBB adalah sebagai berikut:
1) tarif tanah 0,5 % dari nilai jual;
2) tarif bangunan 0,5 % dari nilai jual;
3) nilai jual kena pajak (NJKP) minimal 20 % dan maksimal 100 %.
0 Response to "Pengertian dan Fungsi Pajak"
Post a Comment