Dukungan terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan puncak dari semua perjuangan bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan mendapatkan sambutan yang luar biasa dan dukungan yang spontan dari segenap penjuru tanah air. Dinding-dinding rumah dan bangunan, pagar-pagar tembok, gerbong-gerbong kereta api, dan apa saja, penuh dengan tulisan merah “MERDEKA ATAU MATI.” Juga tulisan “SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA.”

Maklumat Pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 telah menetapkan Pekik Perjuangan “MERDEKA”sebagai salam nasional yang berlaku mulai tanggal 1 September 1945. Caranya dengan mengangkat tangan setinggi bahu, telapak tangan menghadap ke muka, dan bersamaan dengan itu memekikkan “Merdeka”. Pekik “Merdeka” menggema di mana-mana di seluruh wilayah Indonesia.




Untuk melaksanakan isi proklamasi kemerdekaan Indonesia, di berbagai daerah di seluruh Indonesia, masyarakat dengan dipelopori para pemudanya, menyelenggarakan rapat-rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut kemerdekaan. Berdirinya Komite Nasional Indonesia (KNI) maupun Badan Keamanan Rakyat (BKR) oleh PPKI, berpengaruh besar terhadap setiap jiwa para pemuda. Mereka merasa terpanggil untuk memanggul senjata. Hal ini mendorong berdirinya berbagai organisasi kelaskaran di mana-mana, seperti Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia, Barisan Buruh Indonesia, dan Pemuda Republik Indonesia.

Dukungan terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia juga tampak dari banyaknya rakyat yang hadir saat digelar rapat raksasa di Lapangan Ikada Jakarta. Rapat raksasa yang diselenggarakan pada tanggal 19 September 1945 dan dihadiri oleh ribuan massa sama sekali tidak takut atas pencegatan dan penjagaan ketat tentara Jepang dengan persenjataan lengkap. Dan meskipun tentara Jepang melarang penyelenggaraan rapat akbar di Lapangan Ikada tersebut, namun ribuan rakyat yang datang tetap berhati teguh dan tidak gentar sedikitpun, demi menegakkan kemerdekaan bangsa.

Pada rapat akbar itu, Presiden Soekarno hanya menyampaikan pidato singkat, yang pada intinya memuat tiga hal pokok sebagai berikut.
  1. Meminta dukungan dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah Republik Indonesia.
  2. Memerintahkan rakyat agar mematuhi kebijakan pemerintah.
  3. Memerintahkan rakyat untuk bubar dan meninggalkan lapangan menuju rumah masing-masing dengan tenang.
Perintah Bung Karno ditaati oleh rakyat, dan mereka bubar meninggalkan Lapangan Ikada tanpa terjadi bentrokan. Rapat berakhir dengan tertib dan tenang. Rapat raksasa di Lapangan Ikada Jakarta meskipun singkat, namun mengandung makna yang amat dalam bagi bangsa Indonesia, yaitu sebagai berikut.
  1. Mempertemukan pemerintah Indonesia dengan rakyatnya.
  2. Bukti adanya kewibawaan pemerintah terhadap rakyat.
  3. Menanamkan rasa percaya diri bahwa rakyat Indonesia mampu mengubah nasibnya dengan kekuatan sendiri.
Meskipun kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan mendapat dukungan penuh rakyat Indonesia, bukan berarti perjuangan telah selesai. Justru yang harus dilakukan adalah mempertahankan kemerdekaan itu sendiri, dan mengisinya dengan berbagai kegiatan untuk kemakmuran rakyat.

Di sisi lain, ada pihak-pihak yang sama sekali tidak setuju adanya kemerdekaan Indonesia. Mereka senantiasa membuat ulah yang merongrong kewibawaan pemerintah Indonesia sehingga keadaan tidak pernah tenang, dan memang kemerdekaan masih harus diperjuangkan kelangsungannya. Keadaan semakin genting ketika tentara NICA Belanda yang membonceng tentara Sekutu, mendarat di Indonesia. Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia, dan rakyat Indonesia yang menginginkan kemerdekaannya, telah menimbulkan banyak insiden berdarah dan pertempuran di mana-mana. Rakyat yang mendukung proklamasi kemerdekaan dan tetap ingin mempertahankannya, melakukan tindakan kepahlawanan (heroik) di berbagai daerah. Misalnya, tindakan heroik di Jakarta dilakukan oleh BKR dan para pemuda menyerbu gudang senjata Jepang di Cilandak. Di Bandung para pemuda berhasil merebut Lapangan Terbang Andir, mengadakan perampasan senjata di gudang dan pabrik senjata peninggalan Belanda, dan berhasil melucuti persenjataan pasukan Panser Jepang.

Tindakan heroik di Surabaya, ditandai dengan terjadinya insiden di Hotel Yamato pada 19 September 1945, yaitu ketika beberapa orang Belanda mengibarkan bendera merah putih biru di atas atap hotel tersebut. Hal ini menyebabkan kemarahan rakyat yang kemudian menyerbu hotel, menurunkan bendera tersebut, merobek warna birunya, dan mengibarkan kembali bendera tersebut dengan warna merah putih. Tindakan heroik lain juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Surakarta, Semarang, Yogyakarta, Gorontalo, Makassar, Pulau Sumbawa, dan Banda Aceh.


0 Response to "Dukungan terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia"

Post a Comment