Kisah Sahabat Nabi: "Jafar bin Abi Thalib"


Sewaktu Rasulullah Shalllallahu Alaihi Wassalam meminta beberapa sahabatnya hijrah ke Habsyi (Ethiopia), Jafar bin Abi Thalib mengajukan diri bersama istrinya,  Amma binti Umais. Maka berangkatlah sebagian kaum muslimin ke sana. Namun, hal ini tidak menyenangkan hati kaum Quraisy.

Pemimpin Quraisy mengirim dua orang utusan yang akan dikirim kepada kaisar Negus di Habsyi dengan membawa hadiah-hadiah berharga agar mau mengusir kaum muslimin. Dua orang utusan itu adalah Abdullah bin Abi Rabiah dan Amar bin Ash yang kala itu belum masuk Islam.

Sebelum bertemu kaisar, kedua utusan Quraisy terlebih dahulu bertemu Patrik dan Uskup gereja agar memberi dukungan kepada mereka. Kaisar Negus kala itu adalah penganut nasrani yang taat. Maka hadiah-hadiah yang banyak pun sampailah kepada pemuka-pemuka agama di sana, termasuk untuk kaisar Negus.


Kaisar kemudian mengundang dua utusan Qiuraisy  dan tak lupa pula mengundang kaum muhajirin. Mereka duduk satu ruangan bersama para pemuka agama dan petinggi istana. Maka dimulailah tuduhan dari kedua utusan Quraisy kepada kaum muslimin di hadapan kaisar.

“Baginda Raja yang mulia, telah menyasar ke negeri paduka orang-orang bodoh dan tolol. Mereka tinggalkan aagama nenek moyang mereka, tapi tidak pula hendak memasuki agama paduka. Bahkan mereka datang membawa agama baru yang mereka ada-adakan, yang tak pernah kami kenal, dan tidak pula oleh paduka. Sungguh kami telah diutus oleh orang-orang mulia dan terpandang di antara bangsa dan bapak-bapak mereka, paman-paman mereka, keluarga-keluarga mereka, agar paduka sudi mengembalikan orang-orang ini kepada kaumnya kembali.”

Negus lalu bertanya kepada kaum muslimin, “Agama apakah itu yang menyebabkan kalian meninggalkan bangsa kalian, tapi tak memandang perlu pula kepada agama kami?”

Jafar pun bangkit. Ia yang dengan perawakan tampan dan banyak yang mengatakannya sangat mirip Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam dalam hal ujud tubuh, sikap dan budi pekertinya, berkata kepada kaisar Negus.

“Wahai paduka yang mulia, dahulu kami memang orang-orang jahil dan bodoh. Pekerjaan-pekerjaan keji, memutuskan silaturahim, menyakiti tetangga dan orang yang berhampiran. Orang yang kuat memakan orang yang lemah, hingga datanglah masanya Allah mengirimkan RasulNya kepada kami dari kalangan kami. Kami kenal asal-usulnya, kejujuran, ketulusan dan kemuliaan jiwanya. Ia mengajak kami untuk mengesakan Allah dan mengabdikan diri padaNya dan agar membuang jauh-jauh apa yang pernah kami sembah bersama bapak-bapak kami dulu berupa batu-batu dan berhala. Beliau menyuruh kami bicara benar, menunaikan amanah, menghubungkan silaturahim, berbuat baik kepada tetangga dan menahan diri dari menumpahkan darah serta semua yang dilarang Allah.”

Jafar melanjutkan, “Dilarangnya kami berbuat keji dan zina, mengeluarkan ucapan bohong, memakan harta anak yatim, dan menuduh berbuat jahat terhadap wanita yang baik-baik. Lalu kami benarkan dia dan kami beriman kepadanya, dan kami ikuti dengan taat apa yang disampaikannya dari Tuhannya. Lalu kami beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak kami persekutukan sedikit pun juga, dan kami halalkan apa yang dihalalkanNya untuk kami. Karenanya, kaum kami sama memusuhi kami, dan menggoda kami dari agama kami agar kami kembali menyembah berhala lagi, dan kepada perbuatan-perbuatan jahat yang pernah kami lakukan dulu.

Maka sewaktu mereka memaksa dan menganiaya kami dan menggencet hidup kami, dan menghalangi kami dari agama kami, kami keluar hijrah ke negeri paduka, dengan harapan akan mendapatkan perlindungan paduka dan terhidar dari perbuatan-perbuatan aniaya mereka.”

Kaisar terkesima mendengar penjelasan Jafar lalu ia bertanya lagi, “Apakah anda membawa sesuatu (wahyu) yang diturunkan atas Rasulmu itu”

Jawab Jafar, “Ada.” Kaisar berkata, “Cobalah bacakan kepadaku.”

Jafar lalu membacakan bagian dari surat Maryam dengan khusyu dan merdu. Mendengar ayat-ayat tersebut kaisar Negus mencucurkan air mata. Begitu pula para pendeta dan pembesar-pembesar istana.  Jafar membenarkan wahyu yang telah dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam serta berkata kepada utusan Quraisy, “Sesungguhnya apa yang dibaca tadi dan yang dibawa oleh Isa as sama memancar dari satu pelita. Kemudian keduanya dipersilahkan pergi. Demi Allah kami tak akan menyerahkan mereka kepada kamu.”

Maka bubarlah pertemuan itu dan kedua utusan Quraisy harus kembali. Namun, Amr bin Ash tak kekurangan akal licik. “Demi Allah besok aku akan kembali menemui Negus, akan kusampaikan kepada baginda keterangan-keterangan yang akan memukul kaum muslimin dan membasmi urat akar mereka.”

Sahabatnya mengatakan, “Jangan lakukan itu, bukankah kita masih ada hubungan keluarga dengan mereka, sekalipun mereka berselisih paham dengan kita.” Amr menjawab, “Demi Allah, akan kuberitakan kepada Negus, bahwa mereka mendakwakan Isa anak Maryam itu manusia biasa seperti manusia yang lain.”

Keesokan harinya, kembali kedua utusan Quraisy itu kembali menghadap kaisar Negus, “Wahai Sri Paduka, orang-orang Islam itu telah mengucapkan suatu ucapan keji yang merendahkan kedudukan Isa.” Para pendeta dan kaum agama gempar dan menggoncangkan Negua. Mereka lalu memanggil orang Islam sekali lagi untuk mempertanyakan pandangan Islam mengenai Isa Al Masih.

“Bagaimana pandangan kalian terhadap Isa?” Jafar bangkit lagi dan mengatakan, “Kami akan mengatakan tentang Isa as sesuai dengan keterangan  yang dibawa Nabi kami Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.” Jafar lalu membacakan salah satu ayat Al Quran.

“Ia adalah seorang hamba Allah dan RasulNya serta kalimahNya yang ditiupkanNya kepada Maryam dan ruh daripadaNya.” QS An Nissa 4:171

Negus mengatakan memang begitulah yang dikatakan Al Masih mengenai dirinya. “Silakan anda sekalian tinggal bebas di negeriku. Dan siapa berani mencela dan menyakiti anda, maka orang itu akan mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya itu.”

Negus lalu berkata kepada pemuka agama dan pembesar –pembesar kerajaannya. “Kembalikan hadiah-hadiah itu kepada kedua orang ini. Aku tak membutuhkannya. Demi Allah, Alah tak pernah mengambil uang sogokan daripadaku, di kala ia mengaruniakan tahta ini kepadaku, karena itu aku pun tak akan menerimanya dalam hal ini.”

Demikianlah kisah para muslimin di Habsyi. Kedua utusan pun kembali ke Mekah dengan tangan hampa, sementara Jafar bersama kaum muslim yang baru memulai kehidupan baru di Ethiopia.

Kembali Dari Habsyi
Kala Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam sedang bersukaria  atas kemenangan jatuhnya Khaibar, tiba-tiba muncullah Jafar bin Abi Thalib kembali dari Ethiopia. Nabi SAW begitu bergembira atas kedatangannya. “Aku tak tahu, entah mana yang lebih menggembirakanku, apakah dibebaskannya Khaibar atau kembalinya Jafar.”

Jafar menjadi bersemangat karena ia melewatkan kisah perjalanan kaum muslim menghadapi kaum kafir yang telah ia lewatkan selama tinggal di Ethiopia. Ia melewatkan perang Badar, Uhud, Khandak dan lainnya. Hatinya pun menjadi rindu akan pergi berperang dan syahid sebagai syuhada.

Maka saat perang Muktah, Jafar tampil mengajukan diri untuk turut berperang. Perang kali ini akan menjadi perang besar karena harus menghadapi puluhan ribu tentara Romawi. Jafar diangkat menjadi pemimpin kedua dari tiga serangkai kepemimpinan perang, yaitu bersama Zaid bin Haritsah, dan Abdullah Ibnu Rawahah.

Syahid di Perang Muktah
Pasukan Romawi  sebanyak 200 ribu telah berhadap-hadapan dengan tentara muslimin yang jumlahnya tak sebanding.  Sewaktu panji kepemimpinan terlepas dari Zaid Bin Haritsah, Jafar menggantikan komandan pasukan. Ia terus menyerbu ke tengah-tengah pasukan musuh.  Ia menebas dengan pedangnya, sampai akhirnya kudanya pun mati. Jafar turun dan terus berperang.

“Wahai surga yang kudambakan mendiaminya. Harum semerbak baunya, sejuk segar air minumnya. Tentara Romawi telah menghampiri liang kuburnya. Terhalang jauh dari sanak keluarganya. Kewajibankulah menghantamnya jala menjumpainya.”

Panji bendera Islam dikepit di pangkal lengannya. Ia terus melawan musuh, sampai badannya tercabik-cabik. Bahkan sampai ia jatuh dan tak lagi berdaya, bendera itu masih dipegangnya.  Sampai segera bendera itu dipegang oleh komandan selanjutnya, Abdullah Ibnu Rawahah. Pria yng dijuluki Si Burung Surga ini akhirnya gugur sebagai syuhada seperti harapannya.

Hasan bin Tsabit mengutarakan syair mengenai sepupu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam ini,

“Maju jurit memimpin sepasukan mumin. Menempuh maut menghadap ridho Rabul Alamin. Putra Bani Hasyim yang cemerlang bak cahaya purnama. Menyibak kegelapan tiran nan aniaya. Menyabet dan menebas setiap penyerang. Akhirnya jatuh syahid sebagai pahlawan. Disambut para syuhada yang pergi lebih dahulu. Di sura naim yang menjadi idaman setiap kalbu. Alangkah besarnya pengorbanan Jafar bagi Islam. Dalam menyebarluaskan ke seluruh alam. Selama ada pejuang seperti putra Bani Hasyim ini. Pasti Islam menjadi anutan penduduk bumi.”

Sesudah Hasan bin Tsabit bangkit pula Kaab bin Malik, yang mengucapkan syairnya yang bernilai:

“Kemuliaan tertumpah atas pahlawan yang susul menyusul. Di perang Muktah, tak tergoyahkan bersusun bahu membahu. Curahan Rahmat kiranya membasuh tulang belulang mereka. Tabah dan sabar, demi Tuhan rela mempertaruhkan nyawa. Setapak pun tak hendak undur, menentang setiap bahaya. Panji perang di tangan Jafar sebagai pendahulu. Menambah semangat tempur bagi setipa penyerbu. Kedua teras pasukan berbenturan baku hantam. Jafar dikepung musuh sabet kiri terkam kanan. Tiba-tiba bulan purnama redup kehilangan jiwanya. Sang surya pun gerhana ditinggalkan pahlawannya.”

Si pemurah itu telah pergi. Jafar, si Bapak orang miskin telah memenuhi  panggilan berjuang di jalan Allah. Abdullah Ibnu Umar berkata, “Aku sama-sama terjun di perang Muktah dengan Jafar. Waktu kami mencarinya, kami dapati ia beroleh luka bekas tusukan dan lembaran lebih dari 90 tempat.”

Rasullullah Shallallahu Alaihi Wassalam menyabdakan mengenai Jafar Si Bersayap Dua di surga ini, “Aku melihatnya di surga kedua bahunya yang penuh dengan bekas-bekas cucuran darah penuh dihiasi dengan tanda-tanda kehormatan.”

Salam untukmu Jafar bin Abi Thalib. Salam untukmu para syuhada.


Sumber: G+





0 Response to "Kisah Sahabat Nabi: "Jafar bin Abi Thalib""

Post a Comment