Seorang pemuda berkisah, “Aku menginginkan seseorang yang akan menjadi teman seperjalanan, lalu aku jumpai Utsman bin Thalhah, ku ceritakan kepadanya apa maksudku, dan ia pun segera menyetujuinya. Kami keluar berangkat bersama-sama waktu siang.
Sewaktu kami sampai di suatu dataran tinggi, tiba-tiba kami bertemu dengan Amr bin Ash. Ia mengucapkan salam dan kami membalasnya. Kemudian ia bertanya, “Mau kemana tuan-tuan?” Maka kami beritakan kepadanya maksud tujuan kami, ia balik memberitakan maksudnya yang hendak menemui Nabi SAW pula, hendak masuk Islam.
Maka, berangkatlah kami bersama-sama, sehingga sampai ke kota Madinah di awal hari bulan Safar tahun yang kedelapan Hijriah. Di kala itu, aku telah dekat dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, aku segera memberi salam kenabiannya, Nabi pun membalas salamku dengan muka yang cerah. Aku pun masuk Islam dan mengucapkan syahadat yang haq…”
Demikianlah, pemuda yang berkisah itu tidak lain adalah Khalid bin Walid. Begitu sederhananya ia memasuki agama Islam. Padahal sebelumnya ia merupakan penentang yang keras terhadap agama yang dibawa Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.
Mendengar perkataan Khalid, Rasululllah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda, “Sungguh aku telah mengetahui bahwa anda mempunyai akal sehat dan aku mengharap, akal sehat itu hanya akan menuntun anda kepada jalan yang baik.”
Khalid kemudian bersyahadat dan berjanji setia kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Kemudian katanya, “Mohon anda mintakan ampunan untukku terhadap semua tindakan masa laluku yang menghalangi jalan Allah.”
Beliau menjawab, “Sesungguhnya keislaman itu telah menghapuskan segala perbuatan yang lampau.” Maka beliau pun mengucapkan doa, “Ya Allah, aku mohon ampuni dosa Khalid ibnul Walid terhadap tindakannya menghalangi jalanMu di masa lalu.” Demikianlah doa beliau kepada Khalid bin Walid, si penunggang dan penjinak kuda yang cekatan dari suku Quraisy.
Khalid sebelumnya adalah pemimpin perang dari suku Quraisy. Saat kaum muslim hampir mendapat kemenangan di perang Uhud dan sebagian pasukan muslim lengah dengan rampasan perang, Khalid lah yang memimpin penyerangan kala itu sehingga kaum muslim sempat kocar-kacir. Ia adalah pemimpin perang yang lihai sampai akhirnya Allah menuntunnya kepada Islam.
Sesudah itu datang pula Amr bin Ash, kemudian Utsman bin Thalhah, keduanya sama-sama memeluk Islam dan berjanji setia kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Memimpin Perang Muktah
Masih ingatkah pada tiga orang syuhada pemegang panji Islam di Perang Muktah. Perang melawan pasukan Romawi yang kala itu berjumlah 200 ribu, menggugurkan tiga syuhada, Zaid bin Haritsah, Jafar bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Setelah itu, panji bendera Islam dipegang oleh Khalid bin Walid.
Pada situasi perang yang menggelora itu, pemimpin pasukan ketiga Abdullah Ibnu Rawahah gugur. Tsabit bin Arqam langsung menuju bendera dan membawanya dan mengangkatnya tinggi. Ia lalu melarikan kudanya dengan gesit ke arah Khalid. “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman.”
Sebagai orang yang baru masuk Islam, seorang tentara biasa, Khalid tak langsung menerima pucuk pimpinan pasukan. “Jangan, tak usah aku yang memegang panji, andalah yang berhak memegangnya, anda lebih tua dan telah menyertai perang Badar.”
Tsabit berkata, “Ambillah, sebab anda lebih tahu muslihat perang dari aku, dan demi Allah aku tak akan mengambilnya kecuali untuk diserahkan kepada anda.” Ia lalu berteriak kepada seluruh pasukan, “Sediakah kalian di bawah pimpinan Khalid?” Semua menyetujui.
Khalid segera mengambil alih panji Islam pada perang itu. Situasi pasukan muslim kala itu begitu terpojok, sedangkan jumlah pasukan Romawi begitu besar. Keberanian dan semangat Khalid yang menggebu merontokkan mental pasukan lawan. Pandangan dan taktiknya tajam. Secepat kilat ia membagi pasukan dan memberi tugas masing-masing.
Ternyata pembagian pasukan ini membuka jalur di tengah pasukan Romawi sehingga lebih mudah digempur. Pasukan muslim bisa keluar dari kepungan tentara Romawi. Kecerdikan yang luar biasa dari siasat perang seorang muslim yang dijuluki, “Si Pedang Allah yang selalu terhunus.”
Dipilih Oleh Abu Bakar ra
Saat orang Quraisy menodai perjanjian damai dengan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, bergeraklah pasukan muslimin di bawah pimpinan Nabi SAW yang kemudian menunjuk Khalid bin Walid di sayap kanan sebagai pemimpin.
Sungguh sebuah pemandangan yang berbeda. Khalid masuk ke Mekah sebagai seorang pemimpin tentara muslim. Gunung-gunung dan dataran Mekah sebelumnya menyaksikan Khalid sebagai pemimpin pasukan watsani, penyembah berhala yang syirik.
Khalid terkenang masa dirinya yang jahiliyah, meninggalkan kota Mekah dan kembali lagi ke sana. Namun, kini ia berjalan di Mekah sebagai seorang muslim, bersama muslim yang lain yang mengumandangkan tahlil dan takbir. “Janji Allah, Allah tak pernah memungkiri janjiNya.” QS 30 Ar Rum 6
Khalid menegadahkan tangan dan berucap pada dirinya, “Benarlah, bahwa janji Allah, dan Allah tak pernah menyalahi janjiNya.”
Demikianlah Khalid, selalu berada di pasukan muslimin, bahkan sampai Rasulullah SAW tiada. Ia menjadi pemimpin perang kepercayaan khalifah Abu Bakar. Pemberontakan demi pemberontakan muncul setelah kepergian Nabi Allah itu. Banyak kabilah di Arab yang ingin membalaskan dendamnya kepada muslimin. Api dan nyala fitnah berkobar di kalangan suku Asad, Ghatfan, Abas, Thay, dan Dzibyan. Belum lagi kabilah Bani Amir, Hawazin, Salim dan Bani Tamin. Mula-mula pemberontakan kecil dan lama kelamaan membesar.
Islam benar-benar mulai digoncang pemberontakan yang didukung penduduk Bahrain, Oman dan Muhrah. Disanalah berdiri Khalifah Abu Bakar yang menyiapkan pasukan sekaligus memimpin menuju kabilah Bani Abbas, Bani Muhrah dan Dzibyan. Pertempuran demi pertempuran pecah.
Semula Abu Bakar ingin memimpin langsung pasukan ini, sampai akhirnya ia diminta untuk memimpin dari Madinah saja. Ali bin Abi Thalib memegang kekang kuda Abu Bakar untuk mencegahnya turut langsung berperang. “Hendak kemana Anda wahai Khalifah Rasulullah? Akan kukatakan kepada anda, apa yang pernah diucapkan Rasulullah di hari Uhud: Simpanlah pedangmu wahai Abu Bakar, jangan engkau cemaskan kami dengan dirimu.”
Maka Abu Bakar memimpin secara tidak langsung di Madinah. Ia memberikan tugas memimpin semua pasukan kepada Khalid bin Walid. Abu Bakar berkata, “ Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, bahwa sebaik-baik hamba Allah dan kawan sepergaulan ialah Khalid ibnul Walid, sebilah pedang di antara pedang-pedang Allah yang ditebaskan kepada orang kafir dan munafik.”
Khalid pun melaksanakan tugasnya berpindah-pindah bersama pasukannya dari satu medan tempur ke medan yang lain. Bani Hanifah bersama kabilah-kabilah yang telah bergabung dengan mereka diketuai Musailamah Kaddzab yang terkenal ganas menyusun pasukan menyambut panglima perang Khalid bin Walid.
Kedua pasukan berhadapan. Khalid mengambil posisi di dataran tinggi bukit-bukit Yamamah, sedangkan pasukan Musailamah menghadapinya dengan segala kecongkakan dan kedurhakaannya bersama barisan tentaranya yang banyak seakan-akan tak habis-habisnya berada di bawah bukit. Dari ketinggian itu, Khalid dapat melihat lebih jelas dimana titik kelemahan pasukan musuhnya.
Pada saat pasukannya kehilangan semangat, Khalid berteriak, “Tunjukkanlah kelebihanmu masing-masing, akan kita lihat hari ini jasa setiap suku!” Pasukan muslimin turun di bawah arahan Khalid dengan keberanian dan pertolongan Allah, menebas satu persatu persatu pasukan musyrik. Seperti nyamuk-nyamuk yang bergelimpangan, Musailamah dan pasukannya tewas.
Berangkat ke Irak dan Syam
Khalifah Abu Bakr di Madinah sholat syukur kepada Allah SWT karena karunia kemenangan melawan Musailamah, namun sekaligus menyadari kejahatan-kejahatan yang masih bercokol kaum Persi di Irak dan Romawi di Syam atau Syria. Mereka selalu mengintai kelemahan umat muslim. Penguasanya menyiksa rakyat mereka sendiri dan mengerahkan sebagian besarnya untuk memerangi muslimin.
Abu bakar kembali memilih Khalid untuk meruntuhkan panji-panji kemusyrikan di Irak. Berangkatlah Khalid ke Irak setelah sebelumnya si Pedang Allah itu menulis surat kepada pembesar Kisra (kaisar Persia) dan gubernur-gubernurnya di semua wilayah Irak dan kota-kotanya.
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Dari Khalid ibnul Walid kepada pembesar-pembesar Persia.
Keselamatan kepada siapa yang mengikuti petunjuk. Kemudian segala puji kepunyaan Allah yang telah memporak porandakan kaki tangan kalian, dan merenggut kerajaan kalian, serta melemahkan tipu muslihat kalian. Siapa yang sholat seperti sholat kami, dan menghadap kiblat kami dan memakan sembelihan kami, jadilah ia seorang muslim, ia akan mendapat hak seperti hak yang kami dapatkan, dan ia berkewajiban seperti kewajiban kami. Bila telah sampai kepada kalian suratku, maka hendaklah kalian kirimkan kepadaku jaminan, dan terimalah daripadaku perlindungan. Dan jika tidak, maka demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, akan ku kirimkan kepada kalian satu kaum berani mati, padahal kalian masih sangat mencintai hidup.”
Para mata-mata yang disebarkannya ke seluruh penjuru datang menyampaikan berita tentang keberangkatan pasukan balatentara yang besar yang dipersiapkan oleh panglima Persia di Irak. Khalid tak membuang waktu dan menumpas tentara bathil ini. Kemenangan demi kemenangan dicapai oleh pasukan Khalid. Sejak Ubullah ke as Sadir, disusul an Najf, lalu al Hirah, Al Anbar, sampai Kadhimiah.
Para tawanan dan rakyat yang selama ini mengalami perbudakan oleh penguasa kafir dibebaskan. “Jangan kalian sakiti para petani, biarkan mereka bekerja dengan aman kecuali bila ada yang hendak menyerang kalian. Perangilah orang yang memerangi kalian.”
Khalid kembali meneruskan perjalanannya menuju perbatasan Syam. Kemenangan yang diperoleh orang-orang Islam di Irak dari orang Persi menimbulkan harapan diperolehnya kemenangan yang sama dari orang Romawi di Syria.
Abu Bakar mengerahkan sejumlah pasukan dan untuk mengepalainya dipilihnya dari kelompok panglima yang mahir seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Amar bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan, dan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Kaisar Romawi sebenarnya telah memerintahkan jajarannya agar berdamai saja dengan pasukan muslimin. Namun, jenderal-jenderal Romawi bersikeras akan memerangi Abu Bakar dan Islam. Mereka mempersiapkan 240 ribu tentara. Mendengar persiapan Romawi ini, Khalifah Abu Bakr berkata, “Demi Allah, semua kekhawatiran dan keragu-raguan mereka akan kusembuhkan dengan kedatangan Khalid.”
Apa yang dimaksud Abu Bakr dengan kekhawatiran dan keragu-raguan adalah akan hilangnya disiplin, pembangkangan, dan kemusyirikan. Sedangkan kesembuhan adalah perintah berangkat ke Syam dari Khalifah kepada Khalid. Untuk menuju Syam, Khalid menyerahkan kepemimpinan di Irak kepada Mutsana bin Haritsah. Kemudian dibawanya prajurit pilihan menuju Syam atau Syria.
Pada medan perang, setelah memuji Allah SWT, Khalid berorasi:
“Hari ini adalah hari-hari Allah. Tak pantas kita di sini berbangga-bangga dan berbuat durhaka. Ikhlaskanlah jihad kalian, dan harapkan ridha Allah dengan amalmu. Mari kita bergantian memegang pimpinan, yaitu secara bergiliran. Hari ini salah seorang memegang pimpinan, besok yang lain, lusa yang lain lagi. Sehingga seluruhnya mendapat kesempatan memimpin.”
Orang-orang Islam yang sebelum kedatangan Khalid merasa gentar dan cemas, menyebabkan rasa gelisah dan keluh kesah memenuhi jiwa mereka. Tetapi iman mereka membuat segala pengabdian dalam gelap hati itu menjadi terang menimbulkan harapan akan kemenangan.
Khalifah Abu Bakr sangat percaya Khalid dapat mengatasi segala masalah “Demi Allah segala kekhawatiran mereka akan kulenyapkan dengan Khalid. Biarkan orang-orang Romawi dengan segala kehebatannya itu datang. Bukankah bagi kaum muslimin ada tukang pukulnya?”
Khalid adalah seorang pemimpin yang tegas. Salah satu kekhawatirannya adalah larinya pasukan muslimin terutama mereka yang baru saja masuk Islam. Rahasia kemenangan Khalid adalah tsabat. Ia tidak ingin mereka yang lari dari peperangan mempengaruhi kekuatan seluruh pasukan lainnya. Maka ia memerintahkan perempuan muslimin dan untuk pertama kalinya diberi senjata. Mereka bukan untuk berperang, melainkan berada di belakang pasukan. Khalid memerintahkan siapa saja yang lari dari peperangan, para perempuan itu boleh membunuhnya.
Saat pertempuran terjadi, berhadapan dua pasukan. Panglima pasukan Romawi bernama Mahan berbicara dengan Khalid yang waktu itu mereka berada di atas kuda masing-masing.
“Kami mengetahui, bahwa yang mendorong kalian ke luar dari negeri kalian tak lain hanyalah kelaparan dan kesulitan, jika kalian setuju, saya beri masing-masing kalian 10 dinar lengkap dengan pakaian dan makanan, asalkan kalian pulang kembali ke negeri kalian. Di tahun yang akan datang saya kirimkan sebanyak itu pula.”
Sambil menggeretakkan gigi gerahamnya karena menahan geram, Khalid memilih untuk berkata-kata baik.
“Bahwa yang mendorong kami keluar dari negeri kami, bukan karena lapar seperti yang anda sebutkan tadi, tetapi kami adalah satu bangsa yang biasa minum darah. Dan kami tahu benar, bahwa tak ada darah yang lebih manis dan lebih baik dari darah orang-orang Romawi, karena itulah kami datang.”
Panglima Khalid menggerakkan kekang kudanya dan menyatakan dimulainya peperangan. “Allahu Akbar, berhembuslah angin surga.”
Saat berkecamuknya perang, salah seorang pasukan muslim bergerak mendekati Abu Ubaidah ibnul Jarrah ra. “Aku sudah bertekad mati syahid, apakah anda mempunyai pesan penting yang akan kusampaikan kepada Rasulullah, bila aku menemui nanti?”
Jawab Abu Ubaidah, “Ada, katakan kepada beliau, ya Rasulullah, sesungguhnya kami telah menemukan bahwa apa yang dijanjikan Allah kepada kami, memang benar.”
Laki-laki yang bertanya itupun berlalu, menyerang dengan kobaran semangat api membara. Ia menebas dengan sebilah pedang dan dirinya ditebas pula oleh seribu tebasan sehingga syahid. Ialah Ikrimah bin Abi Jandal. Benar, ia adalah anak dari Abu Jabal. Sewaktu tekanan semakin keras terhadap pasukan muslim, ia berteriak, “Sungguh aku telah memerangi Rasulullah di masa yang lalu sebelum aku ditunjuki Allah masuk Islam, apakah pantas aku lari dari musuh-musuh Allah hari ini?” Ia berteriak lagi, “Siapakah yang bersedia dan berjanji untuk mati?” Pasukan muslim yang lain pun berjanji berjuang sampai mati.
Air Minum
Inilah kisah pengorbanan tiada tara dari pasukan muslim di jaman Khalid bin Walid yang masih teringat sampai sekarang. Peperangan Yarmuk yang dipimpinnya menyisakan cerita bagaimana tentara Allah kala itu yang telah sekarat saling memberikan kesempatan kepada saudara muslim lain yang terluka untuk minum. Seorang tentara yang terluka memberikan kesempatan minumnya kepada yang lain, yang diberi memberi lagi kepada yang lain, dan seterusnya. Sampai akhirnya jiwa-jiwa yang tulus itu pun gugur satu persatu melewatkan setetes air minum demi cintanya kepada Islam.
Bayangkanlah, 100 orang tentara, hanya 100 orang dari pasukan Khalid, menyerang sisi kiri Romawi yang berjumlah 40 ribu. Khalid berseru kepada 100 orang yang bersamanya itu, “Demi Allah yang diriku di tanganNya. Tak ada lagi kesabaran dan ketabahan yang tinggal pada orang-orang Romawi, kecuali apa yang kamu lihat! Sungguh aku mengharap Allah memberikan kesempatan kepada kalian untuk menebas batang-batang leher mereka!”
Demikianlah mental kaum muslim kala itu. Kaum muslim yang dipimpin Khalifah Abu Bakar ra, seorang yang lurus dan benar yang panji-panji kekuasaannya menyebar ke jazirah Arab. Namun, kesederhanaannya membuatnya tetap memerah susu kambing dengan tangannya sendiri untuk diserahkan kepada para janda yang suami mereka tiada di medan perang.
Menjadi Perhatian Romawi
Kepempimpinan Khalid mengundang perhatian seorang panglima Romawi bernama Georgius. Maka pada suatu kesempatan mereka bertemu, berkata Georgius, “Tuan Khalid, jujurlah anda kepadaku, apakah Allah telah menurunkan sebilah pedang kepada Nabi anda dari langit, lalu pedang itu diberikannya kepada anda sehingga setiap hunusan terhadap siapapun pedang itu pasti membinasakan?”
Jawab Khalid, “Tidak!”
Orang itu bertanya lagi, “Mengapa anda dinamai pedang Allah?”
Jawab Khalid, “Sesungguhnya Allah telah mengutus RasulNya kepada kami, sebagian kami ada yang membenarkannya dan sebagian pula mendustakannya. Aku dulunya termasuk orang yang mendustakannya, sehingga akhirnya Allah menjadikan hati kami menerima Islam, dan memberi petunjuk kepada kami melalui RasulNya, lalu kami berjanji setia kepadanya. Kemudian Rasul mendoakanku, dan beliau berkata kepadaku, ‘Engkau adalah pedang Allah di antara sekian banyak pedangNya’ Demikianlah maka aku diberi nama Pedang Allah.”
Pertanyaan demi pertanyaan diajukan Georgius.
“Kepada apa anda sekalian diserunya?” Jawab Khalid, “Kepada mentauhidkan Allah dan kepada Islam.”
“Apakah orang-orang yang masuk Islam sekarang akan mendapat pahala dan ganjaran seperti anda juga?” Jawabnya, “Memang, bahkan lebih.”
“Bagaimana bisa padahal anda sudah lebih dahulu memasukinya?” Jawab, “Karena sesungguhnya kami telah hidup bersama Rasulullah SAW dan sewajarnyalah bagi setiap orang yang telah melihat seperti yang kami lihat dan mendengar seperti yang kami dengar, akan masuk Islam dengan mudah. Adapun anda, wahai orang-orang yang belum pernah melihat dan mendengarnya, lalu anda beriman kepada yang ghaib, maka pahala anda lebih berlipat ganda dan besar, bila anda membenarkan Allah dengan hati ikhlas serta niat yang suci.”
Panglima Romawi itu pun berseru, “Ajarkanlah kepadaku Islam itu, hai Khalid!” Maka masuklah ia pada Islam, mempelajari sholat dengan cepat dan hanya sempat melakukan dua rakaat sholat. Itulah sholatnya yang pertama dan terakhir. Peperangan berlanjut, namun Georgius telah mengganti haluannya membela pasukan muslim. Hanya dalam waktu kehidupannya yang singkat sebagai muslim, panglima Romawi itu pun syahid.
Menyarungkan Pedang
Pada suatu hari masih di medan peperangan, datanglah sepucuk surat kepada Khalid bin Walid. Surat dibawa oleh kurir Khalifah Umar bin Khattab. Surat itu mencantumkan salam penghargaan Al faruq dari Amirul Mukminin dan berita mengenai kepergian Abu Bakr shiddiq ra. Khalifah Umar bin Khattab telah memutuskan untuk menggantikan posisi Khalid dengan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Peperangan melawan Romawi tetap berlanjut. Secara bijaksana Khalid meminta pembawa berita untuk tidak memberitahukan mengenai isi surat tersebut siapapun. Ia menyembunyikan segala berita mengenai kepergian Abu Bakar dan penggantian dirinya. Sampai suatu saat kemenangan pasukan telah diraihnya dari tentara Romawi.
Pada riwayat lain, surat itu dikirimkan kepada Abu Ubaidah yang kala itu ikut berperang bersama Khalid. Ia menyembunyikan isi surat sampai Khalid sendiri yang memutuskan kepemimpinan pasukan perang di sana.
Sampai pada satu waktu dalam suasana yang sangat tepat, Khalid memanggil Abu Ubaidah di depan pasukan muslim lainnya. Khalid memberi hormat kepadanya dan menyerahkan kepemimpinan pasukan. Semula Abu Ubaidah merasa itu sebagai olok-olok sampai ia merasa kebenarannya. Maka diciumnya Khalid di antara kedua matanya. Abu Ubaidah memuji kebesaran jiwa dan akhlaqnya.
Khalifah Umar bin Khattab melihat pedang Khalid sangatlah cepat. “Sesungguhnya pada pedang Khalid itu ada rohaqnya,” demikian penilaian Umar bin Khattab. Rohaq maksudnya ketajaman atau ketergesaan. Maka dijawab Abu Bakar, “Aku tak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah atas orang-orang kafir.”
Khalid adalah pejuang perang semenjak kecilnya. Lingkungannya, pendidikannya dan seluruh kehidupannya adalah bentangan jiwa pejuang penunggang kuda yang lihai dan ditakuti. Pedangnya adalah salah satu penebusan kesalahannya sewaktu dirinya masih jahiliyah dan memerangi Islam.
Pada suatu saat usai penaklukan Mekah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah memerintahkan Khalid menjadi dai atau penyeru Islam kepada sebuah kabilah yang berdekatan. “Aku mengutusmu sebagai dai, penyeru umat, bukan sebagai penyerang mereka.” Demikian pesan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. Namun, pedangnya telah menguasai Khalid sehingga malah menyerang kabilah tersebut.
Sambil menghadap kiblat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam berucap, “Ya Allah, aku berlepas diri kepadaMu dari tindakan yang telah dilakukan Khalid.” Akhirnya diutuslah Ali bin Abi Thalib kepada kabilah tersebut untuk memberikan tebusan ganti rugi atas kehilangan darah dan harta mereka.
Khalid pernah berada di tempat jahiliyah. Maka saat tempatnya berdiri telah berpindah kepada Islam, Khalid lah yang meruntuhkan patung-patung di Kabah dengan tangannya. Ia meruntuhkan berhala-berhala itu sambil berteriak, “ya Uzza kufranak, la subhanak! Hai Uzza keparat kau, persetan dengan kebesaranmu. Sungguh kulihat Allah telah menghinakanmu!” Usai itu, dibakarnya semua berhala.
Seorang wanita berkata, “Tak seorang wanita pun akan sanggup melahirkan lagi laki-laki seperti Khalid!”
Demikianlah sampai akhirnya pedang Khalid yang terhunus disarungkannya kembali seiring pergantian keKhalifahan. Lalu pada suatu hari, Si Pedang Allah itu dipanggil menghadap Allah Subhana Wata’ala. Khalifah Umar bin Khattab menangis sejadi-jadinya.
Apa yang dilakukan Umar bin Khattab mengganti kepemimpian Khalid hanyalah ingin mengurangi kefanatikan yang berlebih-lebihan dari kaum muslim terhadap diri panglima tersebut. Umar memberikan kesempatan jeda baginya sesaat untuk beristirahat. Semua orang mengenal Khalid bin Walid sebagai orang yang tak pernah berisitirahat. “Orang yang tidak pernah tidur dan tidak membiarkan orang lain tidur.” Namun, kini jiwa pejuang itu telah berpulang.
Khalid pernah berucap mengenai semangat perangnya. “Tak ada yang dapat menandingi kegembiraan bahkan lebih gembira dari saat malam pengantin atau di saat dikaruniai bayi, yaitu saat malam yang sangat genting di mana aku dengan tentara bersama orang-orang Muhajirin menggempur kaum musyirikin di waktu subuh!”
Khalid adalah pejuang perang. Kematian di medan perang adalah cita-citanya. Kala ia harus menyarungkan pedangnya, tak ada keinginan lain yang diiinginkannya selain kematian di tempat tidur tak membuatnya menjadi dianggap seorang penakut, dan membuat orang-orang kafir pengecut bersuka ria.
“Aku telah ikut serta dalam pertempuran di mana-mana. Seluruh tubuhku penuh dengan tebasan pedang, tusukan tombak serta tancapan panah. Kemudian inilah aku… tidak sebagai yang ku ingini, mati atas tempat tidur, laksana matinya seekor kuda! Maka akan tertidur mata orang-orang pengecut.”
Tak ada warisan yang ditinggalkam Khalid selain kuda perang dan pedangnya. Hanya dengan kedua benda itulah ia memberikan seluruh waktunya yang digunakan untuk membela agama Allah. Khalid tak menginginkan hal lainnya di dunia ini.
Selain kuda perang dan pedang, satu benda lagi yang selalu dijaganya hati-hati yaitu kopiahnya. Suatu kali kopiahnya jatuh di medang perang sehingga menyusahkannya dan orang-orang lain. Seseorang mencelanya lantaran kopiah tersebut. Khalid mengatakan bahwa di dalam kopiah tersebut terdapat sehelai rambut dari ubun-ubun Rasulullah Shalllallahu Alalihi Wassalam.
Saat jenazahnya di usung keluar rumah, ibundanya berucap…
“Orang-orang tidak dapat melebihi keutamaanmu
Mereka gagah perkasa tapi tunduk di ujung pedangmu
Engkau pemberani melebihi singa betina
Yang sedang mengamuk melindungi anaknya
Engkau lebih dahsyat dari air bah
Yang terjun dari celah bukit curam ke lembah.”
Mendengar sang ibu, Umar berkata, “Benar ucapannya! Demi Allah sungguh-sungguh demikian.”
Saat kuburan Khalid telah tertutup, ringkikan kudanya terdengar. Tali kekangnya terlepas. Kuda itu berlari mengitari kota Madinah sampai akhirnya tiba di makan tuannya. Kuda itu mengelus-eluskan kepalanya di atas makam, dari matanya keluar air. Kuda dan pedang Khalid telah diwakafkan Khalid kepada umat. Tapi, seperti si kuda, semua orang tahu, tak ada lagi yang akan menjadi pejuang penunggang kuda sejati seperti Khalid.
Suatu kali Khalid berkata mengenai perjalanannya di malam hari untuk menyerang musuh di kala subuh. “Saat subuh datang menjelma, pejalan-pejalan malam memuji suka.” Demikianlah Khalid bin Walid, telah melalui malam-malamnya dalam peperangan. Ia telah menemui subuhnya dengan kemenangan.
Umar bin Khattab melepas kepergiannya,
“Rahmat Allah bagi Abu Sulaiman. Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada yang di dunia. Ia hidup terpuji dan berbahagia setelah mati.”
Salam untukmu Khalid bin Walid. Salam untukmu pada syuhada.
Alhamdulillah
Sumber: G+
0 Response to "Kisah Sahabat Nabi: "Khalid bin Walid""
Post a Comment