Hakikat Norma, Kebiasaan, Adat Istiadat, dan Peraturan yang Berlaku dalam Masyarakat


Sudah menjadi kodratnya manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia selalu ingin hidup dalam kelompok. Manusia yang satu dan yang lainnya senantiasa melakukan hubungan dan komunikasi, serta hidup berdampingan secara bersama-sama. Seorang filsuf Yunani, Aristoteles, mengatakan manusia adalah zoon politicon. Artinya, manusia adalah makhluk yang hidup berkelompok dalam sebuah masyarakat.


Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota atau warga masyarakat memiliki kepentingan. Selain ditemukan adanya persamaan kepentingan, kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari terdapat perbedaan kepentingan antara anggota masyarakat yang satu dan yang lainnya. Tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan kepentingan tersebut dapat menimbulkan perselisihan, bahkan kekacauan. Bagaimanakah manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki berbagai kepentingan itu mampu menjaga keteraturan dan ketertiban di masyarakatnya? Bagaimanakah norma dan hukum yang diciptakan masyarakat berperan mengatur kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara?

Menurut Elwood, penyebab manusia hidup berkelompok adalah karena adanya hasrat yang sama terdapat dalam kodrat manusia itu sendiri. Dorongan tersebut meliputi:
  1. hasrat untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum;
  2. hasrat untuk membela diri; dan
  3. hasrat untuk mengadakan keturunan.
Selain hasrat yang bersifat kodrati, kebutuhan manusia untuk berkelompok diperluas dengan adanya ikatan-ikatan yang lain, seperti karena adanya hubungan darah, persamaan agama, persamaan bahasa, atau persamaan sejarah. Bahkan, menurut P. J. Bouman, manusia akan menjadi manusia sesungguhnya apabila dia hidup bersama dengan manusia lain. Dengan kata lain, ia menjadi manusia apabila telah menjadi warga masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat, tentu terdapat perbedaan kepentingan satu sama lain. Perbedaan kepentingan tersebut dapat menimbulkan adanya perselisihan, perpecahan, bahkan menjurus ke arah terjadinya kekacauan (chaos). Oleh karena itu, untuk menghindari adanya benturan-benturan akibat perbedaan kepentingan tersebut, diperlukan adanya suatu tatanan hidup yang berupa aturan-aturan dalam pergaulan hidup di masyarakat. Tatanan hidup tersebut biasanya disebut norma atau kaidah. 

Pada hakikatnya, suatu norma dibuat untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Untuk itulah, setiap norma memiliki dua macam isi, yaitu sebagai berikut.
  1. Berisi perintah, yaitu keharusan bagi seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu karena dipandang akibat akibatnya akan berdampak baik. Contohnya, seorang anak harus menghormati orangtuanya. 
  2. Berisi larangan, yaitu berupa pencegahan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena dipandang akibat-akibatnya akan berdampak buruk. Contohnya, larangan merokok di tempat-tempat umum. 
Dalam kehidupan masyarakat, terdapat empat macam norma, yaitu norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, dan norma hukum.

1. Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan yang bersumber dari pergaulan hidup dalam sekelompok manusia. Mengapa disebut dalam sekelompok manusia? Setiap kelompok manusia memiliki perbedaan dalam penerapan norma kesopanan. Norma ini hanya akan dipatuhi oleh anggota kelompoknya. Contohnya, bagi orang Eropa makan dengan menggunakan tangan kiri sudah menjadi hal biasa, tetapi bagi orang Indonesia tentunya hal tersebut tidak biasa. Contoh pelanggaran norma kesopanan ini, yaitu menghina pribadi seseorang, meludah di hadapan orang, atau berbicara kasar. Bagi mereka yang melanggar norma kesopanan, hukumannya adalah dikucilkan dan dicemoohkan. 

2. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan yang bersumber dari suara batin atau hati nurani manusia yang diyakini sebagai pedoman dalam hidupnya. Contohnya, setiap orang harus selalu berkata jujur dalam setiap tindakan. Pelanggaran terhadap norma kesusilaan akan menyebabkan seseorang merasa menyesal atau bersalah dalam hatinya. Namun, hukuman yang dirasakan ini hanya muncul pada orang yang memiliki akhlak yang baik dan orang yang bermoral. Bagi seseorang yang tidak memiliki hati nurani, tentunya tidak akan timbul penyesalan atas kesalahannya. Contoh pelanggaran norma kesusilaan ini, yaitu berbohong atau berbuat asusila.

3. Norma Agama
Norma agama adalah serangkaian peraturan yang bersumber dari perintah Tuhan Yang Maha Esa. Dalam norma agama, tidak hanya diatur hubungan antara manusia yang satu dan manusia yang lainnya. Akan tetapi, diatur juga hubungan antara manusia dan Tuhan serta antara manusia dan makhluk lain ciptaan Tuhan. Pelanggaran terhadap norma agama akan mendapatkan sanksi berupa siksaan di neraka. Contoh pelanggaran norma agama, tidak melaksanakan ibadah, melakukan perzinahan, menghasut, atau memfitnah. Norma ini hanya akan dipatuhi oleh mereka yang benar-benar memeluk agama dan mengamalkan ajaran agamanya dengan penuh keyakinan. Menurut pendapatmu, bagaimanakah jika seseorang menganut paham atheis (paham yang tidak memercayai adanya Tuhan)? Apakah mereka akan menaati norma agama dan memercayai adanya hukuman di neraka?

4. Norma Hukum
Norma hukum adalah aturan yang dibuat oleh negara yang tercantum secara jelas dalam perundang-undangan. Ciri khas norma hukum adalah memiliki sifat memaksa.Oleh karena itu, hukum harus dipatuhi oleh setiap warga atau masyarakat. Selain itu, negara memiliki aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim. Jika terjadi pelanggaran, aparat negara tersebut dapat melakukan tindakan untuk memproses pelanggaran tersebut. Negara melalui aparaturnya akan memberikan sanksi yang tegas, berupa hukuman penjara, hukuman seumur hidup, bahkan hukuman mati bagi pelanggaran yang tergolong berat.

Begitu pula dengan peraturan, peraturan harus ditaati oleh masyarakat. Selain itu, peraturan terdiri atas peraturan yang tertulis dan tidak tertulis. Peraturan tertulis merupakan peraturan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dan disahkan dalam bentuk undang-undang atau peraturan. Adapun contoh peraturan tertulis, seperti UUD 1945, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan presiden, dan peraturan daerah. 

Selain peraturan tertulis, ada juga peraturan tidak tertulis. Peraturan tidak tertulis adalah peraturan yang dibuat oleh masyarakat dengan jalan musyawarah antartokoh masyarakat. Peraturannya pun tidak tertulis dalam suatu buku, tetapi dalam bentuk kesepakatan anggota masyarakat. Selain itu, sanksinya pun hanya diasingkan oleh masyarakat. 

Peraturan tidak tertulis bisa merupakan suatu kebiasaan dari suatu masyarakat atau kebiasaan suatu negara dalam menjalankan ketatanegaraannya. Adapun contoh peraturan tidak tertulis dalam ketatanegaraan, yaitu pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus dan dalam masyarakat, seperti di masyarakat Yogyakarta ada acara malam 1 Syura. Namun, tidak semua peraturan tertulis dilaksanakan, tetapi peraturan tertulis dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dalam undang-undang harus dilaksanakan karena mempunyai sanksi yang tegas.

Selain hukum yang tertulis, terdapat pula kaidah hukum yang tidak tertulis, yang disebut dengan hukum kebiasaan. Menurut pendapat A. Ridwan Halim kebiasaan adalah tata cara hidup yang dianut oleh suatu masyarakat atau suatu bangsa dalam waktu yang lama, dan memberikan pedoman bagi masyarakat yang bersangkutan untuk berpikir dan bersikap dalam menghadapi berbagai hal yang terjadi dalam kehidupannya. Apabila kebiasan telah diterima oleh masyarakat umum dan dilakukan secara berulang-ulang serta dianggap baik atau bermanfaat, maka segala tindakan yang bertentangan dengan kebiasaan tersebut akan dirasakan sebagai perbuatan pelanggaran hukum. Dengan demikian, kebiasan dalam pergaulan hidup di masyarakat dipandang sebagai hukum.

Hukum kebiasaan dibentuk oleh lingkungan setempat. Salah satu contoh hukum kebiasaan yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat, salah satunya kebiasaan masyarakat Dayak yang mengharuskan perkawinan dilaksanakan dengan sistem endogami, yaitu perkawinan antarkeluarga yang masih terdapat dalam satu rumpun suku bangsa bersangkutan. Utrecht mengemukakan bahwa hukum kebiasaan adalah himpunan kaidah-kaidah yang meskipun tidak dibentuk oleh badan perundang-undangan, tetapi masyarakat tetap mematuhinya.

Dalam suatu komunitas masyarakat selain terdapat istilah kebiasaan dikenal pula istilah adat. Kata adat berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti kebiasaan. Di berbagai daerah dikenal pula istilah adat, misalnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur digunakan istilah adat, sedangkan di daerah Minahasa dan Maluku digunakan istilah adat kebiasaan. Van Vollenhoven mengemukakan bahwa ada adat yang memiliki sanksi dan ada pula adat yang tidak memiliki sanksi. Adat yang memiliki sanksi disebut dengan hukum adat, sedangkan adat yang tidak memiliki sanksi disebut kebiasaan. Hukum adat menurut pendapat Umar Mansjur Sjah adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan kebiasaan maupun kesusilaan yang hidup di masyarakat tersebut. 

Bagaimanakah sifat hukum adat Indonesia itu? Terdapat empat macam sifat hukum adat Indonesia yaitu:
  1. Komunal, artinya hukum adat mempunyai sifat kebersamaan yang kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk yang memiliki ikatan kemasyarakatan yang sangat erat. 
  2. Magis-religius, artinya hukum adat Indonesia mempunyai pandangan hidup dan cara berpikir yang memadukan kepercayaan, seperti animisme, prelogis, ilmu-ilmu ghaib, atau kesaktian. 
  3. Pikiran serba kongkret, artinya hukum adat Indonesia memperhatikan hubungan hukum secara nyata, apa yang diinginkan dalam pikirannya selalu diwujudkan dalam kehidupan nyata. 
  4. Visual, artinya hukum adat terjadi disebabkan oleh suatu ikatan dalam masyarakat. Misalnya, tata cara upacara perkawinan antara orang Jawa dan orang Sumatra pasti akan berbeda jika dilihat dari bentuk penampilannya, baik pakaian maupun keseniaannya. Namun, pada intinya memiliki arti dan hikmah yang sama.


0 Response to "Hakikat Norma, Kebiasaan, Adat Istiadat, dan Peraturan yang Berlaku dalam Masyarakat"

Post a Comment