Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaaan, dan kekhususan daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan
daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
otonomi daerah, perlu memperhatikan aspek-aspek hubungan antarsusunan
pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelanggarakan otonomi daerah dalam kesatuan system penyelenggaraan
pemerintahan negara. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya
dilaksanakan secara adil dan selaras. Di samping itu perlu memperhatikan
peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar daerah dapat menjalankan perannya
tersebut, daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya yang disertai pemberian
hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Prinsip
otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam arti
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di
luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004. daerah memiliki wewenang membuat kebijakan daerah untuk memberi
pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraaan rakyat.
Selain prinsip
tersebut di atas dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung
jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah
ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah, sehingga isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu
sama dengan daerah lainnya. Otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.
Dalam
penyelenggaraan pemerintahan harus berpedoman pada asas umum penyelenggaraan
negara yaitu:
- Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
- Asas tertib penyelenggara negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keselarasan, dan kesinambungan dalam pengendalian penyelanggara negara.
- Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
- Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak aasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
- Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
- Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, menggunakan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas dekonsentrasai adalah
pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Sedangkan
asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah
kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintahan kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Penyelenggaraan
pemerintahan daerah berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah harus menjamin
keserasian hubungan antara daerah satu dengan daerah lain, artinya mampu
membangun kerja sama antardaerah dan juga menjalin hubungan yang serasi antara
daerah dengan pemerintah pusat. Menjaga hubungan serasi dengan pemerintah pusat
dimaksudkan untuk tetap terjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka tujuan negara.
Agar otonomi
daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, maka
pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti
dalam penelitian, pengembangan, perencanaan, dan pengawasan. Di samping itu,
memberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian,
koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Dalam hal ini pemerintah wajib memberikan
fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada
daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan
efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berkaitan
dengan pengertian desentralisasi di atas, Litvack dan Seddon sebagaimana
dikutip oleh Sadu Wasistiono (2002 : 17-18) menyatakan bahwa desentralisasi
adalah the transfer of authority and
responsibility for public function from central government to subordinator
quasi-independent government organization or he private sector. Dengan
demikian yang dimaksud desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung
jawab fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat ke
pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintah yang semi bebas
maupun kepada sektor swasta.
Creema dan
Rondinelli (1983) membagi desentralisasi menjadi empat tipe yaitu:
- Desentralisasi politik, yang bertujuan menyalurkan semangat demokrasi secara positif di masyarakat.
- Desentralisasi administrasi, yang memiliki tiga bentuk utama yaitu dekonsentrasi, delegasi, dan devolusi, bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
- Desentralisasi fiskal, bertujuan memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali berbagai sumber dana.
- Desentralisasi ekonomi atau pasar, bertujuan untuk lebih memberikan tanggung jawab yang berkaitan sektor publik ke sektor privat.
Agar
desentralisasi berhasil dengan baik, menurut Litvack dan Seddon yang dikutip
Sadu Wasistiono (2002:19) diperlukan lima kondisi, yaitu:
- Kerangka kerja desentralisasi harus memperlihatkan kaitan antara pembiayaan lokal dan kewenangan fiskal dengan fungsi dan tanggung jawab pemberian pelayanan oleh pemerintah daerah.
- Masyarakat setempat diberi informasi mengenai kemungkinankemungkinan biaya pelayanan serta sumber-sumbernya, dengan harapan keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah menjadi lebih bermakna.
- Masyarakat memerlukan mekanisme yang jelas untuk menyampaikan pandangannya sebagai upaya mendorong partisipasinya.
- Harus ada sistem akuntabilitas yang berbasis publik dan informasi yang transparan yang memungkinkan masyarakat memonitor kinerja pemerintah daerah.
- Harus didesain instrumen desentralisasi seperti kerangka kerja institusional, struktur tanggung jawab pemberian pelayanan dan sistem fiskal antara pemerintah.
Kebijakan
otonomi daerah secara yuridis telah diamanatkan oleh Ketetapan MPR No. XV /
MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan serta Pertimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR
tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
Selain alasan
yuridis yang disebutkan di atas kebijakan otonomi daerah juga dalam upaya
menghadapi globalisasi yang masuk dalam kehidupan kita yang mau tidak mau, suka
tidak suka daerah harus lebih diberdayakan dengan cara diberi kewenangan yang
lebih luas, lebih nyata, dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya
masing-masing.
Otonomi
pertama yang telah digulirkan sejak tahun 1999, tujuan utamanya adalah di satu
pihak membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam
menangani urusan domestik, sehingga ia berkesempatan mempelajari, memahami, dan
merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada
saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada
perumusan kebijakan makro nasional
yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan
mengalami proses pemberdayaan yang sangat berarti. Kemampuan prakarsa dan kreaktivitas
akan terpacu, sehingga kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai masalah domestic
semakin kuat. Menurut Syaukani, Affan Gaffar, dan Ryaas Rasyid (2002 : 172)
desentralisasi merupakan simbol adanya kepercayaan pemerintah pusat kepada daerah.
Ini dengan sendirinya akan mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat
daerah.
Dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor. 33
Tahun 2004, maka kewenangan itu didesentralisasikan ke daerah, ini mengandung makna,
pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah, kewenangan
mengurus dan mengatur memanajemen rumah tangga daerah di serahkan kepada masyarakat
di daerah. Dengan demikian pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor,
pemantau, pengawas, dan pengevaluasi.
0 Response to "Tentang Otonomi Daerah"
Post a Comment