Dinasti-Dinasti yang Memerdekakan Diri dari Baghdad
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman Bani Umayyah. Akan tetapi, berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Kukuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spayol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah yang tidak dikuasai khalifah. Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti. Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari persoalan politik. Provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas.
Provinsi-provinsi tersebut pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi pergolakan-pergolakan yang muncul. Namun pada saat wibawa khalifah mundur, mereka melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan khalifah, tetapi beberapa diantaranya bahkan berusaha menguasai khalifah itu sendiri. Adapun dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah, di antaranya adalah:
1. Yang berbangsa Persia
2. Yang berbangsa Turki
3. Yang berbangsa Kurdi
4. Yang berbangsa Arab
5. Yang mengaku dirinya sebagai khalifah
Perebutan Kekuasaan Di Pusat Pemerintahan
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Pertumpahan darah pertama dalam Islam karena perebutan kekuasaan terjadi pada masa kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib. Ali mendapat pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan pemberontakan itu adalah Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela terhadapdarah Usman yang di tumpahkan secara zalim. Pemberontakan-pemberontakan yang muncul pada masa Ali ini bertujuan untuk menjatuhkannya dari kursi khalifah dan diganti oleh pemimpin pemberontak itu. Hal yang sama juga terjadi pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus. Pemberontakan-pemberontakan sering terjadi, diantaranya, pemberontakan Husein Zubair, dan terakhir pemberontakan Bani Abbas yang untuk pertama kalinya menggunakan nama gerakan Bani Hasyim. Pemberontakan terakhir ini berhasil dan kemudian mendirikan pemerintahan baru yang diberi nama Khilafah Abbasiyah atau bani Abbas.
Kelemahan dan konflik di kalangan pemerintahan Abbasiyah dimanfaatkan oleh dinasti lain yang mempunyai kekuatan dan pengaruh besar di kalangan masyarakat untuk mengendalikan kekuasaan khalifah, di samping masih ada khalifah yang dijadikan tidak lebih sebagai “lambang negara”. Diantaranya yaitu dinasti Buwaihiyah, dan setelah kehancuran Buaihiyah pada tahap berikutnya Baghdad dikuasai dinasti Salajikah.
Dinasti Buaihiyah merupakan sebuah dinasti yang berdasarkan garis kekeluargaan yang mampu menguasai Baghdan di masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah, yang di mulai pada masa khalifah al Mustakhi, di mana ketika itu, segala kebijaksanaan kekuasaan dinasti Abbasiyah berada di genggaman mereka.
Perang Salib
Peristiwa besar ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian itu bertambah setelah dinasti Seljuk dapat merebut Bait Al-Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasaan Seljuk menetapkan beberapaperaturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah ka sana. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk memperoleh kembali keleluasan berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perlakuan penguasa Muslim terhadap warga negara non muslimterutama Kristen di wilayah taklukan sangat baik. Misalnya mereka diberi kebebasan menjalankan agamanya dan dalam pelayanan umum mereka diberi hak yang sama seperti orang muslim. Pemerintah muslim memandang kota suci yang layak dilindungi. Namun umat Kristen tetap menaruh rasa benci terhadap penguasa Muslim.
Terdapat beberapa sebab sebagai awal terjadinya Perang Salib, di antara sebeb-sebab tersebut adlaah sebagai berikut:
- Perang salib adalah puncak dari sejumlah konflikantara negara Barat dan negara Timur (pihak Kristen dan pihak Muslim). Perkembangan dan kemajuan umat muslim yang sangat pesat menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh Barat Kristen.
- Munculnya kekuasaan Bani Saljuk yang berhasil merebut Asia kecil setelah mengalahkan pasukan Bizantium di Manzikart tahun 1071 M dan selanjutnya Saljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan dinasti Fatimiyah pada tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuk di Asia kecil dan Yerussalem dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen barat untuk melaksanakan ibadah di Baitul Maqdis dan menyebarkan fitnah bahwa penguasa Islam Saljuk memperlakukan secara kejam umat Kristen hingga membakar amarah uman Kristen Eropa. Sebenarnya pihak Muslim memberikan kebebasan dalam menjalankan agama.
- Sejak abad ke-10 pasukan Muslim menjadi penguasa jalur perdagangan di lautan tengah. Para pedagang Pisa, Vinesia, dan Genoa merasa terganggu atas kehadiran pasukan Islam. Satu-satunya jalan untuk memperluas dan memperlancar perdagangan mereka adalah dangan mendesak kekuatan Muslim dari lautan.
- Propaganda Alexius Comnenus kepada Paus Urbanus II. Paus Urbanus II segera mengumpulkan tokoh-tokoh Kristen pada tanggal 26 November 1095 di Clermont, sebelah tentara Perancis. Tujuan utama Paus saat itu adalah memperluas pengaruhnya sehingga gereja-gereja Romawi akan bernaung di bawah otoritasnya.
Perang Salib yang berlangsung dalam kurun waktu hampir dua abad, yaitu antara tahun 1095-1291 M. Dalam perang Salib tentara Kristen menangkap perempuan dan anak-anak lalu membunuh mereka. Perang Salib yang berlangsung sangat lama ini membawa beberapa akibat yang sangat berarti bagi perjalanan sejarah dunia. Perang Salib menjadi penghubung bagi bangsa Eropa mengenali dunia Islam secara lebih dekat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat timur yang maju menjadi dorongan pertumbuhan intelektual bangsa Barat khususnya Eropa. Selama periode perang Salib, panglima dan pasukan Muslim menunjukkan sikap mereka yang sangat menawan dan bijaksana. Mereka penuh kesabaran dalam berjuang dan gigih dalam pertahanan, pemaaf, dan ksatria.
Sebab-Sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas
Saat berlangsungnya perang Salib, kekhalifahan Abbasiyah sedang dilanda konflik politik internal bahkan ketika kekuasaannya terancam oleh serangan pasukan salib, mereka sama sekali tidak mengambil sikap peduli. Mereka bermalas-malasan di istana dan berlaku boros. Pola kehidupan yang buruk seperti ini berlangsung hingga Baghdad ditundukkan oleh Hulagu Khan. Sebab-sebab runtuhnya kekhalifahan Abbasiyah adalah sebagai berikut:
- Mayoritas khalifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi melainkan tugas dan kewajiban mereka terhadap Negara. Mereka hidup secara boros dan mewah dengan minuman keras, musik dan wanita.
- Supremasi bangsa Turki pada periode akhir Abbasiyah. Sepeninggalan khalifah al-Mutawakkil pengaruh kekuatan Turki semakin kuat bahkan khalifah pengganti al-Mutawakkil tidak mampu menekannya. Akibatnya kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas ketinggian posisi bangsa Turki dalam pemerintahan Abbasiyah. Sikap anti Turki menimbulkan gerakan pelepasan diri dinasti-dinasti yang membawa akibat fatal terhadap keutuhan imperium Abbasiyah.
- Para khalifah cendrung mengabaikan urusan kemiliteran. Karena tidak adanya program ekspansi pada masa ini, maka para khalifah tidak menaruh perhatian pada urusan kemiliteran. Hal ini menyababkan menurunnya semangat kemiliteran pasukan Muslim sehingga ketika kekuasaan Abbasiyah diserang mereka tidak punya kemampuan melawan musuh.
- Hubungan antar wilayah propinsi dan pusat pemerintahan di Baghdad semakin merenggang.
- Permusuhan antar suku dan antar agama menegang pada masa akhir kekuasaan Abbasiyah.
- Kemerosotan perekonomian negara akibat penglepasan provinsi dari pemerintahan pusat menjadi dinasti-dinasti kecil. Akibatnya warga negara dibebani pajak yang tinggi untuk kepentingan kalangan istana yang malah boros dan bermewah-mewahan.
- Penyerangan Hulagu Khan yang menghancurleburkan kota Baghdad menandai berakirnya kekuasaan daulah Abbasiyah selama-lamanya.
0 Response to "Disintegrasi Pemerintahan Bani Umayyah"
Post a Comment