Kisah Pangeran Remeh dan Puteri Jelita


Dahulu kala ada seorang pangeran yang dijuluki Pangeran Remeh karena ia suka memperhatikan hal-hal kecil yang dianggap remeh oleh orang lain. Kedua kakaknya pun sering meremehkannya. Suatu hari, Puteri Jelita, dari kerajaan tetangga, mengadakan sayembara. Jika ada pangeran yang dapat mengalahkannya dalam berbicara, ia dapat menjadi suaminya. Puteri Jelita terkenal sangat pandai dan fasih berbicara.


Belum ada seorang pun yang mampu mengalahkannya. Begitu sayembara tersebut diumumkan, berduyun-duyun pangeran dari berbagai negeri datang untuk mengadu kepandaian dengan sang Puteri. Tak terkecuali Pangeran Remeh dan kedua kakaknya.

“Hahaha…mana mungkin kamu bisa mengalahkan kepandaian Puteri Jelita! Dalam satu kata saja pasti langsung kalah!” ejek Pangeran Sulung kepada Pangeran Remeh.

“Betul! Hanya orang pintar dan hebat yang bisa menang!” timpal Pangeran Kedua.

Pangeran Remeh tidak memedulikan ejekan kedua kakaknya. Ia tetap mengikuti sayembara itu. Kemudian berangkatlah mereka menuju kerajaan sang Puteri. Sepanjang perjalan, Pangeran Sulung dan Pangeran Kedua asyik bercakap tanpa mengajak Pangeran Remeh ikut berbicara. Pangeran Remeh bersiul-siul sambil memperhatikan sekelilingnya.

“Hei!” tiba-tiba Pangeran Remeh menghentikan kudanya. Ia melihat bangkai burung tergeletak di tepi jalan. Segera saja ia turun dan memungutnya.

“Bodoh! Buat apa barang menjijikkan itu kamu ambil?” tanya kakak sulungnya.

“Siapa tahu berguna!” sahut Pangeran Remeh dengan tenang, lalu naik ke kudanya, melanjutkan perjalanan.

Tak lama kemudian Pangeran Remeh menghentikan kembali kudanya. Ia melihat botol melintang di tengah jalan. Ia memungutnya. Lagi-lagi ia diolok.

“Benar-benar bodoh. Barang-barang tak berguna seperti itu hanya akan membuatmu bertambah bodoh saja!” ejek Pangeran Kedua.

“Tak berguna bagimu, tapi siapa tahu berguna bagiku!” sahut Pangeran Remeh dengan santai.

Mereka melanjutkan perjalanan. Setelah cukup jauh, Pangeran Remeh kembali menghentikan kudanya. Kali ini ia memungut seutas tali di jalan.

“Lagi-lagi barang remeh. Buat apa?” gerutu Pangeran Sulung dengan wajah kesal.

“Remeh bagimu. Buatku ini penting,” jawab Pangeran Remeh seraya memasukkan tali itu ke dalam tas.

Akhirnya, tibalah mereka di ibu kota kerajaan. Ternyata sudah banyak peserta yang mencoba dan gagal. Pangeran Sulung akhirnya mendapat giliran pertama. Ia diantar ke tempat sang Puteri, yang sedang duduk di depan perapian menyala. Tentu saja ruangan menjadi sangat panas. Pangeran Sulung duduk di depan Puteri Jelita, yang diam seribu bahasa. Setelah beberapa menit, Pangeran Sulung merasa kikuk mencoba mengajaknya berbicara.

“Wah, tempat ini panas juga, ya?”

“Memang,”sahut Puteri.”Tapi apa yang ada di hatiku, lebih panas lagi!”

Pangeran Sulung bingung mendengar jawaban Puteri. Ia tidak tahu apa lagi yang harus dibicarakan. Akhirnya, Puteri Jelita bertepuk tangan sebagai tanda Pangeran Sulung gagal. Kemudian giliran Pangeran Kedua. Ia mengalami nasib yang sama dengan kakaknya. Tibalah giliran Pangeran Remeh. Ia juga duduk di depan sang Puteri. Tak lama kemudian ia mulai berkeringat.

“Ampun! Panas sekali, ya?” celetuknya.

“Ya, memang panas,”jawab sang Puteri. “Tapi panas seperti ini hanya setengah dari panas yang ada di hatiku!”

“Oya?” sahut Pangeran Remeh. Lalu ia mengeluarkan bangkai burung dari tasnya. “Kalau begitu, saya bisa memanggang burung ini!”

“Oh, jangan! Nanti lemaknya mencair jadi minyak dan mengotori lantai!”

“Tenang! Saya tampung minyaknya dalam botol ini! Lihat!”

“Tapi botol itu bisa retak kalau diisi minyak panas!”

“Jangan khawatir! Kalau retak, saya ikat dengan tali! Nih, talinya!”

Jawaban-jawaban Pangeran Remeh membuat Puteri tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia menyerah lalu berseru kepada Raja, “Ayahanda, aku sudah dikalahkan!”

“Oh, tidak. Bukan Sang Puteri yang saya kalahkan, “ujar Pangeran Remeh. “Tapi peserta lainnya sebab mereka meremehkan hal-hal kecil di sekelingnya!”.

Akhirnya, Pangeran Remeh memenangkan sayembara dan mempersunting Puteri Jelita. Tak lama kemudian ia diangkat menjadi raja dan memerintah dengan bijaksana.