Impian Penebang Kayu


Candri adalah seorang penebang kayu. Setiap hari ia pergi ke hutan untuk menebangi pohon dengan kapaknya. Dari sebuah pohon, ia mendapatkan berpuluh-puluh ikat kayu bakar. Kayu bakar yang dikumpulkannya dijualnya ke kota. Sebenarnya penghasilannya cukup untuk hidup. Namun Candri merasa tidak puas. Ia ingin seperti tetangganya, Pak Toma. “Seandainya aku kaya dan bisa bermalas-malasan seperti Pak Toma,” gumamnya. 

Hampir setiap hari Candri melihat Pak Toma duduk di kursi malas. Pak Toma memang bisa bermalas-malasan karena ia kaya. Candri menyesali hidupnya yang sederhana. Ia merasa iri melihat kehidupan Pak Toma. Candri berpikir, Pak Toma tidak pernah merasa letih seperti dirinya. “Mengapa hidupku seperti ini?” keluh Candri sambil duduk di bawah pohon.


Candri yang lelah mulai tertidur. Tiba-tiba peri hutan muncul dan berbisik padanya.

“Candri, apakah kau ingin bertukar hidup dengan orang seperti Pak Toma?”

Dengan mata terpejam Candri menjawab,”Ya, aku ingin seperti Pak Toma. Karena hidupnya mudah dan penuh kemewahan.

“Permintaanmu akan terkabul, Candri,” kata peri hutan. Tak lama kemudian peri itu menghilang.

Ketika bangun, Candri berada di tempat yang berbeda. Ia berada di sebuah rumah yang sangat indah. Rumah yang mirip dengan Pak Toma. Perabot-perabot yang ada di dalam rumah sangat mewah. Pelayannya pun ada beberapa. “Aa.. aku kaya, aku kaya,” kata Candri takjub. Candri yang berada di atas kursi malas ingin segera bangun. Candri berusaha bangun dari kursi malas.

“Aduuuuh…,” keluhnya. Badannya terasa aneh, terasa tidak sehat. Candri berusaha menggerakkan tubuhnya, tapi ia merasa sakit. Saat ia ingin berjalan, ia harus dibantu para pembantunya. Rumah yang luas dan mewah jadi sulit dijelajahi. Makanan yang enak tersedia. Namun karena mulutnya terasa pahit, makanan itu terasa tak enak. Candri dapat merasakan kehidupan Pak Toma yang sebenarnya. Ia kaya, tapi sakitsakitan. Rasa irinya kepada Pak Toma lenyap, berganti menjadi rasa iba. “Aku ingin kembali ke kehidupanku semula,” gumam Candri sungguh-sungguh. Kemudian Candri berdoa. Ajaib. Tiba-tiba Candri terbangun di bawah pohon di hutan. Badannya terasa segar. “Oh untunglah. Ini hanya mimpi. Namun rasanya seperti nyata,” gumam

Candri. Candri merasa lega, wajahnya pun menjadi cerah. Ia menyelesaikan pekerjaannya dengan gembira. Diam-diam, peri hutan yang mengawasinya tersenyum. Candri merasa bersyukur. Walaupun hidupnya sederhama, tapi badannya sehat. Sehingga ia bisa bekerja dan makan dengan enak. Candri segera pergi ke kota dan menjual kayu bakarnya. Sebagian uang yang didapatnya ia belikan buah-buahan untuk Pak Toma. Betapa senangnya Pak Toma. Candri yang biasanya tidak ramah, kini menjadi pemuda yang bersikap baik. Candri pun merasa sangat bahagia karena sudah membuat Pak Toma tersenyum.