Waspada Penyakit HIV/AIDS


Seperti kita ketahui, jumlah penderita AIDS semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kenyataan tersebut tentunya menjadi sesuatu yang memprihatinkan bagi kita semua. Meskipun demikian, masih banyak di antara kita yang kekurangan informasi mengenai penyakit yang disebabkan oleh serangan virus HIV ini.

HIV/AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. AIDS merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit pada seseorang karena berkurangnya sistem kekebalan tubuh akibat serangan HIV. HIV mempunyai kemampuan mengubah diri sehingga mudah melakukan mutasi bila suatu kondisi tidak menguntungkan hidupnya. HIV hanya bisa hidup pada cairan/ jaringan tubuh manusia. HIV masuk ke dalam pembuluh darah melalui “pintu masuk” berupa luka pada tubuh, kemudian menyerang sel-sel kekebalan tubuh sehingga sistem pertahanan tubuh penderita mengalami kelumpuhan.

AIDS merupakan penyakit baru dan unik yang ditemukan pertama kali tahun 1981 di kalangan pria homoseksual Amerika Serikat. Kala itu ditemukan gejala pneumonia yang disebabkan parasit yang disebut pneumocystis carinii. Ternyata gejala ini disertai dengan penurunan berat badan. Barulah pada tahun 1983, para ilmuwan menjawab misteripenyebab penyakit ini dan pada tahun 1986, WHO menetapkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) sebagai penyebabnya. 

AIDS perlu diwaspadai sebab (1) merupakan penyakit menular yang cepat mendunia dan dapat diderita oleh siapa saja; (2) angka kasus AIDS merupakan fenomena “gunung es”; (3) belum ditemukan obat atau vaksin pencegahan; (4) perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV bervariasi di semua negara; (5) seseorang dapat terinfeksi tanpa disadarinya sehingga menjadi sumber penularan secara diam-diam (carrier); (6) masih kurangnya informasi kepada masyarakat; (7) banyak diderita oleh mereka yang sedang dalam usia produktif (15 – 55 tahun) dan menyebabkan kematian.

Di Indonesia, peningkatan jumlah penderita AIDS disebabkan oleh (1) industri seks komersial tersebar luas; (2) tingginya kasus penyakit menular seksual di kalangan pekerja seks komersial; (3) tingginya mobilitas pekerja seks antarkota dan antarpulau; dan (4) terjadi pergeseran nilai terhadap seksualitas.

Bila seseorang terinfeksi HIV maka hampir di seluruh cairan tubuhnya mengandung HIV tetapi dengan jumlah berbeda-beda. Walaupun demikian, yang terbukti dapat menularkan adalah HIV yang terdapat di darah, air mani, dan cairan cervix atau vagina. HIV menular melalui “pintu masuk” berupa luka, luka borok, dan yang memungkinkan terjadinya pertukaran cairan tubuh yang mengandung virus ke peredaran darah orang yang belum terinfeksi.



Perkembangan HIV di Dalam Tubuh Penderita
Virus HIV mengalami perkembangan di dalam tubuh penderita. Setelah 5–10 tahun tertular HIV, penderita mulai menunjukkan gejala bermacam penyakit yang disebabkan oleh rendahnya daya tahan tubuh sehingga ia menderita penyakit AIDS (Acuired Immuno Deficiency Syndrome).

Penyakit AIDS bukan merupakan penyakit keturunan, tetapi penyakit ini diperoleh akibat terinfeksi HIV. Dalam tubuh manusia, terdapat sel-sel darah putih yang berfungsi melawan dan membunuh kuman atau bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Jika seseorang terserang virus HIV, sel-sel darah putih dihancurkan oleh virus tersebut sehingga tidak mampu lagi melawan kuman penyakit dan mudah terserang penyakit infeksi lain. Penyakit ringan seperti influenza akan menjadi semakin parah bila menyerang pengidap HIV/AIDS. Kematian dapat terjadi karena penyakit infeksi lain yang tidak dapat disembuhkan.

Tahapan-tahapan HIV menjadi AIDS memiliki gejala-gejala sebagai berikut:
a. Tahap awal infeksi HIV
Gejala yang timbul pada tahap ini adalah influenza (deman, lemah, lesu, sendi terasa nyeri, batuk, nyeri tenggorokan, dan pembesaran kelenjar). Gejala ini biasanya akan hilang dengan sendirinya dan berlangsung hanya dalam beberapa hari atau beberapa minggu saja.

b. Tahap tanpa gejala
Meskipun tidak ada gejala yang nampak, tetapi bila dilakukan tes darah akan ditemukan antibodi HIV dan disebut HIV+. Masa ini dapat berlangsung bertahun-tahun sekitar 5–7 tahun.

c. Tahap ARC (AIDS Related Complex)
Pada tahap ini, muncul gejala-gejala AIDS. ARC adalah di mana terdapat dua atau lebih gejala yang berlangsung selama tiga bulan atau lebih, yaitu demam yang disertai keringat, penurunan berat badan hingga mencapai 10%, kelemahan tubuh yang mengganggu aktivitas berkala atau terus menerus dalam waktu lama tanpa sebab yang jelas, batuk, dan sesak napas lebih dari satu bulan, kulit gatal dan bercak-bercak merah kebiruan, sakit tenggorokan dan pendarahan yang tidak jelas sebabnya.

d. Tahap AIDS
Yaitu masa di mana muncul infeksi lain yang berbahaya (TBC, jamur, dan lain-lain) yang disebabkan oleh kekebalan tubuh yang telah demikian rusak, yang disebut infeksi oportunistik. Di samping itu, dapat terjadi kanker kulit dan kanker kelenjar getah bening.

e. Tahap gangguan otak (susunan saraf pusat)
Pada tahap ini, sel otak dapat mengalami kematian. Akibatnya, penderita dapat mengalami dimensia (gangguan daya ingat), penurunan kesadaran, gangguan psikotik, depresi, dan gangguan saraf.

Jalur Penularan HIV/AIDS
Ada 3 jalur penularan HIV, yaitu melalui hubungan seks, melalui darah yang mengandung HIV, dan dari ibu yang mengandung HIV kepada anak yang dikandung dan pasangan seksualnya.

a. Hubungan Seks
Terjadinya gesekan-gesekan selama hubungan seks menyebabkan adanya luka lecet kecil yang bahkan tidak terasa dan tidak kelihatan. Melalui “pintu masuk” itulah HIV masuk ke dalam peredaran darah dari sumber infeksi. Hubungan seks melalui anus lebih berisiko daripada melalui vagina karena mukosa anus menjadi luka sewaktu berhubungan seks.

b. Darah yang Mengandung HIV
Infeksi HIV dapat terjadi melalui transfusi darah yang mengandung virus atau pada waktu transplantasi (cangkok) organ tubuh dari donor yang mengidap HIV. Juga melalui alat suntik yang tidak steril dan dipakai bergantian yang mungkin salah seorang di antaranya mengandung HIV.

c. Ibu Pengidap HIV kepada Bayinya atau Pasangannya
Hasil penelitian membuktikan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang mengidap HIV akan tertular dengan kemungkinan sekitar 30% dan terjadi pada saat masih di dalam kandungan, saat persalinan, atau ketika menyusui.


Orang yang Berisiko Tertular HIV/AIDS
Setelah mempelajari uraian sebelumnya, kita mendapat gambaran bahwa orang-orang yang berisiko tertular HIV, yaitu:
a. mereka yang suka berganti-ganti pasangan seksual,
b. penerima transfusi darah,
c. pecandu narkoba yang menggunakan jarum suntik,
d. pasangan dari pengidap HIV, dan
e. bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV.

Walaupun demikian, tumbuh kesadaran bahwa HIV tidak begitu saja menular kepada seseorang melalui pergaulan sehari-hari. Hal tersebut disebabkan:
a. HIV sulit hidup di luar tubuh manusia,
b. HIV tidak dapat menembus kulit normal atau pori-pori, dan
c. HIV tidak menular melalui
1) batuk, bersin, tertawa, bicara, atau berciuman (sosial),
2) bersentuhan,
3) makan sepiring, mandi kamar mandi yang sama, berenang di kolam yang sama,
4) lewat pakaian, dan
5) gigitan serangga

Virus AIDS dapat tinggal dalam kromosom sebuah sel dalam jangka waktu yang sangat lama tanpa menimbulkan gejala. Hal inilah yang menjelaskan adanya masa tenang (laten) yang lama antara awal infeksi dan timbulnya gejala penyakit. Umumnya, masa inkubasi (waktu antara saat terinfeksi sampai munculnya gejala) infeksi HIV cukup lama, rata-rata 5 tahun baru akan muncul gejala dan tidak sama pada setiap orang.

Pencegahan HIV/AIDS
Penyakit AIDS memang sangat berbahaya dan dapat menyerang siapa saja. Meskipun begitu, tentunya kita dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar terhindar dari AIDS. Cara yang paling baik untuk mencegah penularan HIV/AIDS adalah dengan selalu hidup dan berperilaku sehat. Berikut beberapa hal penting yang dapat kita lakukan sebagai usaha pencegahan penularan virus HIV/ AIDS.
  1. Selalu menggunakan jarum suntik yang steril dan baru. 
  2. Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya: hubungan seks yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, menghindari perselingkuhan dan perzinahan karena hal ini memungkinkan penularan HIV). 
  3. Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua risiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan. 
  4. Tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang.