Tikus Pemakan Kucing


Dahulu kala, di sebuah perpustakaan yang penuh buku, hiduplah Tikus Tua. Ia tinggal di balik buku-buku di pojok perpustakaan dan tidak pernah keluar. Suatu hari, Tikus Tua mengunjungi Tikus Muda, saudaranya. Tikus Muda tinggal di sebuah gedung dan belum pernah juga keluar dari tempat itu.

“Kamu pasti belum pernah melihat dunia luar!” kata Tikus Tua kepada saudaranya ketika ia tiba di gudang. 

“Aku yakin kamu juga tidak bisa membaca!”

“Wah, kau bisa baca, ya?” tanya Tikus Muda sambil melihat Tikus Tua dengan kagum.

“Apakah minggu ini kamu pernah makan daging kucing?” tanya Tikus Tua sambil mengelus janggutnya dengan bangga.

“Apa? Astaga, tidak mungkin! Tidak pernah ada kejadian seperti itu di gudang ini. Di sini, kucing-kucinglah yang memakan tikus!”

“Itu karena kamu bodoh dan mau saja ditakut-takuti kucing. Selama hidupku, sudah banyak sekali kucing yang aku makan,” bual Tikus Tua lagi.

“Ya ampun! Ayo, cerita saudaraku, bagaimana rasa daging kucing?

“Mmm, bagaimana ya rasanya? Ya... seperti rasa kertas. Ada aroma tintanya. Tapi... itu sih nggak seberapa. Apa kamu pernah merasakan daging serigala?”

“Serigala?” Waduh, mana mungkin. Serigala tidak pernah masuk ke gudang ini,” seru Tikus Muda. Tikus-tikus kecil di gudang itu mulai keluar dan ikut mendengar percakapan mereka.

“Wah, wah.... Aku sih, baru saja kemarin malam menyantap seekor serigala.

Ia bahkan tidak sempat melolong waktu kumakan!” cerita Tikus Tua sombong.

Tikus-tikus kecil di gudang itu berdecak kagum. Mereka menarik napas dan memuji, “Itu hebat sekali. 

Bagaimana rasa serigala itu?” “Ya... seperti rasa serigala pada umumnyalah. Rasanya seperti kertas. Tapi aku lebih suka rasa kuda nil!”

Tikus-tikus gudang makin melongo.

“Kuda nil? Apa itu? Ayo, cerita dong! Kami belum pernah melihat kuda nil seumur hidup. Apa rasanya seperti keju cheddar? Atau keju krem?

“Rasanya seperti kertas. Ada sedikit aroma tinta. Oh ya, apa kalian pernah menggigit gajah atau putri-putri cantik berbaju indah seperti yang ada di buku dongeng?” Tikus Tua makin menyombongkan diri.

Tikus-tikus kecil terbelalak kagum dan tidak bisa berkata apa-apa. Tapi tiba-tiba seekor kucing liar masuk ke gudang itu. Ia mengintai dari balik lemari tua yang rusak. Ia mengeong menakutkan dan melotot ke arah tikus-tikus itu. Ini adalah kucing sungguhan dengan sungut dan cakarnya yang tajam. Aromanya tidak seperti kertas dan tinta.

Begitu para tikus gudang melihatnya, mereka lari cepat-cepat dan sembunyi dalam lubang. Hanya Tikus Tua dari perpustakaan yang berdiri terpukau dan ketakutan. Kucing liar itu muncul dari tempat persembunyiannya. Matanya melotot dan berkilau seram. “Jadi, kamu adalah tikus yang pernah memakan kucing?”

“Ya, itu be... benar. Mmm... maaf, kamu pasti mengerti. Seumur hidupku, aku hidup di ruang perpus....”

“Aku tahu. Kamu suka memakan gambar-gambar kucing di dalam buku, kan?” tanya Kucing sambil tersenyum.

“Ya, kadang-kadang. Tapi itu hanya untuk menambah pengetahuanku!”

“Hmmm... itu bagus. Tapi sebaiknya kamu juga melihat sekelilingmu, Tikus Tua. Kamu harus tahu bahwa tidak semua kucing terbuat dari kertas. Misalnya, aku! Lihatlah aku! Apakah aku termasuk kucing yang bisa kamu makan?” 

si Kucing menjilati mulutnya sambil menatap tajam Tikus Tua. Tikus Tua gemetar. Untunglah saat itu Kucing melihat seekor laba-laba merangkak menyeberangi lantai. Itu adalah kesempatan bagi Tikus Tua. 

Secepat kilat ia lari keluar dari gudang dan kembali ke perpustakaan. Kucing mengejarnya. Tikus Tua bersembunyi di rak buku paling pojok, di belakang buku yang paling besar. Kucing itu tidak bisa meraih Tikus Tua dengan cakarnya. Sejak itu, tikus-tikus lain tak pernah lagi mendengar cerita tentang Tikus Tua yang memakan kucing


0 Response to "Tikus Pemakan Kucing"

Post a Comment