Di sebuah desa tinggallah seorang pemburu bernama Lubdaka, Lubdaka adalah seorang kepala keluarga yang menghidupi keluarganya dengan berburu binatang di hutan. Setiap Lubdaka berburu selalu mendapatkan hasil buruan yang banyak. Hasil buruannya sebagian ditukar dengan barang-barang kebutuhan keluarga, seperti baju, beras, lauk, serta yang lain, sebagian lagi dimakan. Lubdaka sangat rajin dalam bekerja. Pagi-pagi Lubdaka seperti biasa mempersiapkan diri untuk pergi ke hutan, sebelum ke hutan Lubdaka berpamitan kepada keluarganya, kemudian Lubdaka melangkahkan kakinya menuju hutan.
Sesampainya di dalam hutan Lubdaka mengendap-endap untuk mencari buruannya, setelah melewati tengah hari Lubdaka belum mendapat buruan, rasa penasaran mulai mengelayuti Lubdaka. Dengan kewaspadaan tinggi Lubdaka berjalan memasuki hutan lebih dalam lagi. Tanpa terasa waktu sudah sore, Lubdaka belum mendapat binatang buruan. Lubdaka mulai bingung karena senja telah menyelimuti hutan tersebut. Kemudian Lubdaka mulai mencari tempat aman untuk berteduh dan terhindar dari binatang buas yang masih banyak berkeliaran di dalam hutan.
Lubdaka berkeliling di tengah hutan mencari tempat aman, hingga malam tiba Lubdaka belum menemukan tempat aman. Akhirnya, karena lelah Lubdaka duduk di bawah pohon besar sambil berpikir kemana lagi mencari tempat aman. Setelah berpikir dan merenung kemudian Lubdaka memutuskan untuk naik ke atas pohon yang rindang dan tinggi. Dengan sisa tenaga yang masih ada, ia memanjat batang pohon itu, melihat sekeliling sekejap. Ia pun melihat sebuah dahan yang rasanya cukup kuat menahan berat badannya. Setelah berada di atas pohon. Lubdaka mulai berpikir bagaimana caranya untuk tetap waspada agar tidak terjatuh ke bawah. Lubdaka kemudian mulai memetik daun-daun pohon yang dinaiki satu demi satu, sambil memetik daun Lubdaka berdoa ke hadapan Sang Hyang Widhi, memohon agar selalu diberi keselamatan.
Sepanjang malam Lubdaka berdoa dan merenung, hingga matahari pagi bersinar. Dengan hati yang gembira Lubdaka turun dari pohon, kemudian mengucapkan doa sebagai ungkapan terima kasih, Lubdaka pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah Lubdaka berkata pada keluarganya untuk meninggalkan pekerjaan sebagai pemburu menjadi seorang petani.
Lubdaka mulai bercocok tanam, hingga ajal datang menjemputnya. Saat Lubdaka meninggal, bala tentara Dewa Yama (Hakim yang bertugas menjaga kahyangan) datang menjemputnya. Namun pada saat yang sama pengikut Shiwa pun datang menjemput Atma Lubdaka. Terjadilah ketegangan antara kedua bala tentara tersebut. Saat ketegangan memuncak datanglah Dewa Yama dan Dewa Śiva. Kemudian Dewa Yama menunjukkan catatan hidup dari Lubdaka kepada Dewa Śiva, bahwa Lubdaka telah melakukan banyak melakukan perburuan binatang, maka Lubdaka harus dijebloskan ke Neraka. Dewa Śiva menjelaskan bahwa, Lubdaka memang sering melakukan perburuan binatang, namun itu dilakukannya untuk menghidupi keluarganya.
Pada malam Śivaratri, Lubdaka melakukan tapa brata (mona brata, jagra dan upavasa/puasa) sehingga dia dibebaskan dari ikatan karma sebelumnya. Kemudian Lubdaka menempuh jalan hidup baru sebagai seorang petani. Oleh karena itu, Lubdaka berhak menuju surga.