“Ibunya menjawab, “Tunggulah, anakku, sebentar, ibu mau menebas ladang dulu.”
Setelah ibunya selesai menebas ladang, si anak bangun dari tidurnya dan merengek kembali,
“Ting, gegenting, perutku sudah genting kelaparan, mau makan!”
Sekali lagi ibunya menjawab, “Tunggu, Nak, Ibu mau membakar ladang dulu.”
Karena lemah, sang anak tidur lagi. Setelah ibunya selesai membakar ranting-ranting dan daun-daunan di atas ladang, si anak pun terjaga karena lapar perutnya.
“Ting, gegenting, perutku sudah genting kelaparan, mau makan,” tangisnya.
Ibunya menjawab, “Tunggu, Nak, Ibu mau menaman padi dulu.”
Si anak pun tertidur lagi. Setelah ibunya selesai menanam padi, si anak pun terbangun lalu menangis minta makan.
“Ting, gegenting, perutku sudah kelaparan, mau makan!”
Lagi-lagi ibunya menjawab, “Tunggu, Nak, Ibu masih mau merumput dulu.”
Mendengar ini si anak tertidur kembali. Tidak lama kemudian si anak bangun dan menangis.
“Ting, gegenting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan!”
“Tunggu sebentar, Nak, padi sudah berbuah. “Si anak pun kembali tidur.”
“Ting, gegenting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan!”
Jawab ibunya, “Tunggu, Nak, padi kita sudah menguning ujungnya.”
Si anak pun tertidur kembali. Setelah tidur cukup lama si anak terbangun lagi dan merengek.
“Ting, gegenting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan!”
Lagi-lagi si ibu menjawab, “Tunggu, Nak, padi kita sudah masak, Ibu mau memotong padi dulu.” Mendengar janji ini si anak segera tertidur.
Tiba-tiba si anak bangun kembali dan menangis.
“Ting, gegenting, perutku sudah genting, kelaparan mau makan!”
“Tunggu, Nak, ibu masih mau mengirik (melepaskan butir-butir padi dari tangkainya) padi dulu.”
Anak pun tertidur kembali. Lewat beberapa waktu si anak pun bangun
“Ting, gegenting, perutku sudah lapar, mau makan!”
“Tunggu sebentar, Nak, Ibu mau menampi gabah dulu.”
Si anak tidur dengan hati gelisah. Perutnya yang lapar tak lama pun membangunkannya. Ia merasa lapar lagi. Ia menangis lagi.
“Ting, gegenting, perutku sudah genting kelaparan, mau makan!”
Ibunya menjawab, “Tunggu, Nak, Ibu mau menjemur gabah dulu.”
Karena kecewa, si anak pun tidur lagi. Ia bangun dan menangis lagi.
“Ting, gegenting, perutku sudah genting, kelaparan, mau makan!”
Ibunya menjawab, “Tunggu, Nak, Ibu mau menumbuk gabah dulu.”
Selesai menumbuk gabah, terdengar lagi suara anaknya merintih sedih, “Ting, gegenting, perutku sudah genting, kelaparan, mau makan!”
Jawab ibunya, “Tunggu, Nak, Ibu mau menampi beras dulu.”
Si anak pun tertidur kembali. Tak lama kemudian si anak bangun kembali. Menangislah ia. “Ting, gegenting, perutku sudah kelaparan, mau makan!”
Ibunya menjawab segera, “Sabar, Nak, Ibu mau mencuci beras dulu.”
Setelah ibunya selesai mencuci beras, anaknya sudah terjaga sambil menangis, “Ting, gegenting, perutku sudah kelaparan, mau makan!”
“Sabar, Nak, Ibu masih mau menanak nasi dulu,” jawab ibunya.
Si anak yang sudah lemah badannya segera tertidur. Tapi tak lama ia bangun lagi. Ia terus merengek dan meringis ... suaranya terengah-engah.
“Ting ge ... genting ... pe ... rutku ... suuuu ... dah genting, ke ... laparan, mau maaa ... kaannn.
Akhirnya, ibunya menjawab, “Sebentar lagi, Nak, Ibu mau menempatkan nasi di piring dulu.”
Akan tetapi, ketika si anak bangun mau makan, tiba-tiba Ting Gegenting putuslah perutnya yang sudah genting karena sudah kelaparan, sehingga tidak dapat lagi melanjutkan hidupnya di dunia ini.
Dengan hati sedih sang Ibu mendekati anaknya. Tapi anaknya sudah meninggal dunia. Menangislah ibu itu tersedu-sedu meratapi nasib anaknya yang malang.