Sebuah pohon di tepi hutan. Hidup sepasang burung Manyar. Mereka hidup rukun dengan burung-burung lain. Tiap pagi saat matahari terbit di ufuk timur. Burung-burung berloncatan berkicau. Menyambut sang mentari. Setelah memamerkan keindahan bulunya, masing-masing terbang kesana-kemari, mencari makan bersama pasangannya. Begitulah kegiatan setiap hari sangat mengembirakan.
Suatu hari setelah mencari makan dan beristirahat. Burung Manyar betina bertanya pada jantannya, “Suamiku, sebentar lagi musimnya burung-burung bertelur, begitu pula dengan diriku ini”. Maksud istriku apa? tanya si Jantan “Begini suamiku, kita kan belum punya sarang, dimana nanti saya bertelur?. “Oh..Iya istriku saya sampai lupa, untung istriku mengingatkan”. “Baiklah, besok kita mengumpulkan bahannya?”. “Saya sangat setuju” jawab istrinya. “Kita kumpulkan bahan sedikit demi sedikit, nanti kita buat sarang kita pasti selesai” sambung si Jantan. Keesokannya, setelah mencari makan. Si burung manyar mencari rerumputan dan dahan kering. Untuk bahan membuat sarang. Burung-burung meniru kegiatan si burung manyar.
Suatu hari si burung manyar membuat sarang. Datanglah seekor kera ikut berteduh di salah satu sarang. Sambil berkata, “Wahai sahabatku kamu rajin benar, membuat sarang lain diantara burung yang lainnya, kamulah yang paling pintar. Sarangmu bagus sekali, berisi kantong yang indah. Pastinya nyenyak tidurmu ya?” tanya si kera. Mendengar kata-kata begitu, si burung manyar tersanjung hatinya sambil berkata, ”Betul seperti katamu, walaupun saya burung kecil, dan suara saya tidak seindah burung lainnya, tapi saya mempunyai keahlian tiada tandingnya” kata si burung manyar.
Tidak seperti kamu, lihatlah dirimu! Coba berkaca, tubuhmu besar, tapi otakmu kosong, membuat sarang saja tidak bisa. Mendengar ucapan si burung manyar, muka si monyet seperti di sambar petir. Si kera berusaha membela diri sambil berkata “Hei..! burung manyar rupanya kamu tidak tahu. Leluhurku seekor yang sakti, yang menolong Rama, saat istrinya dilarikan oleh Raja Rahwana, kata si kera sambil mengangkat kepalanya.
Belum tegak kepala si kera, dengan cepat si burung manyar berkata, “Kera kamu memang dungu, itu kan cerita nenek moyangmu dulu, tapi sekarang mana kepintaranmu tolong tunjukan saya! Si kera kepalanya terbakar, sarang si burung manyar berantakan dan jatuh ke tanah. Melihat kejadian itu, si burung manyar bengong. Bicara kasar, menyinggung perasaan mahluk lain. Demikianlah sarang yang dibangun berhari-hari. Dengan tetesan keringat, hancur dalam sekejap. Gara-gara tidak mampu mengendalikan kata-kata.
0 Response to "Cerita Burung Manyar dan Seekor Kera"
Post a Comment