Pada saat makanan (tumbuhan dan binatang) yang disediakan alam itu berlimpah maka tingkat kehidupan manusia pada waktu itu cukup berburu dan mengumpulkan makanan. Tetapi ketika bahan makanan mulai menipis dan tidak ada lagi, timbulah kemampuan manusia untuk mengolahnya. Perubahan yang terjadi pada alam ini, akan berpengaruh kepada kehidupan manusia. Mereka tidak lagi hidup berpindah-pindah (nomaden), tetapi mulai pada kehidupan yang menetap.
Berikut ini tahapan kehidupan manusia pada masa pra-aksara di Indonesia.
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Manusia pada masa ini sangat tergantung pada sumber daya alam. Kebutuhan hidup mereka ada pada alam. Agar dapat bertahan hidup, manusia pada masa ini berburu dan mengumpulkan makanan. Untuk itu tidak mengherankan jika mereka hidupnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya yang ada sumber makanan. Binatang apa yang dapat diburu? Binatang yang dapat mereka buru, antara lain babi, rusa, burung atau menangkap ikan di sungai, danau dan pantai.
Perburuan yang mereka lakukan di hutan-hutan, di sekitar daerah di mana mereka tinggal. Binatang yang berhasil ditangkap biasanya mereka bakar sebelum dimakan. Dengan demikian pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, manusia pada masa ini sudah mengenal api. Selain berburu, mereka juga mengumpulkan umbi-umbian atau tumbuhtumbuhan yang bisa dimakan.
Guna menghadapi tantangan alam yang begitu keras, terutama dari serangan binatang buas mereka perlu bekerja sama. Tidak mengherankan jika hidup mereka pada masa ini berkelompok. Dengan berkelompok akan memudahkan mereka untuk menaklukan binatang buas atau binatang buruan.Hidup berkelompok memudahkan perburuan dan keamanan.
Alat apakah yang mereka gunakan untuk berburu dan mengumpulkan makanan? Berdasarkan alatalat yang ditemukan manusia purba pada masa ini menggunakan alat dari batu, tulang, dan kayu. Bentuk alat-alat yang digunakan itu masih kasar dan sangat sederhana. Contoh alat-alat yang ditemukan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, antara lain chopper. Alat yang terbuat dari batu ini berupa kapak genggam karena jenis kapak yang tidak bertangkai. Cara menggunakan kapak ini yaitu dengan cara digenggam dengan tangan. Adapun fungsinya dapat digunakan untuk memukul atau menggali. Diperkirakan yang membuat dan menggunakan jenis kampak ini adalah jenis manusia purba Pithecantrhopus.
Daerah-daerah penemuan jenis kapak genggam antara lain Pacitan, Sukabumi, Ciamis, Gombong, Bengkulu, Lahat, Awangbangkal, Cabbenge, Bali, Flores, dan Timor. Selain kapak genggam, ditemukan pula alat lainnya yang terbuat dari tulang-belulang binatang. Bagian tulang yang digunakan biasanya bagian tanduk dan kaki. Alat dari tulang ini dipergunakan untuk mengorek atau menggali umbi-umbian. Selain untuk mengorek atau menggali umbi-umbian, alat ini dapat digunakan sebagai ujung tombak untuk keperluan perburuan dan menangkap ikan.
Alat-alat lainnya yang ditemukan adalah alat-alat serpih atau disebut dengan flakes. Bentuk alat ini sederhana dan dibuat kecil-kecil sekali dengan ukuran antara 10-20 cm. Berdasarkan bentuknya, alat-alat serpih ini berfungsi sebagai pisau, gurdi atau penusuk.
Berdasarkan alat-alat yang ditemukan, masa berburu dan mengumpulkan makanan ini masuk pada masa palaeolithikum atau zaman batu tua. Ciri utama dari zaman ini, alat-alat dibuat sangat sederhana, kasar dan tidak halus karena belum diasah. Jenis manusia pendukung masa palaeolithukum adalah jenis pithecantrhopus.
2. Masa Bercocok Tanam
Pada awalnya kehidupan manusia sangat bergantung pada apa yang disediakan oleh alam. Tahap kehidupan ini ada pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Perkembangan selanjutnya, manusia mampu mengolah alam. Kemampuan awal mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masuk pada masa bercocok tanam. Pada masa bercocok tanam, manusia pra-aksara memiliki kemampuan menyediakan makanan dalam jangka waktu tertentu. Manusia pra-aksara dapat menyediakan makanannya sendiri karena pada tahap ini, manusia mampu memproduksi tumbuhtumbuhan dan mengembangbiakan binatang ternak. Manusia mampu menanam berbagai jenis tumbuhan yang semula tumbuh liar, seperti menanam padi dan umbi-umbian. Mereka dapat mengolah tumbuhan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan sebagai makanan.
Pada tahap bercocok tanam, tempat tinggal manusia tidak berpindah-pindah seperti halnya pada masa berburu dang mengumpulkan makanan. Pada masa bercocok tanam, manusia secara berkelompok sudah mulai hidup menetap. Mereka tidak perlu berpindah-pindah lagi karena persediaan makanan melalui bercocok tanam sudah tercukupi.
Berhuma merupakan cara bercocok tanam yang digunakan oleh manusia pra-aksara pada masa itu. Cara berhuma digunakan dengan membersihkan hutan dan menanaminya. Karena proses berhuma memakan waktu yang lama, manusia pra-aksara tinggal di tempat mereka berhuma dan membangun rumah. Rumah itu terbuat dari kayu. Pada masa itu, manusia pra-aksara hidup berpindah-pindah. Ketika tanah yang mereka olah tidak subur lagi, mereka pindah berhuma ke tempat lain dan rumah itupun ditinggalkan. Teknik bercocok tanam dengan berhuma masih tetap digunakan sampai saat ini. Teknik berhuma digunakan pada daerah-daerah yang kurang dengan sistem perairannya. Masa bercocok tanam manusia pra-aksara menghasilkan berbagai alat kehidupan. Alat-alat itu ada yang terbuat dari batu, tulang, dan kayu. Alat atau benda-benda yang terbuat dari batu pada masa bercocok tanam ini masuk dalam zaman mesolithikum
(zaman batu pertengahan) dan neolithikum (zaman batu muda). Berbeda dengan masa sebelumnya, pada masa bercocok tanam alat-alat yang dihasilkan sudah mengalami perkembangan. Jika pada masa berburu dan mengumpulkan makanan alat yang dibuat dari batu masih kasar maka pada masa bercocok tanam alat-alatnya sudah mulai halus.
Berikut ini benda-benda yang dihasilkan pada masa bercocok tanam, antara lain sebagai berikut.
a. Kjokkenmoddinger
Salah satu bukti adanya kehidupan manusia pada pra-aksara adalah ditemukannya kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Denmark (kjokken= dapur, modding= sampah), secara harpiah diartikan sampah-sampah dapur.
kjokkenmoddinger banyak ditemukan di daerah tepi pantai. adanya kjokkenmoddinger menunjukkan telah adanya penduduk pantai yang tinggal dalam rumah-rumah yang bertonggak. Ditemukannya kjokkenmoddinger menunjukan manusia pra-aksara hidupnya tergantung dari hasil-hasil laut, seperti siput dan kerang. cara memakan siput itu dengan dipatahkan ujungnya, kemudian dihisap isi bagian kepalanya. Kulit-kulit siput itu tidak dimakan dan dibuang.Kulit-kulit siput dan kerang yang dibuang itu menumpuk selama ratusan atau ribuan tahun dan menjadi bukit kerang. Bukit-bukit inilah yang dinamakan kjokkenmoddinger. Kjokkenmoddinger banyak ditemukannya di sepanjang pantai Sumatera Timur Laut, antara Aceh, Langsa, dan Medan. Pada kjokkenmoddinger itu ditemukan juga kapak genggam (pebble).
2. Abris Sous Rosche
Abris sous rosche merupakan gua-gua yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam batu karang. Gua tersebut berfungsi untuk memberikan perlindungan kepada manusia pra-aksara dari hujan dan panas. Alat-alat yang juga ditemukan di Abris Sous Rosche di antaranya alat-alat dari batu berupa ujung panah dan flakes, batu-batu penggiling, kapak-kapak yang sudah diasah, alat-alat dari tulang dan tanduk rusa, dan alat-alat dari logam (perunggu dan besi). Tulang belulang manusia pun ditemukan (jenis Papua-Melanesoide) dan binatang. Abris sous rosche banyak ditemukan di Gua Lawa dekat Sampung (Ponorogo, Madiun), Bojonegoro, dan Lamoncong (Sulawesi Selatan). Para peneliti yang mengadakan penelitian tentang hal ini, yaitu Stein Callenfels di Gua Lawa, van Heekeren di daerah Basuki, dan Fritz Sarasain dan Paul Sarasin di Lamoncong.
3. Gerabah
Gerabah berasal dari tanah liat yang dibakar. Cara pembuatannya sangat sederhana, yaitu tanah liat dibentuk dengan menggunakan tangan. Lama-lama cara pembuatan dengan tangan ini mengalami perkembangan. Tanah liat di simpan di atas meja yang menggunakan roda. Meja itu diputar untuk memperoleh bentuk yang lebih baik dan indah. Pada sisi gerabah itu mulai dihias dengan pola hias dan warna. Salah satu jenis hiasan pada gerabah ialah hiasan anyaman. Hiasan itu dibuat dengan menempelkan selembar anyaman atau tenunan pada gerabah yang masih basah. Setelah itu gerabah dijemur dan selanjutnya dibakar.
4. Kapak Persegi
Alat ini terbuat dari batu api dan ada juga yang dibuat dari chalcedon yang berbentuk sebuah bidang segi panjang atau berbentuk trapesium. Pengertian kapak di sini bukan hanya benda kapak saja, tetapi jenis alat lainnya yang memiliki berbagai ukuran dan berbagai keperluan, yaitu ukuran yang besar bernama beliung atau pacul, dan ukuran yang kecil bernama tarah yang berfungsi untuk mengerjakan kayu. Alat-alat tersebut memiliki tangkai yang diikatkan. Kemungkinan pembuatan kapak persegi ini dibuat dalam suatu tempat tertentu, dari tempat itu kemudian dibawa ke tempat-tempat lain untuk diperjualbelikan. Hal itu dapat dibuktikan dengan kapak persegi yang ditemukan di tempat-tempat lain yang tidak banyak terdapat sumber batu api. Kapak persegi banyak ditemukan di beberapa daerah di Indonesia, antara lain di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Fungsi dari kapak persegi ini ada yang digunakan untuk bercocok tanam, pusaka pada upacara-upacara tertentu, dan alat penukaran karena uang belum dikenal.
5. Kapak Lonjong
Kapak ini disebut kapak lonjong karena garis penampang memperlihatkan sebuah bidang yang berbentuk lonjong. Bentuk kapaknya sendiri bundar telor. Ujungnya yang agak lancip ditempatkan di tangkai dan di ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam. Ukurannya ada yang berukuran besar dan kecil. Ukuran yang besar disebut dengan walzeinbeil dan ukuran kecil disebut kleinbeil. Kebudayaan kapak lonjong disebut pula kebudayaan Neolitihikum Papua, karena jenis kapak ini banyak ditemukan di Papua (Irian). Selain di Papua, jenis kapak ini ditemukan pula di daerah lainnya yaitu di Seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa dan Serawak.
Berdasarkan tempat ditemukannya kapak lonjong ini, dapat disimpulkan bahwa penyebaran alat ini dari timur, yaitu dari daratan Asia ke Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa terus ke timur.
6. Perhiasan
Manusia purba pada masa bercocok tanam sudah mengenal hiasan. Bahan yang digunakan untuk membuat hiasan berasal dari bahan-bahan yang mudah dicari di sekitar tempat tinggalnya. Bagi yang tinggal di daerah pantai, mereka membuat hiasan yang berasal dari kulit kerang. Ada pula hiasan yang terbuat dari terrakota, yaitu tanah liat yang dibakar seperti membuat gerabah. Sedangkan hiasan yang dibuat dari bahan batu berupa gelang, kalung dan beliung.
7. Pakaian
Manusia pada masa bercocok tanam diduga sudah mengenal pakaian. Pakaiannya terbuat dari kulit kayudan kulit binatang. Bukti penemuan pakaian pada masa pra-aksara ditemukan di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat lainnya.
3. Masa Megalithikum
Selain alat-alat yang telah disebutkan di atas, masih terdapat benda-benda lainnya yang dihasilkan, khususnya benda yang ada kaitannya dengan kepercayaan manusia yang hidup pada masa zaman batu. Kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam merupakan perkembangan dari zaman masa berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa sebelumnya, manusia purba sudah mengenal kepercayaan yaitu berupa adanya penguburan. Pada masa becocok tanam kepercayaan masyarakat ini dibuktikan dengan ditemukannya bangunan-bangunan batu besar atau disebut megalithikum. Bangunan megalithikum ini diperkirakan berlangsung sejak zaman bercocok tanam dan masa perundagian.
Adapun bangunan-bangunan batu pada masa megalithikum antara lain sebagai berikut.
a) Menhir.
Menhir berbentuk tiang atau tugu batutunggal yang didirikan untuk menghormati roh nenek moyang. Menhir banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia seperti di Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
b) Dolmen.
Dolmen adalah meja batu yang berkakikan menhir. Dolmen ini berfungsi sebagai tempat sesaji atau pemujaan kepada roh nenek moyang. Ada pula dolmen yang berfungsi sebagai peti mayat yang didalamnya terdapat tulang belulang manusia, dan ada yang disertai dengan benda-benda lainnya seperti periuk, gigi binatang, dan porselen. Benda-benda ini disertakan sebagai bekal bagi yang meninggal.
c) Sarkopagus atau keranda.
Bentuknya seperti palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup. Sarkopagus seperti juga dolmen yang berfungsi sebagai peti mayat, di dalamnya terdapat tulang belulang manusia bersama bekalnya. Sarkofagus banyak ditemukan di Bali.
d) Kubur batu.
Kubur batu berfungsi sebagai peti mayat, hanya beda bentuknya. Kubur batu dibuat dari lempengan batu yang disusun menjadi peti. Kubur batu antara lain ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat dan Gilimanuk, Bali.
e) Punden berundak-undak.
Bangunan batu ini tersusun secara bertingkat-tingkat. Biasanya pada punden berundak-undak terdapat menhir. Fungsi bangunan ini sebagai tempat pemujaan. Punden berundak-undak antara lain ditemukan di Lebak Sibedug daerah Banten Selatan.
f) Waruga
yaitu kubur batu berbentuk kubus atau bulat, dibuat dari batu yang utuh. Waruga
ditemukan di daerah Sulawesi Tengah dan Utara.
g) Arca.
Arca-arca megalit menggambarkan binatang atau manusia. Binatang-binatang yang digambarkan ialah gajah, kerbau, harimau, dan monyet. Arca-arca seperti ini ditemukan antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Lampung.
4. Masa Perundagian
Ciri utama zaman ini adalah adanya kemampuan pada masyarakat Indonesia dalam pengelolaan logam. Barang-barang yang digunakan menggunakan bahan dari logam. Walaupun sudah mengenal logam, tidak berarti penggunaan barang-barang dari batu tidak digunakan. Masih banyak masyarakat pada zaman ini menggunakan alat-alat dari batu. Bahan logam persediaannya masih terbatas. Dengan keterbatasan ini, hanya orang-orang tertentu saja yang menggunakan logam. Butuh keahlian tertentu untuk mengolah logam. Terbatasnya penggunaan bahan dari logam, menunjukkan terbentuknya suatu lapisan sosial.
Ada kelompok tertentu yang mampu memiliki bahan dari logam. Karena bahan dan keahlian membuat logam sangat terbatas, maka untuk memperoleh barang logam tersebut orang harus membelinya. Besar kemungkinan pada masa perundagian ini orang sudah melakukan perdagangan bahan logam. Dengan perdagangan barang dari logam ini masyarakat sudah mulai berinteraksi dengan dunia luar. Barang-barang yang dihasilkan pada masa perundagian ini dengan cara dicetak.
Proses pembuatan logam dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama yang disebut teknik bivolve. Dalam teknik yang pertama, yaitu dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu yang dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan terdiri atas dua bagian yang diikat. Ke dalam rongga dalam cetakan dituangkan bijih besi yang sudah cair. Kemudian cetakan itu dibuka setelah logamnya mengering. Cara kedua yaitu teknik a cire perdue. Proses pencetakan cara ini yaitu dengan membuat model benda dari lilin. Model benda dari lilin ini kemudian ditutup dengan tanah liat sampai tidak terlihat bentuknya. Setelah tertutup seluruhnya dengan menyisakan lubang kecil di ujungnya, tanah liat itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Karena lilin mencair, tanah liat itu berongga. Bentuk rongga itu akan sama persis dengan bentuk lilin yang telah cair. Tanah liat yang berongga kemudian diisi dengan cairan logam melalui lobang kecil. Setelah cairan logam dingin, cetakan tanah liat dipecah. Keluarlah bentuk benda mirip dengan model benda yang terbuat dari lilin tadi.
Benda-benda yang dihasilkan dari perunggu adalah sebagai berikut.
a) Nekara.
Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Benda ini memiliki nilai seni yang tinggi, terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hiasnya yaitu pola binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar harimau dan juga gambar manusia. Ada juga nekara yang tidak diberi hiasan.
Di Indonesia banyak sekali ditemukan Nekara. Pada beberapa tempat, nekara dianggap sebagai barang suci, misalnya nekara yang ditemukan di Bali, Sumatera, Jawa, Pulau Sangean dekat Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Kepulauan Kei, dan Alor. Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang. Nekara ini disebut moko.
Penemuan nekara dapat menunjukkan adanya hubungan antar wilayah di Indonesia dan hubungan dengan dunia luar. Nekara dari Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi gambar-gambar binatang seperti gajah, merak, dan harimau. Gambar-gambar itu merupakan binatang yang tidak ada di wilayah Indonesia bagian timur. Hal itu menunjukkan bahwa nekara itu berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia.
Di Sangean terdapat nekara yang bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya yang memakai pakaian orang Tartar. Gambar ini memberi petunjuk bahwa telah terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi sejak zaman peringgu sudah ada hubungan langsung dengan Cina.
b) Kapak Corong.
Kapak ini terbuat dari logam, bentuknya yaitu bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah, sedangkan ke dalam corong itulah dimasukan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Sering pula disebut dengan kapak sepatu karena hampir mirip dengan sepatu bentuknya. Di beberapa tempat di Indonesia ditemukan kapak corong, seperti di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani. Ukuran kapak corong beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, ada yang besar memakai hiasan, ada yang pendek lebar, ada yang bulat, dan ada pula yang panjang satu sisinya. Kapak corong yang panjang satu sisinya disebut candrasa. Kegunaan kapak ini tidak semuanya digunakan sebagai alat sebagaimana layaknya kegunaan kapak, ada juga yang berfungsi sebagai alat upacara dan hiasan.
c) Bejana.
Bejana perunggu adalah sebuah banda yang bentuknya mirip seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkai. Ditemukan di daerah Madura dan Sumatera. Pola hiasan benda ini berupa pola hias anyaman dan huruf L.
d) Arca-arca Perunggu.
Seni menuangkan cairan logam untuk membuat arca sudah berkembang pada masa ini. Bentuk patungnya beragam, ada bentuk manusia dan binatang. Bentuj manusia ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Sedangkan bentuk binatang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kudang sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Arca-arca tersebut ditemukan di Bangkinang, Lumajang, Palembang, dan Bogor.
e) Perhiasan.
Perhiasan yang dibuat pada masa ini berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung dan bandul kalung. Benda-benda tersebut pada umunya tidak diberi pola hias. Ada beberapa yang diberi pola hias, seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik. Ada pula cincin yang sangat kecil yang tidak bisa dimasukan ke dalam jari anak-anak. Cincin ini mungkin berfungsi sebagai alat tukar. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda perhiasan, antara lain di Bogor, Malang, dan Bali.
0 Response to "Perkembangan Kehidupan Pra-Aksara di Indonesia"
Post a Comment