Alkisah, zaman dahulu hiduplah lima orang bersaudara. Yang sulung bernama Lamboi, berturut-turut adiknya bernama Adan, Akhmad, Selamat, dan yang bungsu bernama Isbat. Mereka hidup bersama orang tua. Kehidupan mereka sangat miskin. Demi meringankan beban orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka berlima bermaksud mencari rotan di hutan. Niat mereka dikabulkan oleh orang tuanya. Sebelum berangkat, kelima bersaudara tersebut diberi nasehat oleh kedua orang tuanya agar berhati-hati sebab Gunung Gumpa yang mereka tuju itu merupakan daerah yang terkenal sangat angker dan sangat berbahaya bagi orang-orang usil. Mereka dinasehati supaya tidak berlaku yang tidak baik setibanya di hutan yang dituju.
Setelah sampai di tempat tujuan, mereka asyik mencari rotan. Di tengah-tengah keasyikan mereka mencari rotan, tiba-tiba turun hujan. Padahal, saat itu matahari sedang bersinar dengan teriknya. Akhirnya, yang sulung memerintahkan adik-adiknya untuk beristirahat dulu dan makan siang. Saat akan makan, si sulung berkata bahwa di dalam hutan ini ada lima perempuan yang mau melayani dan menemani mereka makan. Tidak lama setelah itu, si bungsu Isbat, melihat beberapa perempuan cantik keluar dari sela-sela semak dan pepohonan rindang dan mulai menghampiri kelima bersaudara tersebut. Kelima perempuan cantik itu semakin mendekat, kemudian masing-masing memberikan sepiring kecil nasi ketan kepada kelima bersaudara itu.
Keempat kakak Isbat tampaknya tidak ada yang menaruh curiga. Mereka dengan senang hati menerima pemberian perempuan itu. Keempat kakak Isbat pun mau berjalan-jalan dengan ditemani para perempuan tersebut, kecuali Isbat. Isbat terus dipaksa oleh perempuan-perempuan itu agar menemani mereka berjalan-jalan. Akan tetapi, Isbat yang sudah dari awal menaruh curiga terhadap kelima perempuan itu memikirkan rencana agar bisa menghindari ajakan mereka. Ia menyentuhkan jarinya ke ketan yang ada di piring kecil, lalu tiba-tiba berlari menghindari kelima perempuan. Dia terus berlari untuk menghindari kejaran perempuan itu.
Saat berlari, Isbat merasakan adanya suatu hal yang menyuruhnya untuk menengok ke belakang. Saat menoleh, ternyata di belakangnya telah terjadi peristiwa yang mengerikan, kakak-kakaknya dimakan oleh perempuan-perempuan yang telah berubah menjadi macan. Hal ini membuat Isbat berlari semakin kencang sehingga dia dapat meninggalkan perempuan yang mengejarnya. Isbat berlindung di balik pohon agar tidak terlihat oleh perempuan itu. Namun, Isbat tetap ditemukan dengan cepat karena setiap perempuan tersebut berseru “U....”’ jari Isbat yang tadi ditempelkan di ketan tadi menyahut “U...”. Akhirnya, agar para perempuan yang sudah berubah menjadi macan jadian tidak bisa menemukan jejaknya, Isbat pun memotong jarinya dan terus berlari menjauh.
Perempuan yang berubah menjadi macan itu menangis karena tidak berhasil memangsa Isbat, sedangkan rekannya yang lain tertawa karena berhasil memangsa kakak-kakak Isbat. Di tengah-tengah tangisannya itu, macan itu mengatakan jika Isbat mengetahui namanya, maka macan itu akan binasa. Isbat yang bersembunyi di balik pohon mendengar suara dari tempat persembunyiannya yang mengatakan bahwa nama perempuan macan yang mengejarnya itu adalah Sangatak, ibunya Sangitik, dan bapaknya bernama Maharajapati. Setelah mendengar itu, Isbat keluar dan menyebutkan nama-nama tersebut. Tiba-tiba, setelah disebut namanya, macan itu mati dan berubah menjadi abu.
Setelah sampai di rumah, Isbat menceritakan segala yang dialaminya kepada orang tuanya. Dia sekarang sudah tidak takut lagi dengan perempuan yang berubah menjadi macan jadi-jadian sebab dia sudah mengetahui bagaimana cara mengusirnya.
Legenda Macan Panjadian ini mengisahkan tewasnya empat orang dari lima bersaudara. Mereka tewas dimangsa macan yang menjelma menjadi gadis-gadis cantik. Ketika mereka mencari rotan di hutan, ada lima gadis cantik datang dan memberikan masing-masing sepiring nasi ketan kepada lima orang saudara. Empat orang kakak beradik dari lima orang itu tidak tahan dengan bujuk rayu para gadis sehingga mereka memakan ketan yang diberikan tersebut. Namun, si bungsu yang bernama Isbat tidak mau memakan pemberian para gadis tersebut. Akhirnya, empat orang kakak beradik yang telah memakan pemberian para gadis tersebut tewas karena dimangsa oleh para gadis yang menjelma menjadi macan. Si bungsu yang tidak memakan pemberian gadis tersebut selamat.
Firasat akan tewasnya keempat orang bersaudara itu sebenarnya telah dirasakan oleh orang tua mereka. Oleh karena itu, sebelum berangkat mereka telah memberikan pesan kepada kelima anaknya agar setelah tiba di hutan, mereka dilarang berkata-kata buruk atau tidak senonoh.
Setelah di hutan mereka mengumpulkan rotan, ternyata nasihat dan pesan orang tuanya tidak dihiraukan, terutama oleh empat orang dari mereka. Mereka berkhayal ke arah perbuatan yang tidak senonoh. Akibat melalaikan nasihat orang tuanya, keempat kakak Isbat tersebut tewas dimangsa oleh macan penjelmaan perempuan-perempuan cantik tersebut. Isbat tetap selamat karena tidak terbuai dalam bujuk rayu untuk berbuat tidak senonoh.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tema Legenda Macan panjadian adalah tidak menghiraukan nasihat orang tua akan berakibat tidak baik. Amanat yang dapat diambil berdasarkan tema tersebut agar kita harus memperhatikan segala nasihat orang tua, jika tidak maka akan berakibat tidak baik dan merugikan diri sendiri. Amanat semacam ini secara jelas ditunjukkan oleh tewasnya keempat kakak Isbat gara-gara mereka melupakan pesan orang tuanya agar tidak berbuat tidak senonoh. Bagi Isbat pesan itu dilaksanakannya sehingga dia selamat dari bahaya dimakan oleh macan.
Sumber: Kisah Rakyat Banjar
0 Response to "Kisah Macam Panjadian"
Post a Comment