Bahan Pewarna
Jika kamu berbelanja ke toko kue kita jumpai bahwa hampir semua kue yang dijajakan menggunakan pewarna. Ada yang berwarna hijau, kuning, merah, coklat, atau warna lain. Sebenarnya apa fungsi penambahan pewarna pada makanan tersebut? Bahan-bahan apa saja yang digunakan untuk memberi warna tersebut? Apakah penggunaan pewarna tersebut tidak berbahaya?
Bila ditinjau dari asalnya, pewarna makanan digolongkan menjadi tiga, yaitu pewarna alami, identik dengan pewarna alami, dan pewarna sintetik.
a. Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan pewarna yang diperoleh dari bahan-bahan alami, baik
nabati, hewani ataupun mineral. Beberapa pewarna alami yang banyak dikenal masyarakat misalnya, daun suji untuk membuat warna hijau, kunyit untuk warnA kuning, daun jati atau cabai untuk warna merah dan gula merah untuk warna coklat Zat pewarna alami ini lebih aman digunakan bila dibandingkan dengan pewarna sintetik. Penggunaan pewarna alami relatif terbatas, karena adanya beberapa kekurangan sebagai berikut.
- Terkesan memberikan rasa khas yang tidak diinginkan, misalnya kunyit;
- Konsentrasi pigmen rendah, sehingga memerlukan bahan baku relatif banyak.
- Stabilitas pigmen rendah (umumnya hanya stabil pada tingkat keasaman/pH tertentu).
- Keseragaman warna kurang baik.
Pewarna oranye, merah, dan biru secara alami terdapat pada buah anggur, stroberi, rosberi, apel, dan bunga. Untuk memberikan warna kuning, merah, dan oranye dapat digunakan pewarna yang berasal dari tumbuhan dan hewan, seperti wortel, tomat, cabai, minyak sawit, jagung, daun-daunan, dan ikan salmon. Bahan makanan yang sering menggunakan warna ini di antaranya margarin, keju, sup, puding, es krim, dan mie. Klorofil memberikan warna hijau yang peka terhadap cahaya dan asam. Klorofil diperoleh dari daun-daunan yang digunakan oleh masyarakat luas sejak dahulu. Kurkumin merupakan zat warna alami yang terdapat dalam tanaman kunyit (Zingiberaceae). Zat warna ini dapat digunakan pada makanan atau minuman yang tidak beralkohol, misalnya nasi kuning, tahu, temulawak, dan sari buah.
b. Pewarna Identik Alami
Pewarna identik alami adalah pigmen yang dibuat secara sintetik struktur kimianya mirip dengan pewarna alami. Contohnya, santoxantin (merah), apokaroten (merah-oranye), dan betakaroten (oranye sampai kuning). Penggunaan pewarna identik alami hanya boleh dalam konsentrasi tertentu, kecuali beta karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak terbatas.
c. Pewarna Sintetik
Di negara-negara maju, penggunaan pewarna sintetik untuk makanan harus melalui pengujian yang ketat, demi keselamatan konsumen. Pewarna yang telah melewati pengujian-pengujian tersebut dan yang diijinkan pemakaiannya untuk makanan dinamakan permited colour atau certified colour. Penggunaan pewarna sintetik sudah begitu luas di masyarakat. Hingga sekarang, diperkirakan hampir 90% pewarna yang beredar dan sering digunakan adalah pewarna sintetik.
Beberapa kelebihan pewarna sintetik antara lain, warnanya seragam, tajam, mengembalikan warna asli yang mungkin hilang selama proses pengolahan, melindungi zat-zat vitamin yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan, dan hanya diperlukan dalam jumlah sedikit. Seiring dengan meluasnya pemakaian pewarna sintetik, sering terjadi penyalahgunaan pewarna pada makanan. Sebagai contoh digunakannya pewarna tekstil untuk makanan sehingga membahayakan konsumen. Zat pewarna tekstil dan pewarna cat biasanya mengandung logam berat, seperti : arsen, timbal, dan raksa sehingga bersifat racun.
Bahan Pemanis
Bahan pemanis adalah bahan kimia yang ditambahkan pada makanan atau minuman yang berfungsi untuk memberikan rasa manis. Dulu orang mengenal sumber rasa manis alami berasal dari alam yaitu gula yang dibuat dari tebu atau bit, aren, kelapa dan pemanis lain seperti madu dan buah-buahan. Selain memberikan rasa manis ternyata gula adalah penyumbang kalori yang baik karena mengandung gizi untuk tubuh manusia. Ternyata gula menyebabkan berbagai masalah baru bagi orang-orang tertentu, terutama mereka yang kelebihan kalori, kegemukan, menyebabkan kerusakan pada gigi, dan sangat berbahaya bagi penderita diabetes. Keadaan ini memacu para ahli untuk menemukan pengganti rasa manis setara dengan gula, tidak berkalori, dan tidak ada nilai gizinya sehingga aman dikonsumsi bagi mereka yang perlu diet. Maka dikenalkanlah beberapa jenis gula buatan atau gula sintetik yang mempunyai sifat manis seperti gula bahkan lebih. Beberapa contoh pemanis buatan atau sintetik yaitu sakarin, siklamat, aspartam, asesulfam dan sorbitol.
Suatu produk makanan atau minuman yang menggunakan pemanis buatan seharusnya mencantumkan jenis dan jumlah pemanis yang digunakan. PenggunaaN bahan pemanis atau batasan pemakaian bahan pemanis dalam makanan harus mengacu pada WHO yang dikenal dengan ADI (Aceptable Daily Intake) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/per/IX/1988 tentang batasan maksimum penggunaan bahan kimia dalam makanan.
Bahan Pengawet
Pada tahun 90-an terjadi kasus biskuit beracun. Banyak orang keracunan setelah mengkonsumsi biskuit. Sedikitnya 6 orang meninggal dunia dan puluhan orang dirawat di Rumah Sakit. Bagaimana kasus tersebut bisa terjadi? Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa dalam biskuit beracun tersebut terkandung bahan natrium nitri dalam jumlah berlebihan. Mengapa dalam biskuit terdapat natrium nitrit? Bahan pengawet adalah bahan kimia yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi (pembusukan) pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme sehingga makanan tidak mudah rusak atau menjadi busuk.
Bahan pengawet tradisional telah dikembangkan sejak ratusan tahun lalu, seperti garam dapur, gula, cuka, dan lada. Ikan laut bisa diawetkan dengan cara pengasinan. Buah-buahan diawetkan dengan cara dijadikan manisan. Makanan lauk-pauk bisa diawetkan dengan cara dibumbui lada dan cuka. Garam dapur biasanya digunakan untuk mengawetkan daging dan ikan agar tidak mudah busuk. Garam dapur berfungsi untuk menghambat pembiakan bakteri seperti mikroorganisme Clostridium botulinum. Jika bakteri ini berkembang biak pada makanan akan menghasilkan racun yang dapat meracuni daging. Gula merah atau gula pasir bisa digunakan untuk mengawetkan buah-buahan. Bahan yang akan diawetkan direndam dalam larutan gula, keadaan ini menyebabkan mikroorganisme sukar hidup.
Bahan pengawet buatan yang paling sering dipakai adalah asam benzoat. Asam benzoat berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan jamur dan bakteri. Penggunaan asam benzoat dengan kadar lebih dari 250 ppm dapat memberikan efek samping berupa alergi. Adapun pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada lambung dan saluran pencernaan. Bahan lainnya adalah natrium benzoat, natrium nitrat, dan asam sitrat. Bahan pengawet untuk buah-buahan dalam kaleng, biasanya digunakan gula atau garam yang dibuat dalam bentuk manisan maupun asinan. Asam propionat dapat digunakan untuk mencegah tumbuhnya kapang pada roti dan kue kering. Asam sorbat digunakan untuk mencegah tumbuhnya kapang pada keju.
Dalam kasus biskuit beracun yang disajikan pada awal, diduga terjadi akibat penggunaan garam nitrit sebagai zat pengawet dalam jumlah berlebihan. Penggunaan nitrit lebih dari 200 ppm dapat menyebabkan keracunan. Bahan pengawet dapat bersifat karsinogen, untuk itu batasan penggunaan bahan pengawet sebaiknya sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/per/IX/8. Akhir-akhir ini banyak pengawet, misalnya, boraks dan formalin. Boraks sering digunakan pada pengolahan bakso dan mi basah. Boraks yang dikonsumsi terusmenerus dapat berakibat keracunan dengan gejala muntah-muntah, diare, dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Di samping bersifat sebagai zat pengawet, boraks juga berfungsi sebagai pengenyal. Formalin dengan kadar sekitar 40%, biasanya digunakan pada proses pengawetan spesimen biologi atau proses pengawetan mayat.
Bahan Penyedap dan Pemberi Aroma
Hasil penyelidikan Dr. Ho Man Kwok pada tahun 1969 mengungkapkan kasus yang dikenal dengan nama Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Dalam kasus tersebut dinyatakan bahwa seseorang yang baru saja mengkonsumsi makanan di restoran Cina mengalami gejala-gejala sebagai berikut : merasa kesemutan pada punggung dan leher, rahang bawah, leher bawah terasa panas, wajah berkeringat, sesak dada bagian bawah, dan pusing kepala. Dari hasil penyelidikan pada waktu itu diketahui bahwa penyebab utama timbulnya gejala-gejala tersebut adalah penyedap rasa MSG (Monosodium Glutamat) yang terdapat dalam sup. Kadar MSG dalam sup memang relatif sangat tinggi, ditambah lagi kenyataan bahwa sup dihidangkan paling awal pada saat perut masih kosong/lapar sehingga MSG dapat dengan cepat terserap dalam darah dan menyebabkan timbulnya gejala-gejala CRS tersebut.
Bahan penyedap rasa atau penegas rasa adalah zat yang dapat meningkatkan cita rasa makanan. Penyedap berfungsi menambah rasa nikmat dan menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini ada yang diperoleh dari alam berupa rempahrempah misalnya : bawang putih, bawang bombay pala, merica, serei, pandan, daun salam, dan daun pandan, serta ada pula yang sintetik.
Penyedap sintetik pada dasarnya merupakan tiruan dari yang terdapat di alam. Kebutuhan penyedap alami jauh melebihi dari yang tersedia maka sejauh mungkin dibuatlah tiruannya. Penyedap sintetik yang sangat populer di masyarakat adalah vetsin atau MSG (Monosodium Glutamat). Di pasaran, senyawa tersebut dikenal dengan beragam merek dagang, misalnya Ajinomoto, Miwon, Sasa, Royco, dan Maggi. MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat yang secara alami terdapat dalam protein nabati maupun hewani. Daging, susu, ikan, dan kacang-kacangan mengandung sekitar 20% asam glutamat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kita mengkonsumsi makanan yang mengandung asam glutamat akan terasa lezat dan gurih meski tanpa bumbu-bumbu lain. Keunikan dari MSG adalah bahwa meskipun tidak mempunyai cita rasa, tetapi dapat membangkitkan cita rasa komponen-komponen lain yang terkandung dalam bahan makanan. Sifat yang semacam itu disebut dengan taste enhancer (penegas rasa).
Pemberi aroma adalah zat yang dapat memberikan aroma tertentu pada makanan atau minuman, sehingga dapat membangkitkan selera konsumen. Penambahan zat pemberi aroma menyebabkan makanan memiliki daya tarik untuk dinikmati. Zat pemberi aroma yang berasal dari bahan segar atau ekstrak dari bahan alami, misalnya minyak atsiri, dan vanili. Pemberi aroma yang merupakan senyawa sintetik, misalnya amil asetat, mempunyai cita rasa seperti pisang ambon, amil kaproat (aroma apel), etil butirat (aroma nanas), vanilin (aroma vanili), dan metil antranilat (aroma buah anggur). Jeli merupakan salah satu contoh makanan yang menggunakan zat pemberi aroma.
0 Response to "Bahan Kimia dalam Bahan Makanan"
Post a Comment