Hadas dan Najis


Islam merupakan agama yang mencintai kesucian dan kebersihan. Berbicara tentang kesucian dan kebersihan, sudah barang tentu harus mengetahui kebalikannya, yaitu najis. Bersuci berarti membersihkan atau menghilangkan najis dan hadas, baik dari badan, pakaian maupun tempat sampai suci menurut hukumnya.

Para ulama fiqih membagi taharah menjadi dua, yaitu: taharah haqiqiyah dan taharah hukmiyah. Taharah haqiqiyah adalah bersuci dari najis atau al-hubs, Najis ini terdapat pada tubuh, pakaian, dan tempat. Sementara itu, taharah hukmiyah adalah bersuci dari hadas yang dikhususkan pada badan.



A. Hadas dan Dasar Hukumnya
Hadas adalah najis yang bersifat hukmiyah atau najis yang tidak bisa dilihat  yang menghalangi pelaksanaan salat. Bersuci dari hadas adalah menyucikan  badan dari hadas kecil atau hadas besar. Cara bersuci dari hadas kecil, yaitu berwudu' dengan memakai air atau bertayamum dengan memakai tanah atau  debu yang suci jika tidak ada air. Cara bersuci dari hadas besar, yaitu mandi  dengan memakai air atau bertayamum dengan memakai tanah atau debu yang  suci jika tidak ada air.
Dasar hukum tentang hadas ini dapat di simak pada ayat Al-Qur’an berikut ini. “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah  kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke dua mata kaki. Jika kamu junub  maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci), usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan  kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya bagimu agar kamu bersyukur.” (Surah Al-Maidah [5]:6)
Sementara itu, hadis Nabi, antara lain, menyatakan: Dari Abu Hurairah r.a. Berkata: telah bersabda Nabi Muhammad saw.: “Tidaklah diterima salat orang yang berhadas sehingga ia berwudu'.” (Mutafaqalaih)
B. Najis dan Dasar Hukumnya
Najis adalah sebuah benda yang bersifat kotor dan akan menghalangi  dalam menjalankan ibadah sehingga diharuskan untuk menyucikannya. Dari pengertian ini, dapat diketahui bahwa najis mempunyai dua sifat, yaitu sebuah benda dan kotor.


Najis yang bersifat benda bertujuan untuk membedakan najis dengan  hadas. Artinya, najis itu harus berupa benda, sedangkan hadas tidak harus  benda. Keluar angin (kentut), misalnya, termasuk hadas, tetapi tidak termasuk  najis. Sementara itu, najis yang bersifat kotor maksudnya adalah tidak ada  barang najis, melainkan kotor. Jadi, bersuci dari najis adalah bersuci untuk menghilangkan najis yang ada pada badan, pakaian, dan tempat. Contohnya menghilangkan najis kotoran, darah, air liur anjing, atau terkena benda-benda najis.
Dasar hukum tentang najis, antara lain, adalah firman Allah swt: “Dan atas pakaianmu, maka hendaklah kamu bersihkan”. (Surah Al-Mudassir [74]:4)
Sementara itu, berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw.: “Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda: Cara menyucikan bejana salah seorang di antaramu bila dijilat anjing, yaitu membasuh (dengan air) sampai tujuh kali. Salah satu basuhan itu dicampur dengan  debu” (H.R. Muslim)


C. Macam-macam Hadas dan Cara Menyucikannya
Hadas terdiri atas dua macam, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Hadas  kecil contohnya adalah kencing, buang air besar, hilang akal karena mabuk atau  tidur, bersentuhan kulit laki-laki dan kulit perempuan tanpa ada penghalang, dan menyentuh kemaluan dengan telapak tangan atau jari tangan. 
Hadas besar contohnya adalah junub (keluar air sperma atau keluar darah haid). Orang yang mempunyai hadas kecil dilarang mengerjakan salat, tawaf, serta membawa dan menyentuh mushaf Al-Qur’an. Sementara itu, bagi yang berhadas besar tidak boleh salat, tawaf, membaca dan menyentuh mushaf Al-Qur’an, dan berdiam  di dalam masjid.

Bersuci dari hadas adalah menyucikan badan dari hadas dengan cara berwudu', mandi, atau tayamum. Hadas kecil dapat disucikan dengan cara berwudu' menggunakan air atau bertayamum, yaitu bersuci dengan menggunakan tanah atau debu yang suci. Hadas besar dapat disucikan dengan cara mandi besar, yaitu menyiramkan air ke seluruh anggota badan dengan niat untuk menghilangkan hadas besar. Menghilangkan hadas kecil mau pun hadas besar dilakukan setelah lebih dahulu membersihkan najis. Benda atau alat untuk menghilangkan hadas adalah air atau tanah. Air yang  digunakan untuk menghilangkan hadas adalah air yang suci dan menyucikan.  Oleh karena itu, kita harus mengetahui macam-macam air.

Para ulama fuqaha membagi air menjadi empat macam, yaitu: 

1. Air yang Suci dan Menyucikan, yang tidak Makruh Memakainya

Air seperti itu dinamakan air mutlak, artinya air yang masih murni  dan dapat digunakan untuk bersuci menghilangkan najis atau menyucikan  hadas. Jenis air ini di antaranya: air hujan, air sumur, air laut, air sungai,  air salju, air telaga, dan air mata air. 

Firman Allah swt.:“Dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih”. (Surah Al-Furqan [25]:48)
2. Air Suci, tetapi tidak Menyucikan
Air seperti itu termasuk air yang suci, tetapi tidak sah dipakai untuk  bersuci seperti untuk berwudu'. Yang termasuk dalam jenis air ini di  antaranya


  • Air muqayyad, yaitu air yang berkaitan dengan suatu benda.  Air ini  telah berubah salah satu atau seluruh sifat-sifatnya karena bercampur  dengan sesuatu benda yang suci, seperti air teh, air kopi, air susu,  atau sejenisnya. Begitu juga air pohon-pohonan atau air buah-buahan,  seperti air kelapa, air jeruk, air nira atau sejenisnya.
  • Air sedikit, yaitu kurang dari ukuran dua kullah, artinya air tersebut  kurang dari 1/8 m3  atau 500 liter dan digunakan lebih dari satu kali  pakai, seperti berwudu' dalam kolam. Akan tetapi, bila digunakan  untuk sekali pakai, seperti berwudu' dengan gayung air itu tetap suci  dan menyucikan. 
  • Air musta’mal, yaitu air yang sudah dipakai untuk bersuci, seperti air  yang sudah dipakai untuk berwudu'. Akan tetapi, apabila air ini lebih  dari dua kullah, air musta’mal ini hukumnya suci dan menyucikan.

3. Air Mutanajis
Air mutanajis adalah air yang terkena najis. Jenis air ini terbagi  menjadi dua bagian berikut ini.

  • Air yang terkena najis dan berubah salah satu atau seluruh sifat-sifatnya, yaitu rasa, warna, atau baunya. Dalam keadaan ini, para  ulama fiqih sepakat bahwa air itu tidak boleh dipakai untuk bersuci.
  • Air yang terkena najis, tetapi tidak berubah sifat-sifatnya, baik rasa,  warna atau baunya. Apabila air itu lebih dari dua kullah, hukumnya  suci dan menyucikan. Akan tetapi, apabila airnya kurang dari dua  kullah, air itu termasuk air mutanajis. 
Rasulullah saw. bersabda: "Apabila cukup air dua kullah, maka  tidaklah dinajisi oleh suatu apapun”. (Riwayat lima ahli hadis)

4. Air Najis
Air najis adalah air yang hukumnya najis dari asalnya, seperti air  kencing. Air najis tidak boleh digunakan untuk bersuci, baik bersuci dari  hadas maupun bersuci dari najis. Karena apabila kita menggunakan air  najis, badan kita tidak akan suci malah akan bertambah najis dan akan  mengganggu kesehatan badan, seperti gatal-gatal pada kulit.

Selain itu, ada juga air yang suci, tetapi makruh untuk digunakan menghilangkan hadas atau najis. Contohnya, air yang terkena sinar matahari  (air musyammas), air yang terlalu panas, dan air yang terlalu dingin. Jenis air ini akan menimbulkan penyakit kusta atau penyakit kulit lainnya. 

Ada lagi air yang haram untuk digunakan untuk bersuci. Air jenis ini  adalah air hasil curian atau hasil rampasan. Karena mencuri adalah perbuatan  yang haram, barang curiannya pun bersifat haram, begitu juga menggunakan  barang hasil curian tersebut.

D. Benda-benda yang Tergolong Najis
Sebelum membahas macam-macam najis dan cara menyucikannya, kita  sebaiknya menguraikan dulu benda-benda yang tergolong najis berikut ini.
1) Bangkai binatang darat yang berdarah. Akan tetapi, bangkai binatang  laut, seperti ikan atau bangkai binatang darat yang tidak berdarah, seperti  belalang, tidaklah termasuk najis.


2) Darah haid. Hal ini berdasarkan hadis sebagai berikut: Dari Asma’ binti  Abu Bakar berkata: “Seorang wanita pernah datang kepada Nabi seraya  mengatakan : Apa yang kami perbuat bila darah haid mengenai pakaian seorang di antara kami? Beliau menjawab: Hendaknya dia menggosoknya, membasahinya dengan air dan mencucinya, kemudian dia boleh salat  dengan pakaian tersebut”. (H.R. Bukhari)

3) Kotoran manusia, kotoran keledai, kuda, dan binatang buas adalah najis.  
Hal  ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw., yang artinya: Dari Abu Said  Al-Khudri berkata: “Ketika Rasulullah salat bersama para sahabatnya, tiba-tiba beliau melepaskan kedua sandalnya dan meletakkannya di sebelah kirinya. Melihat hal itu, maka para sahabat langsung juga  melepaskan sandal mereka. Seusai salat, Rasulullah bertanya: Mengapa kalian melepas sandal kalian? Mereka menjawab: Kami melihat engkau melepas sandal, maka kami pun melepas sandal. Rasulullah bersabda:  “Sesungguhnya Jibril telah datang mengabarkanku bahwa pada sandal tersebut ada kotoran. ”Lalu beliau bersabda: Apabila seorang di antara kalian datang ke Masjid, maka hendaknya dia melihat; bila pada sandalnya terdapat kotoran (najis), hendaknya dia mengusapnya dan salat dengan memakai kedua sandalnya.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)

4) Air kencing manusia.  
Hal ini berdasarkan hadis sebagai berikut: Dari  Anas  bin Malik berkata: “Telah datang seorang badui lalu kencing di  pojok masjid. (melihat hal itu) Para sahabat membentaknya tetapi Nabi  melarang para sahabat. Tatkala orang badui tadi selesai dari kencingnya,  Nabi menyuruh untuk dibawakan seember air lalu menuangkannya pada  bekas kencing tersebut”. (H.R. Bukhari ) 

5) Khamar atau arak. Khamar atau arak itu adalah najis lagi keji.  
Firman Allah  swt. dalam surah Al-Maidah-90, yang artinya : “Bahwa sesungguhnya arak, judi, berhala, dan bertenung itu adalah najis lagi keji dari perbuatan  setan, maka hendaklah kamu jauhi.”

6) Air liur anjing.  
Hal ini berdasarkan hadis berikut: Dari   Abu Hurairah  berkata: Rasulullah berabda: “Apabila anjing menjilat bejana salah  seorang di antara kalian, maka hendaklah dia menuangkannya kemudian  menyucinya tujuh kali”. (H.R. Muslim)

7) Air wadi dan madi.  
Air wadi adalah air berwarna putih dan kental yang  keluar setelah kencing. Sementara itu, air madi adalah air berwarna putih,  kental, melekat (lengket) yang keluar ketika memuncaknya syahwat, bahkan kadang-kadang seorang tidak merasakan keluarnya air tersebut.


E. Macam-macam Najis dan Cara Menyucikannya
Cara dan alat yang digunakan untuk membersihkan najis bergantung  kepada jenis najis itu sendiri. Untuk itu, para ulama membagi najis ke dalam 3 macam, yaitu najis mukhaffafah, najis mughaladzah, dan najis mutawassitah.

1. Najis Mukhafafah
Najis mukhafafah (najis yang hukumnya ringan) adalah najis berupa  air kencing bayi laki-laki yang belum makan atau minum, selain air  susu ibunya. Air kencing bayi perempuan hukumnya seperti air kencing dewasa walaupun belum makan dan minum selain air susu ibunya. Karena jika perempuan kencing, air kencing langsung keluar tanpa ada saringan terlebih dahulu. Sementara itu, air kencing bayi laki-laki tidak langsung  keluar semuanya, tetapi tersaring pada quluf atau kulit ujung kemaluan  laki-laki yang belum dikhitan.
Tahukah Anda cara menyucikan najis mukhafafah? Cara menyucikan  air kencing bayi laki-laki cukup dengan memercikan air pada bagian  badan, pakaian, atau benda-benda lainnya yang terkena air kencing tersebut tanpa dibasahi seluruhnya. Jika air kencingnya bayi perempuan, harus dibasuh.
2. Najis Mughaladzah
Najis mughaladzah (najis yang hukumnya berat) adalah najisnya  anjing dan babi beserta anak dari kedua jenis hewan itu dengan jenis  hewan lain. Cara menyucikannya ialah membasuh tujuh kali dan salah  satu di antaranya dilakukan dengan menggunakan tanah. Cara ini disebut  ta’abud (ibadah), yaitu tidak boleh ditukar-tukar dan diubah, misalnya  mengganti campuran debu dengan sabun.
Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah bersabda: “Cara menyucikan bejana salah seorang di antaramu bila dijilat anjing, yaitu membasuh (dengan air) sampai tujuh kali. Salah satu basuhan itu dicampur dengan  debu” (H.R. Muslim)
Babi disamakan dengan anjing karena babi termasuk binatang yang keji,  artinya binatang yang najis. 
Firman Allah swt. : “Atau (yang diharamkan juga), daging babi itu adalah binatang keji  (najis)”. (Surah Al- An'am [6] : 145)
3. Najis Mutawassitah
Najis mutawassitah (najis yang hukumnya sedang) adalah najis selain  dari najis mukhaffafah dan mughaladzah. Najis mutawassitah terbagi  menjadi dua bagian, yaitu najis mutawassitah ainiyyah dan mutawassitah  hukmiyyah.

  • Najis mutawassitah ainiyyah, yaitu najis yang tampak dilihat oleh  mata, seperti baul (air kencing) orang dewasa, gait (kotoran manusia  atau binatang), darah, nanah, dan muntah. Cara menyucikan najis  ainiyyah adalah dengan membasuh bagian yang terkena najis hingga  hilang dzat dan sifat dari najis tersebut. Akan tetapi apabila rasa,  warna, dan baunya susah untuk dihilangkan, boleh dibiarkan.
  • Najis mutawassitah hukmiyyah, yaitu najis yang tidak dapat terlihat  oleh mata, tetapi yakin adanya najis itu, seperti air kencing yang  sudah kering. Cara mensucikannya cukup dengan menyiramkan air  sekali saja tanpa harus mencuci seluruhnya.



0 Response to "Hadas dan Najis"

Post a Comment