Kerajaan-Kerajaan Bercorak Islam di Indonesia (2)


4. Kesultanan Demak
Kesultanan Demak merupakan kesultanan Islam pertama di Jawa. Pendirinya Raden Patah, seorang putra raja Majapahit yang beristrikan seorang Cina. Perkembangan kesultanan ini sejalan dengan kemajuan pelayaran dan perdagangan di Pantai Utara Pulau Jawa serta kemunduran Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu. Demak tampil menggantikan Malaka sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam di Nusantara. Terutama setelah Malaka dikuasai Portugis pada 1511 M. Dalam penyebaran Islam di daerah kekuasaannya, Raden Patah dibantu oleh Wali Songo.


Pada 1513 M, Kesultanan Demak menyerang Portugis di Malaka. Penyerangan tersebut di bawah pimpinan Adipati Unus (Pati Unus), putra Raden Patah yang menjabat adipati di Jepara. Oleh karena usahanya, beliau mendapat gelar Pangeran Sabrang Lor. Penyerangan tersebut mengalami kegagalan karena armada Portugis lebih unggul.

Pada 1518 M, Adipati Unus naik takhta menggantikan Raden Patah dan memerintah sekitar tiga tahun. Selanjutnya, beliau digantikan oleh Sultan Trenggono. Sultan Trenggono memiliki tujuan yang sama dengan Pati Unus dan ayahnya, yaitu memperkuat kedudukan Demak dan menegakkan agama Islam. Pada masa pemerintahannya, Demak mencapai puncak kejayaan dan wilayah kekuasaannya hampir meliputi seluruh Jawa. Setelah Sultan Trenggono meninggal pada 1546 M, Joko Tingkir menantu Sultan Trenggono naik takhta dan memindahkan ibu kota Kesultanan Demak ke Pajang (1568 M).

5. Kesultanan Panjang
Pajang adalah sebuah daerah yang subur dan sangat strategis. Sultan pertamanya, yaitu Joko Tingkir yang bergelar Sultan Adiwijaya. Kesultanan ini mempunyai hubungan yang sangat baik dengan kerajaan-kerajaan di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sultan  Adiwijaya  memperoleh dukungan  dan pengakuan atas kekuasa annya dari para penguasa daerah, seperti Kedu, Bagelen, Banyumas, dan beberapa daerah di wilayah Jawa Timur. Bahkan untuk memperkuat posisinya, Adiwijaya mengawinkan putrinya dengan Panembahan Lemah Duwur dari Aresbaya. Akibatnya, pada 1580-an Kesultanan Pajang sudah mendapat pengakuan kekuasaan yang luas.

Di antara pengikut Joko Tingkir yang paling terbesar jasanya ialah Kyai Ageng Pamanahan. Joko Tingkir kemudian memberikan hadiah sebuah daerah di sekitar Kota Gede, Yogyakarta, yaitu daerah Mataram. Oleh karena itu, beliau dikenal sebagai Kyai Gede Mataram yang kelak merintis Kesultanan Mataram. Beliau meninggal pada 1575 M. Anaknya, yaitu Sutawijaya yang dikenal sebagai Senopati ing Alaga naik takhta. Sementara itu, setelah Sultan Adiwijaya meninggal pada 1582 M, anaknya yaitu Pangeran Benowo diangkat menjadi penerus kekuasaan Pajang. Namun, ia harus menghadapi pemberontakan Arya Pangiri dari Demak yang berhasil merebut takhta Pajang.

Tindakan Arya Pangiri yang merugikan rakyat menimbulkan rasa tidak senang di kalangan rakyat. Kesempatan ini digunakan oleh Pangeran Benowo untuk mengambil alih kekuasaan. Dengan bantuan Senopati dari Mataram, dilakukanlah penyerangan terhadap Pajang. Pangeran Benowo kemudian menyerahkan takhta kepada Senopati karena merasa tidak sanggup melawan Mataram yang juga ingin menguasai Pajang. Kesultanan Pajang kemudian dipindahkan ke Mataram (1586 M) dan dimulailah riwayat Kesultanan Mataram.

6. Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram merupakan kesultanan Islam yang didirikan oleh Sutawijaya atau Panembahan Senopati pada 1575 M. Setelah menjadi Raja Mataram, Senopati memperluas daerah kekuasaannya, meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon, dan sebagian Priangan.

Sutawijaya wafat pada 1601 M dan dimakamkan di Kota Gede. Penggantinya ialah Mas Jolang atau disebut Panembahan Seda ing Krapyak, yang memerintah pada 1601 sampai 1613 M. Setelah Mas Jolang meninggal, Raden Mas Martapura ditunjuk sebagai pengganti ayahnya. Namun, beliau sakit-sakitan dan tidak sempat memerintah sehingga takhta diserahkan kepada saudaranya, yaitu Raden Mas Rangsang dengan gelar Sultan Agung Senapati Ing Alaga Ngabdurrachman atau terkenal Sultan Agung (1613–1645 M). Sultan Agung lahir dari pasangan Mas Jolang dengan Ratu Adi dari Pajang. 

Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Mataram mencapai puncak kejayaannya. Ia bercita-cita untuk mempersatukan seluruh wilayah Jawa di bawah Kesultanan Islam Mataram. Wilayah kekuasaan Mataram pada masa pemerintahannya, meliputi seluruh Jawa, Madura, dan Kalimantan Selatan. Pusat pemerintahan Mataram berada di wilayah yang disebut Kutanegara, meliputi wilayah Kedu, Pajang, dan Bagelen.

Adapun di luar wilayah kutanegara disebut wilayah mancanegara yang terbagi menjadi bagian barat dan bagian timur mancanegara, serta mancanegara pesisir. Wilayah-wilayah mancanegara dibagi menjadi beberapa kabupaten dan dikepalai oleh seorang Tumenggung atau Raden Arya. Desa dipimpin oleh seorang lurah atau petinggi dibantu oleh modin. Masyarakat Mataram dapat dibedakan menjadi empat golongan besar, yaitu sebagai berikut.
a.  Kaum bangsawan terdiri atas raja dan keluarganya.
b.  Kaum priyayi yang beranggotakan rakyat terkemuka.
c.  Wong cilik atau kawula alit, yaitu rakyat biasa.
d.  Abdi keraton, yaitu yang mengabdikan diri di kesultanan.

Sultan Agung juga dikenal sangat anti-Belanda. Ia tidak menyukai keberadaan Belanda di tanah Jawa. Ia pernah menyerang Belanda di Batavia pada 1628 M dan 1629 M. Namun, kedua serangan tersebut mengalami kegagalan karena tidak didukung perbekalan yang memadai. Akibatnya, tentara Mataram mengalami kelaparan dan berjangkitlah berbagai penyakit.

0 Response to "Kerajaan-Kerajaan Bercorak Islam di Indonesia (2)"

Post a Comment