Peristiwa G 30S/PKI


Pada masa Demokrasi Terpimpin, presiden menetapkan ajaran Nasakom sebagai ajaran negara yang diikuti dengan Politik Poros. Politik Poros tersebut ternyata lebih mendekatkan Indonesia dengan negara-negara komunis.

Latar Belakang Peristiwa G 30S/PKI
PKI memanfaatkan ajaran Nasakom untuk kepentingan-kepentingan penyebaran paham komunis di Indonesia. Adanya ajaran Nasakom dan kecenderungan Indonesia dengan negara-negara komunis menjadikan PKI lebih dekat dengan presiden. Oleh karena itu, PKI berkembang menjadi partai yang disegani dalam peta politik Indonesia saat itu. Perlahan-lahan, PKI mencoba menggusur Pancasila sebagai dasar negara dan menggulingkan pemerintah yang sah. 

D.N. Aidit
Selain PKI, sistem demokrasi terpimpin pun memberi celah pada TNI untuk menjadi kekuatan politik yang cukup berpengaruh di Indonesia. Unsur pimpinan TNI ketika itu sangat didominasi oleh angkatan darat. TNI angkatan darat merasa memiliki kepentingan untuk melindungi ideologi negara Pancasila dari rongrongan paham komunis yang terus dilakukan oleh PKI. Akibatnya, sering terjadi pertentangan dan ketegangan antara PKI dengan angkatan darat.

Menjelang tahun 1965, pertentangan dan ketegangan antara PKI dengan angkatan darat makin memuncak. PKI berkali-kali melakukan provokasi terhadap angkatan darat, begitu juga sebaliknya angkatan darat pun membalasnya. Tindakan yang merupakan provokasi PKI meliputi berbagai aksi politik dan kekerasan seperti berikut ini.
  1. Menuntut pembubaran sebuah organisasi seniman, Manifes, Kebudayaan (Manikebu) yang dituduh PKI sebagai upaya menentang Manifesto Politik (Manipol). Manikebu merupakan organisasi yang beranggotakan para seniman anti-PKI.
  2. Melakukan penyerangan-penyerangan fisik dan politik terhadap pihak-pihak yang menjadi lawan politik PKI, seperti penyerangan kepada Pelajar Islam Indonesia dan Himpunan Mahasiswa Islam. Selain itu, dibubarkannya Partai Masyumi oleh pemerintah juga tidak terlepas dari provokasi PKI.
  3. Melakukan berbagai hasutan kepada kaum buruh dan tani untuk merebut lahan-lahan perkebunan dan pabrik.
  4. Mengemukakan gagasan pembentukan angkatan kelima dalam tubuh ABRI yang terdiri atas kaum buruh dan tani yang dipersenjatai dengan alasan untuk menyukseskan Dwikora. Alasan sebenarnya dari gagasan ini ialah agar tercipta kekuatan militer yang dapat dipengaruhi PKI karena pendukung PKI ketika itu sebagian besar ialah kaum buruh dan tani.
  5. Menuduh adanya sebuah dewan dalam tubuh angkatan darat yang disebut ‘Dewan Jenderal’ yang menurut PKI berencana merebut kekuasaan dari tangan Presiden Soekarno dengan bantuan Amerika Serikat dan Inggris. 
Sementara itu, dalam upaya menandingi pengaruh PKI dalam bidang pemerintahan dan sosial, angkatan darat juga melakukan beberapa tindakan. Adapun tindakan yang dilakukan angkatan darat adalah sebagai berikut.
  1. Mencoba memperingatkan presiden agar tidak terlalu dekat dengan PKI.
  2. Menolak pembentukan Kabinet Gotong Royong oleh Presiden Soekarno yang diperkirakan angkatan darat akan memberi peluang kekuasaan lebih besar bagi PKI.
  3. Menolak ide pembentukan angkatan kelima dengan alasan tidak berguna dan hanya merugikan revolusi Indonesia.
  4. Membantah isu adanya Dewan Jenderal dengan mengemukakan bahwa lembaga yang beranggotakan para jenderal dalam angkatan darat hanya Wanjakti (Dewan Jabatan Kepangkatan Tertinggi) yang bertugas melakukan pemetaan posisi dan kepangkatan para perwira angkatan darat.
Segala bentuk pertentangan antara angkatan darat dengan PKI juga diperburuk oleh ketidaktegasan presiden dalam menengahi masalah tersebut. Ditambah, kondisi kesehatan presiden ketika itu mulai memburuk dan sering sakit-sakitan, sehingga presiden kurang begitu memahami apa yang sebenarnya tengah terjadi dalam dunia politik Indonesia.


Kronologi Peristiwa G 30S/PKI
Pertentangan antara angkatan darat dan PKI berimbas ke dalam tubuh angkatan darat sendiri. Sebagian anggota dan perwira angkatan darat mulai bersimpati pada PKI dan mempercayai berbagai isu yang dihembuskan PKI seperti adanya Dewan Jenderal, rencana makar, dan bantuan dari Amerika Serikat dan Inggris. Pertentangan angkatan darat dan PKI mencapai puncak dengan terjadinya peristiwa G 30S/PKI.

Pada tanggal 30 September 1965, sepasukan tentara yang menggunakan atribut dan kendaraan berlambang Batalyon I Cakrabirawa (pasukan khusus pengawal Presiden RI) melakukan penculikan terhadap sejumlah petinggi angkatan darat. Pasukan tersebut dipimpin oleh Komandan Batalyon I Cakrabirawa Letkol. Untung. Para perwira yang diculik antara lain sebagai berikut.
  1. Men/Pangad, Letjen. Ahmad Yani
  2. Asisten I Men/Pangad, Mayjen. S. Parman
  3. Deputi II Men/Pangad, Mayjen. R. Soeprapto
  4. Deputi III Men/Pangad, Mayjen. M.T. Haryono
  5. Asisten IV Men/Pangad, Brigjen. D.I. Panjaitan
  6. Oditur Jenderal AD, Brigjen. Sutoyo Siswomiharjo
Salah seorang perwira TNI lain, yakni Jenderal A.H. Nasution berhasil lolos dari penculikan setelah meloncat dari pagar rumahnya dan bersembunyi di rumah sebelah. Namun dalam peristiwa penculikan tersebut, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tewas karena tertembak peluru. Selain itu, seorang anggota polisi Pembantu Letnan Satu Karel Satsuit Tubun yang sedang berpatroli di dekat rumah Jenderal A.H. Nasution pun ditembak hingga tewas. Karena tidak berhasil menculik Jenderal A.H. Nasution, pasukan penculik membawa ajudannya, Lettu. Pierre Tendean. Para penculik tersebut membawa para perwira tinggi angkatan darat ke daerah Lubang Buaya di Jakarta Selatan. 

Di sana, mereka menyiksa para perwira tinggi tersebut dengan keji hingga meninggal. Keesokan harinya, pasukan yang dipimpin Letkol. Untung bergerak dan menduduki sejumlah sarana penting, antara lain Gedung Telekomunikasi dan Stasiun RRI Pusat. Melalui siaran radio, pasukan PKI menyatakan bahwa negara berada dalam keadaan genting dan mereka menekankan bahwa G 30S/PKI merupakan gerakan intern dalam tubuh angkatan darat untuk membersihkan para anggota Dewan Jenderal yang hendak melakukan kudeta pada Presiden Soekarno. Mereka juga menyatakan bahwa Kabinet Dwikora telah demisioner, sebagai gantinya telah dibentuk sebuah Dewan Revolusi. Selain itu, pasukan PKI menyatakan bahwa pangkat tertinggi dalam angkatan darat ialah letnan kolonel dan semua pangkat jenderal dihapuskan. Pengumuman tersebut sangat mengejutkan dan membingungkan masyarakat.

Penumpasan G 30S/PKI
Segera setelah diumumkannya G 30S/PKI, para petinggi angkatan darat yang masih ada melakukan konsolidasi. Kepemimpinan angkatan darat diambil alih oleh Panglima Kostrad Mayjen. Soeharto. Beliau menghimpun kekuatan dalam tubuh angkatan darat yang masih setia pada pemerintah. Pasukan Kostrad di bawah pimpinan Mayjen. Soeharto mulai bergerak untuk menandingi pasukan PKI. Satu per satu sarana penting seperti Gedung Telekomunikasi dan RRI dapat direbut oleh Kostrad. Kemudian, pasukan Kostrad berhasil menghancurkan markas G 30S/PKI di Lubang Buaya setelah mendapat informasi dari seorang petugas bantuan polisi bernama Sukiman yang berhasil meloloskan diri dari Lubang Buaya pada malam terjadinya penculikan 30 September.


Penyisiran simpatisan PKI 

Pada tanggal 3 Oktober 1965 jenazah korban G 30S/PKI ditemukan dalam sebuah sumur tua di daerah Lubang Buaya. Jenazah-jenazah korban baru dapat diangkat pada 4 Oktober 1965. Proses ini dilakukan oleh anggota Kesatuan Intai Para Amphibi KKOAL bersama RPKAD. Jenazah baru dimakamkan pada keesokan harinya di Taman Makam Pahlawan Kalibata. 

Mayjen Soeharto

Berdasarkan hasil penyelidikan angkatan darat, diduga kuat bahwa G 30S didalangi oleh PKI. Oleh karena itu, sejak akhir bulan Oktober 1965, angkatan darat mencoba mengamankan para tokoh PKI dan tokoh lainnya yang diduga terlibat G 30 S/PKI. Masyarakat yang sudah gerah melihat sepak terjang PKI pun kemudian bereaksi keras dan menuntut agar PKI dibubarkan.

Kegagalan PKI dalam mengubah dasar negara Pancasila menjadi komunis membuktikan bahwa paham komunis tidak cocok untuk bangsa Indonesia. Kehancuran PKI menjadi tolok ukur saktinya Pancasila.


Download Gratis Lagu "Gugur Bunga" disini



0 Response to "Peristiwa G 30S/PKI"

Post a Comment