Puisi-puisi “Si Binatang Jalang” karya Chairil Anwar telah menjadi inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan bangsanya. Pria kelahiran Medan, 26 Juli 1922 ini adalah seorang penyair legendaris Indonesia yang karya-karyanya hidup dan digemari sepanjang zaman. Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairilmasih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra. Penghargaan itu diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.
Chairil Anwar |
Chairil Anwar juga menulis sajak “Persetujuan dengan Bung Karno”, yang merefleksikan dukungannya pada Bung Karno untuk terus mempertahankan proklamasi pada 17 Agustus 1945. Bahkan, sajaknya yang berjudul “Aku” dan “Diponegoro” juga banyak diapresiasi orang sebagai sajak perjuangan. Kata Aku binatang jalang dalam sajak “Aku” diapresiasi sebagai dorongan kata hati rakyat Indonesia untuk bebas merdeka.
Chairil Anwar adalah pelopor Angkatan ‘45 yang menciptakan tren baru pemakaian kata dalam puisi yang terkesan sangat lugas, solid, dan kuat. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, dia mempelopori puisi-puisi modern Indonesia. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC. Ia pun dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Hari meninggalnya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.
Puisi-puisinya sangat digemari hingga saat ini. Salah satu puisinya yang paling terkenal sering dideklamasikan berjudul “Aku” (Aku mau hidup Seribu Tahun lagi). Selain menulis puisi, ia juga menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Dia pun pernah menjadi redaktur ruang budaya Siasat Gelanggang dan Gema Suasana. Chairil Anwar juga mendirikan Gelanggang Seniman Merdeka pada 1946.
0 Response to "Chairil Anwar (1922–1949)"
Post a Comment