Dahulu kala, di Pulau Sumatra ada seorang putri yang sangat cantik bernama Putri Pinang Masak. Putri ini sangat terkenal karena kecantikan dan sifatnya yang lemah lembut dan baik hati. Semua orang sangat menyukai Putri Pinang Masak. Para wanita dan sesama gadis ingin bersahabat dengannya, sedangkan para pemuda dan pangeran ingin mempersuntingnya. Namun, ia belum bermaksud berumah tangga.
Pada suatu hari, datang lamaran dari raja yang terkenal kaya raya dan besar kekuasaannya. Sumber kekayaannya berupa tambang minyak. Putri Pinang Masak tidak menyukai raja itu, karena konon wajahnya sangat buruk. Namun, jika lamarannya ditolak, raja akan murka dan akan terjadi bencana.
Putri Pinang Masak mencari akal untuk menggagalkan lamaran raja tersebut. Berkatalah ia kepada utusan raja, ”Baik, aku terima lamaran Raja, tetapi dengan dua syarat. Syarat pertama, Baginda harus mampu membuat sebuah istana yang indah berikut isi perabotannya hanya dalam waktu satu malam saja. Mulai sore sampai terdengar ayam berkokok.” ”Hamba akan sampaikan. Lalu syarat yang kedua?” tanya utusan Raja buruk rupa. ”Yang kedua, jika gagal memenuhi syarat pertama, Raja harus menyerahkan seluruh harta kekayaan dan kerajaannya kepada saya.”
Utusan tersebut pulang dengan wajah yang memerah. Ia menyampaikan semua persyaratan Putri Pinang Masak. Ternyata, Baginda menyanggupi syarat itu karena ia sangat mencintai Putri Pinang Masak. Penasihat kerajaan menasihati Baginda. ”Sadarkah Tuanku, risiko dari persyaratan itu? Jika gagal, Paduka akan kehilangan kerajaan ini.”
Baginda terdiam beberapa saat. Namun, segera berkata, ”Tidak mengapa, bukankah sudah lama aku hidup seorang diri. Kini tiba saatnya aku mengambil seorang permaisuri. Aku yakin sekali dapat memenuhi permintaannya.” Baginda mulai mengumpulkan seluruh rakyat, para tukang dari kerajaannya, dan para tukang dari luar negeri walaupun dengan membayar mahal. Ia memerintahkan semuanya bekerja dengan cepat karena istana itu harus selesai dalam waktu satu malam.
Pembangunan istana mulai dilaksanakan. Beribu-ribu tukang telah dikerahkan. Di tempat itu juga dinyalakan beribu-ribu lampu sehingga terang benderang. Baginda berkeliling memeriksa orang-orang yang sedang bekerja. Tengah malam, Baginda berkeliling memeriksa lagi. Pembangunan sudah separuh sempurna. Keindahan istana itu tidak dapat dilukiskan. Putri Pinang Masak merasa khawatir. Padahal, permintaannya hanya sebagai alasan saja supaya Baginda tidak menikahinya. Ternyata, Baginda dari Timur adalah orang yang nekat. Menjelang pagi, istana tersebut hampir selesai. Tentu saja Baginda sangat gembira, sementara Putri Pinang Masak sangat sedih. Ia tidak dapat tidur karena terus mencari akal. Tiba-tiba, Putri Pinang Masak mendapat akal. Ia pergi ke kandang ayam dan menyalakan lampu yang sangat terang sehingga ayam-ayam berkokok berulangulang karena mengira hari telah siang. Baginda dan para pekerja sangat terkejut. Baginda segera memerintahkan untuk menghentikan pekerjaan.
”Mengapa, Baginda? Bukankan pekerjaan kita hampir selesai?” tanya salah seorang pekerja.
”Betul katamu. Tetapi, kita telah kalah. Dalam perjanjian, istana ini sudah harus selesai sebelum ayam berkokok,” kata Baginda. ”Tetapi ... sebenarnya ini belum pagi benar. Tidak seharusnya ayam berkokok. Sungguh aneh!” ujar para pekerja.
”Sudahlah,” kata Baginda. ”Kembalilah kalian ke tempat masing-masing. Kita sudah gagal. Perjanjiannya adalah sampai ayam berkokok.” Semua pekerja pulang ke rumah masing-masing. Tetapi, Baginda tetap berdiri di tempat itu. Hatinya hancur. Putri Pinang Masak datang menemuinya. ”Baginda telah gagal. Apakah istana yang belum selesai ini hendak Baginda hancurkan?”
Sesuai dengan kesepakatan, Raja menyerahkan seluruh harta dan kekayaannya. Sejak saat itu, Negeri Timur diganti namanya menjadi Negeri Putri Pinang. Gadis itu menjadi raja di negeri itu. Orang-orang dari negeri lain menyebutnya sebagai negeri Pinang. Pinang dalam bahasa Jawa adalah Jambe. Maka raja-raja dari Jawa menyebutnya dengan sebutan Kerajaan Jambe. Lama-kelamaan sebutan Jambe berubah menjadi Jambi hingga sekarang.