Dahulu kala, hiduplah sorang saudagar kaya yang sombong. Ia sama sekali tak mau bersentuhan dengan orang miskin. Apalagi besalaman. Saudagar ini berpikir, “Kalau aku bersentuhan dengan orang miskin, kemiskinan orang itu bisa menular kepadaku!”
Suatu hari, Saudagar itu berulang tahun. Karena ia sangat terkenal, banyak orang yang tahu tanggal ulang tahunnya. Termasuk seorang pengemis yang biasa lewat di depan rumah saudagar itu. Pengemis itu mengulurkan tangannya sambil berkata, “Selamat panjang umur, Tuan…”
Saudagar itu melihat pada pengemis itu dengan jijik. Ia lalu cepatcepat mengambil sapu yang tergeletak di halaman rumahnya. Saudagar itu menjulurkan ujung sapu ke arah si pengemis. Dengan terpaksa pengemis itu menyalami ujung sapu ijuk itu. Akan tetapi, ujung sapu itu ternyata sangat dekat dengan wajahnya. Bahkan, sampai menggelitik hidungnya. “Aaaa…a…a…aciiiuuu! “Saudagar itu buru-buru menjauh. Ia menyesal juga sudah bersalaman dengan pengemis itu walau hanya dengan sapu. “Jangan-jangan, kayu ini juga bisa menghantar kemiskinan pengemis itu kepadaku!”
Suatu hari, Saudagar itu melintasi jalan yang belum pernah ia lalui dengan kereta kudanya. Ia tak tahu kalau di jalan itu ada sebatang pohon tumbang. Kudakudanya menjadi panik ketika melihat halangan di depannya. Hiiiiihee..hiihee…” Kuda-kuda itu meringkik dan menaikkan kedua kaki depannya tinggitinggi. GUBRAAAK! Kereta kuda saudagar pun terbalik. Tubuh saudagar kaya itu terhimpit kereta kudanya sendiri. Ia tidak bisa bergerak. “Ada kecelakaan! Kecelakaan…”
Sekelompok orang mulai berdatangan. Pakaian mereka compang-camping. Bahkan, ada anak-anak kecil yang hanya memakai celana, tetapi tidak memakai baju Ternyata daerah itu dihuni oleh sekelompok penduduk miskin. “Ayo! Angkat keretanya!” kata seorang di antara mereka. Sebagian berusaha membalikkan kereta kuda. Sebagian lagi menolong saudagar kaya yang terhimpit kereta kuda. “Pegang tangannya!” “Angkat kakinya lebih dulu!” kata yang lain. “Awas! Angkat pelan-pelan kepalanya!” Sepertinya seluruh tubuh saudagar kaya itu dipegang oleh sekelompok penduduk miskin. Saudagar kaya pasrah saja. Tubuhnya sangat lemas. Ia tak sanggup berteriak, “Jangan sentuh aku. Aku akan tertular miskin!”
Beberapa lama sejak kejadian itu, kehidupan saudagar kaya itu tetap tidak berubah. Tidak ada tanda-tanda ia akan menjadi miskin. Bahkan, ia merasa menjadi bertambah kaya. Suatu sore, ia duduk melamun di taman rumah mewahnya. Ia teringat pada peristiwa kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Ia teringat pada orang-orang miskin yang telah menolongnya saat itu. Rasanya tangan-tangan itu masih terasa di tubuhnya Tiba-tiba saudagar kaya itu terperanjat. Ia seperti baru terjaga dari mimpi buruk. Ia sadar bahwa pemikirannya selama ini sangat salah. Esok harinya, ia mengundang orangorang miskin itu ke rumah mewahnya. Dijamunya penduduk dari kampung miskin itu dengan berbagai makanan lezat. Ketika mereka pulang, Saudagar juga memberikan mereka masing-masing banyak uang. “Terima kasih telah menolongku saat itu…” ucap saudagar kaya dengan senyum ramah. Disalaminya orangorang miskin itu satu persatu.
0 Response to "Saudagar Kaya Yang Sombong"
Post a Comment