Di desa tempat Abunawas tinggal, ada pertunjukan sirkus. Setiap hari, pertunjukan itu ramai dikunjungi orang. Di samping karena atraksi pemainnya yang lucu, pertunjukan sirkus itu juga melibatkan banyak binatang. Binatang-binatang itu bisa melakukan sesuatu yang diperintahkan tuannya.
Di antara binatang binatang itu, yang paling menarik adalah atraksi yang dilakukan oleh gajah. Pertunjukan gajah menjadi favorit para penonton. Gajah itu bisa bermain sepak bola, meloncati lingkaran api, dan macam-macam atraksi lainnya. Tak heran bila gajah yang dimiliki sirkus itu bisa melakukan apa saja. Karena sang Tuan, pemilik sirkus, melatihnya dengan sangat keras. Bukan hanya keras, tapi cenderung kejam. Di saat melatih, pemilik sirkus itu tak segan-segan memukulkan rotan berduri, apabila sang gajah tidak bisa melaksanakan perintah si pelatih.
Suatu hari, setelah melakukan berbagai macam atraksi, sang pelatih melontarkan tantangan pada para penonton. ”Gajah kami tidak hanya pintar melakukan atraksi. Tapi dia juga tidak akan taat pada orang lain kecuali diriku,” sumbar pelatih pada para penonton. “Mau tahu buktinya? Silakan coba! Barang siapa bisa membuat gajah mengangguk-anggukkan kepala, dia akan kuberi hadiah seratus ribu dinar.” Para penonton banyak yang penasaran dengan tantangan si pelatih. Mereka antre untuk mendapat giliran. Satu per satu mereka bertanya pada sang gajah. Tapi apa pun pertanyaan yang diajukan, jawaban sang gajah adalah gelengan kepala. Sang pelatih merasa amat bangga dan semakin besar kepala. “Ayo siapa lagi yang mau bertanya?” ujar sang pelatih membuka lagi tantangannya. “Aku yang akan bertanya!” tiba-tiba Abunawas menyeruak di antara kerumunan para penonton. ”Silakan! Silakan Tuan Abunawas. Kalau Tuan berhasil membuat gajahku menganggukkan kepala, akan kami hadiahi uang tunai seratus ribu dinar. Tunai!” kata sang pelatih berkesan meremehkan kemampuan Abunawas.
”Hai gajah!” Abunawas mulai melontarkan muslihatnya. “Apakah kau mau kuberi hadiah?” Gajah itu menggelengkan kepalanya. Para penonton pun bersorak memuji kecerdikan sang gajah. ”Atau kalau kamu tidak mau hadiah, aku punya usul lain. Bagaimana kalau kamu kubebaskan dari belenggu sirkus keparat ini?” Sang gajah kembali menggeleng. Dia sama sekali tak bergeming. Iming-iming Abunawas tak mampu membuat sang gajah tergoda. ”Jangan hanya geleng-geleng kepala. Jawablah!” bentak Abunawas pura-pura gusar. “Kalau kamu tetap geleng-geleng kepala, kau akan kuadukan pada tuanmu, lho! Apakah kamu tidak takut kepada tuanmu?” Sang gajah hendak menggeleng tapi spontan diurungkannya. Dia mulai ragu. Bayangan rotan berduri menyelimuti benaknya. Kebimbangan sang gajah benar-benar dimanfaatkan oleh Abunawas. ”Ayo jawab! Apakah kamu tidak takut dengan tuanmu, hah?! Kau takut, kan? Kau takut dicambuk dengan rotan berduri, kan?” cecar Abunawas menjatuhkan mental sang gajah. Sang gajah ketakutan. Dia akhirnya menganggukkan kepala saking takutnya. Seketika penonton terperangah.
Mereka bersorak sorai. Tepukan meriah diberikan pada Abunawas. Sebaliknya. Pemilik sirkus menjadi gusar. Dia menatap tajam sang gajah. Dia seakan mendamprat binatang peliharaannya itu. “Belum. Aku belum kalah,” kata sang pemilik sirkus pada Abunawas. “Aku mau mengajakmu bertaruh sekali lagi. Kalau kau bisa membuat gajahku menggelengkan kepala, akan kubayar engkau seratus ribu dinar lagi. Tapi kalau kau gagal, berarti impas. Bagaimana, setuju?!” Abunawas menerima tantangan itu. Dia mencari akal untuk membuat gajah itu menggelengkan kepala. Disaat dia garuk-garuk kepala memikirkan muslihat, Abunawas menemukan sebutir nasi di kepalanya. “Rupanya aku sarapan terlalu lahap tadi pagi. Sampai sebutir nasi menempel di rambut aku tidak tahu,” gumam Abunawas dalam hati. ”Hai gajah, kau sayang pada tuanmu, kan? Bagaimana kalau tuanmu kutempeleng sampai babak belur? Boleh, kan?” Abunawas mulai bertanya.
Gajah itu menganggukkan kepala. Dia berjanji tak mau terjebak lagi dengan muslihat Abunawas. ”Rupanya kau benar-benar tega pada tuanmu. Tapi apakah kamu masih tega kalau tuanmu kupermalukan di depan umum? Dia akan kulucuti pakaiannya hingga tinggal celana kolor saja. Apakah kau masih tega?” Gajah itu menganggukkan kepala. Dia tidak mau dibodohi Abunawas untuk kedua kalinya.
”Kau benar-benar tidak tahu membalas budi!” Abunawas pura-pura marah. “Kau telah membalas kebaikan tuanmu dengan air tuba. Binatang sepertimu tidak pantas dipelihara. Kau harus diberi pelajaran agar tahu berterima kasih.” Sambil berkata begitu, Abunawas memasukkan sebutir nasi ke telinga sang gajah. Seketika saja, sang gajah geleng-geleng kepala karena kegelian. Penonton sontak terperangah. Pemilik sirkus juga tidak kalah kagetnya. Untuk kedua kalinya binatang kesayangannya dibodohi Abunawas. Itu artinya, uang dua ratus ribu dinar harus rela jatuh ke tangan Abunawas.
0 Response to "Kisah Abu Nawas: "Menaklukkan Gajah Sirkus""
Post a Comment