Legenda Batu Menangis


Di sebuah bukit jauh dari desa, tinggallah seorang janda miskin dan anak gadisnya. Anak gadisnya itu amat pemalas. Ia tidak mau membantu ibunya mencari nafkah. Kerjanya setiap hari hanya berdandan, berdandan dan berdandan saja. Ia suka menuntut kepada ibunya. Setiap kali ia meminta sesuatu, ibunya harus mengabulkannya.

Pada suatu hari mereka turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar di desa itu amat jauh sehingga mereka harus berjalan kaki. Ibunya berjalan di belakang sambil membawa keranjang. Sedangkan anak gadisnya berlenggang di depan. Ibunya berpakaian amat sederhana. Sebaliknya, anak  gadisnya berpakaian mewah. Mereka hidup terpencil. Tidak seorang pun  mengetahui bahwa mereka adalah ibu dan anak.



Ketika memasuki desa, mereka bertemu dengan penduduk yang lain.  Di antara orang-orang tersebut ada seseorang yang bertanya kepada si  gadis, katanya, “Manis, apakah yang di belakangmu itu ibumu?”


“Bukan!” jawab si gadis dengan angkuhnya. “Ia adalah pembantu saya.” 

“Manis, apakah yang berjalan di belakangmu itu ibumu?” tanya orang  kedua yang berjumpa dengannya.


“Bukan, bukan!” jawab si gadis. “Ia adalah budak saya.”

Begitulah jawaban si gadis setiap kali ditanya penduduk desa yang  berjumpa dengannya. Sang Ibu diperlakukan sebagai budaknya.

Mendengar jawaban putrinya yang durhaka itu, pada awalnya si ibu  masih dapat menahan diri. Setelah berulang kali mendengar jawaban yang  amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu tak bisa menahan diri. Si ibu berdoa kepada Tuhan, “Ya, Tuhan, hukumlah anak durhaka ini.  Ya hukumlah dia ... .“

Doa sang Ibu didengarkan Tuhan. Perlahan-lahan tubuh gadis yang  durhaka itu berubah menjadi batu. Ketika setengah badan telah menjadi  batu yang dimulai dari kaki, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.  “Ibu, Ibu, ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan saya selama ini!” 

Si gadis terus menangis. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh  tubuh sang gadis akhirnya berubah menjadi batu. Namun, orang dapat  melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata. Batu itu seperti  sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis itu diberi  nama “Batu Menangis”