Bangsa-bangsa Eropa yang pernah datang dan berkuasa di Indonesia sedikit banyak memberikan pengaruh pada perkembangan kebudayaan Indonesia. Kebudayaan asli Indonesia selanjutnya ada yang dipengaruhi, baik melalui difusi, asimilasi, dan akulturasi. Kebudayaan itu selanjutnya berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berikut ini bentuk-bentuk peninggalan Kolonial yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
1. Penyebaran Agama Nasrani
Salah satu tujuan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah untuk menyebarkan agama Nasrani di setiap wilayah yang didatangi. Tidak mengherankan jika dalam setiap pelayarannya selalu membawa para pendeta atau penyebar agama Nasrani. Penyebar agama Katolik dibawa oleh misi Zending Portugis sedangkan Nasrani Protestan di bawa oleh misionaris Belanda. Adapun daerah yang dipengaruhi Portugis, antara lain Ambon, Ternate, dan Halmahera juga di Sulawesi Selatan. Agama Khatolik menyebar ke Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan kepulauan Sangihe-Talaud.
Sejak Portugis terusir dari kota Ambon dan menetap di Timor Timur. Pengaruh agama Katolikberkembang juga di Flores bagian timur, Pulau Solor, dan pulau-pulau kecil lainnya di Nusa Tenggara Timur. Daerah misionaris Belanda di antaranya meliputi: Maluku, Kalimantan, Minahasa, Tana toraja, Sangihe-Talaud, Tanah Batak, Nusa tenggara Timur, dan Papua. Sedang agama katolik meliputi daerah Minahasa, Kalimantan Barat, Timor, Flores, Maluku Selatan, Malang, Muntilan, Salatiga, dan Batavia. Sekarang penyebaran agama Nasrani telah masuk hampir ke seluruh pelosok Indonesia.
2. Pendidikan.
Dengan semakin meluasnya kekuasaan kolonial di Indonesia, Pemerintah Kolonial Eropa perlu memanfaatkan potensi masyarakat Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan dan menjalankan struktur dan tugasnya yang semakin luas dan banyak. Kebutuhan akan tenaga kerja manusia yang profesional, setidaknya tenaga kerja yang bisa membaca dan menulis semakin banya diperlukan Perkembangan pendidikan semakin diperkuat keberadaannya setelah ada tuntutan perbaikan nasib bangsa terjajah oleh golongan humanis dari negeri Belanda. Atas dorongan dan desakan mereka, Pemerintah Kolonial membuka pendidikan bagi kaum pribumi.
3. Monetisasi
Masuknya pengusaha asing yang menanamkan modalnya pada perkebunan-perkebunan Indonesia dipandang sebagai zaman liberal. Pada zaman inilah terjadi penetrasi yang memberikan dampak positif dan negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia. Penetrasi pada bidang ekonomi adalah terjadinya pengenalan nilai mata uang (monetisasi). Penetrasi berupa pengenalan nilai mata uang pada masyarakat Indonesia ini memang bukan suatu hal yang baru, namun pada zaman liberal ini mengalami perkembangannya yang pesat. Hal itu dapat dilihat dari proses transaksi dalam bentuk penyewaan tanah milik penduduk yang akan dijadikan perkebunan-perkebunan besar dibayar dengan uang. Selain itu, petani di Jawa yang bekerja sebagai buruh harian atau buruh musiman pada perkebunan-perkebunan besar dibayar pula dengan uang.
4. Komersialisasi Ekonomi
Masuknya sistem ekonomi terbuka telah memaksa komersialisasi ekonomi, monetisasi, dan industrialisasi dalam kehidupan masyarakat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Komersialisasi ekonomi terutama terjadi seiring dengan semakin melimpahnya hasil-hasil perkebunan besar, seperti kopi, teh, gula, kopi, kapas, dan kina.
Hasil-hasil perkebunan tersebut dari waktu ke waktu semakin menguntungkan karena semakin ramai diperdagangkan pada pasar internasional. Kondisi demikian semakin mendorong semangat para pengusaha dan penanam modal dari berbagai negara, baik Belanda maupun Eropa lainnya untuk membuka berbagai lahan bisnisnya di Indonesia. Penanaman modal semakin dikembangkan, tidak hanya terbatas pada sektor perkebunan, tetapi meningkat pada industri-industri atau perusahaanperusahaan yang bergerak dalam pengolahan bahan hasil-hasil perkebunan, seperti industri gula, kina, dan tekstil. Pada perkembangan selanjutnya, arus barang yang keluar dan masuk ke Indonesia semakin ramai dan beraneka ragam. Dengan demikian, zaman liberal telah membawa kehidupan ekonomi Indonesia yang tradisional ke arah komersialisasi ekonomi.
5. Pembangunan Gedung-Gedung
Kolonial Eropa banyak meninggalkan sisa-sisa peninggalan bangunan. Bangunan itu ada yang masih utuh atau telah rusak dan ada juga yang sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat dan Pemerintah Indonesia. Gedung-gedung itu memiliki gaya arsitektur yang khas dan memiliki nilai sejarah. Gedung-gedung itu antara lain, gedung sekolah, gedung pemerintahan, rumah sakit, museum, dan lain-lain. Misalnya di Bandung ada gedung SMAN 3 yang memiliki ciri khas kolonial dan ternyata gedung itu dulunya bernama Hogere Burger School (HBS), Institut Teknologi Bandung (ITB) dulunya bernama Technische Hoogeschool, Di Serang ada gedung Osvia (School Tot Opleiding Van Indische Artsen), di Jakarta ada ”Gymnasium Willem III” sekolah lanjutan pertama untuk golongan Eropa, Di Menado ada De Scholen der Tweede Klasse (sekolah kelas dua), di Tondano ada Hoofdenschool (Sekolah Raja pertama untuk anak dari golongan bangsawan). Selain gedung-gedung tersebut, masih banyak lagi sisa-sisa gedung peninggalan kolonal yang tersebar di berbagai pelosok tanah air yang sekarang dipakai untuk gedung pemerintahan, rumah sakit, olah raga, dan lain-lain.
6. Kesenian
Dalam bidang kesenian, pengaruh kolonial yang masuk dan berkembang adalah lagu keroncong. Jenis lagu ini ternyata dibawa oleh orang-orang Portugis. Sekarang jenis lagu ini banyak diminati kaum muda maupun tua.
0 Response to "Perkembangan Kebudayaan Zaman Kolonial"
Post a Comment