Umar bin Khattab Pembebas Al Quds



Pembebasan Palestina, Al Quds Jarusalem Tampa Pertumpahan Darah
Dibawah kepemimpinan Amirul Mukminin, Umar bin Khattab. Yerusalem – yang saat ini Israel mencaploknya dari Palestina – begitu mudahnya ditaklukkan tanpa ada perlawanan. Uskup gereja di sana saat itu menyerahkan “kunci kota” kepada umat Islam dengan keyakinan tinggi bahwa penaklukkan Islam di Yerusalem sebagai kehendak Tuhan yang mengakhiri kekuasaan kaum Byzantium.



Tapi, penaklukan kota tua ini diawali dengan perjalanan perang jihad yang panjang. Khalifah Umar memerintahkan Amr Ibn Al Ash dan Syarhabil Ibn Hasanah untuk menguasai Yerusalem. Kejadian ini terjadi pada tahun 635 M. Amr dan Syarhabil akan menuju Yerusalem dengan membawa pasukan. Tapi, itu bukan jalan mudah. Pasalnya, mereka mesti menaklukkan terlebih dahulu beberapa daerah untuk bisa masuk ke Yerusalem.

Pasukan pun melangkah lewat area pegunungan subur dan penuh pepohonan di Golan (Jaulan). Di sini, pasukan muslim akan melewati Galileia yang ada di utara Palestina. Sama seperti Golan, wilayah ini juga sangat subur. Kaum Yahudi dan Nasrani memiliki memori sejarah penting di kota ini. Dan, peperangan kecil terjadi. Pasukan yang dipimpin Amr dan Syarhabil berhasil memenangkan pertempuran dengan pasukan Byzantium yang kala itu berkuasa. Kota-kota sepanjang Galileia mampu ditaklukkan pasukan muslim, dan penduduknya diberikan jaminan keamanan dan kepemilikan.

Strategi Umar untuk menaklukkan Jarusalem layak dipuji, karena melalui negosiasi, tanpa peperangan dan pertumpahan darah. Kota ini dikuasai dengan jalan pengepungan. Di lain sisi Palestina, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Muawiyah ternyata juga diutus untuk membantu menaklukkan Yerusalem. Muawiyah membawa pasukan untuk menaklukkan wilayah utara Palestina lainnya. Akhirnya Beirut, Tripoli, Sidon, Byblos, dan Latakia berhasil dikuasai. 

Sementara itu, Yazid menaklukkan daerah di Palestina sebelah selatan. Daerah yang berhasil dikuasai Yazid dan pasukan muslim adalah Sidon, Tyre, Acre, hingga Haifa. Usai menaklukkan Haifa, Yazid dan pasukannya bergabung dengan Amr. Dua kekuatan militer ini lantas berjalan menuju Yerusalem.

Pangeran Konstantin II, penguasa wilayah Caesarea yang ada barat Palestina, merasa gelisah dengan pergerakan pasukan Islam ke Yerusalem. Dari kota bandar yang ada di pesisir Levantina ini, Pangeran Konstantin II meminta bantuan pasukan Byzantium dari Siprus dan Konstantinopel. Padahal, kala itu, pertahanan Caesaria cukup kuat sebagai daerah kekuasaan Byzantium. Lalu, terbentuklah pasukan Byzantium di bawah komando Artavon yang harus menghadang pasukan Islam yang harus melewati daerah Caesarea untuk bisa sampai ke Yerusalem. Tak ayal lagi, pasukan Amr dan Yazid bertemu pasukan Artavon dari Caesarea. 

Perang hebat pun terjadi di daerah Ajnadin. Atas izin Allah, pasukan Islam menang. Artavon lalu melarikan diri ke Yerusalem. Dari kemenangan inilah rencana penaklukan Yerusalem jadi semakin mudah. Khalifah Umar segera memerintahkan penambahan pasukan untuk mendukung Amr. Pasukan yang dipimpin Ubaidah, Khalid, dan Mu’awiyah diminta untuk membantu setelah sebelumnya menaklukkan Suriah dan pesisir Levantina. Dan, pasukan Islam pun mengepung sepanjang kota selama musim dingin. Rasa gentar dihadapi oleh Artavon dan Patriarch Sophronius. 

Patriarch adalah uskup agung gereja Yerusalem. Mereka beradu mulut. Artavon tidak ingin bila Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam. Di lain sisi, Patriarch menginginkan Yerusalem diserahkan pada pasukan Islan dengan damai. Dia yakin kedatangan pasukan Islam sebagai bentuk kehendak Tuhan. 

Perdebatan itu disaksikan oleh orang-orang di dalam gereja yang letaknya dalam benteng. Dan, orang-orang ini menyetujui ide Patriarch.

Lantas dikirimlah utusan gereja menemui pasukan Islam. Utusan ini menyampaikan bahwa Yerusalem akan diserahkan dengan beberapa syarat. Yaitu, penyerahan kota tidak dilakukan dengan jalan peperangan, pasukan Byzantium dibiarkan untuk menuju Mesir, dan Khalifah Umar diminta datang ke Yerusalem untuk serah-terima “kunci kota”.  Abu Ubaidah yang menerima utusan gereja itu menyanggupi permintaan yang ada. Setelah kabar gembira ini disampaikan ke Umar, beliau pun segera menuju Yerusalem. Masyarakat kota ini bahkan menyiapkan arakan untuk menyambut Umar yang bagi mereka cukup disanjung sikap adilnya.Tapi, arakan ini mendadak hilang. Pasalnya, orang-orang di Yerusalem hanya melihat dua orang dan seekor unta. Salah satunya naik ke punggung unta. 

Sungguh, tidak tampak seperti kedatangan penguasa di zaman sekarang ini yang penuh dengan penyambutan mewah. Penduduk kota menyangka Umarlah yang naik di punggung unta. Justru sebaliknya, yang di punggung unta adalah pengawal Umar. Ternyata mereka bergantian naik unta selama dalam perjalanan. Umar tidak egois membiarkan pengawalnya kelelahan. Kejadian ini menambah kagum penduduk Yerusalem terhadap pemimpin barunya. Apalagi, Umar hanya memakai pakaian lusuh, bekal makanan seadanya, dan satu tikar untuk sholat.

Sesampainya di kota, Umar disambut Uskup Patriarch. Umar diajak ke beberapa tempat suci di kota. Uskup membukakan Gereja Makam Suci kala waktu dhuhur tiba. Maksudnya, Umar dipersilakan shlat dulu di gereja itu. Namun, hal tersebut ditolak Umar.

“Jika saya melaksanakan shalat di gereja ini, saya khawatir para generasi penerus kami yang tidak mengerti dan orang-orang yang datang ke sini di masa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini kemudian mengubahnya menjadi masjid, hanya karena saya pernah shalat di dalamnya. Mereka akan menghancurkan tempat ibadah kalian. Untuk menghindari kesulitan ini dan supaya Gereja kalian tetap sebagaimana adanya, maka saya shalat diluar,” ucap Umar yang tetap menghormati pemeluk agama lain dalam wilayah perlindungan Islam.

Ketika Umar meminta diantar ke bekas Kuil Sulaiman, dia mendapati reruntuhan itu tidak terawat. Ada debu dan timbunan sampah. Umar dan sahabat lainnya membersihkan tempat itu dan menjadikannya tempat shalat. Ke depannya, di tempat ini berdiri sebuah masjid atas perintah Umar. Masjid itu dinamai dengan Masjid Umar. 

Kemenangan Umar atas Yerusalem hingga seluruh wilayah Palestina. Yordania, pesisir Levantina,  dan Suriah, menandai berakhirnya kakuasaan Byzantium (Yunani-Romawi). Setelah dalam genggaman Islam, Palestina hidup dalam naungan pemerintahan Islam. Kabar baiknya, sekali pun sudah berada dalam kekuasaan Islam, hak-hak masyarakat non Islam tetap dilindungi. 


Perjanjian Umar bin Khattab r.a
Janji merupakan penegasan dari suatu komitmen untuk dilaksanakan dengan sepenuh hati, janji mudah di ucapkan atau dibuat oleh seseorang dan paling sering dilanggar atau dikhianati. Janji apabila sudah diucapkan atau dibuat wajib untuk ditunaikan sebagai tanda pribadi yang beriman, apabila dikhianati merupakan tanda kemunafikan seseorang.

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. "
(QS:Al Maa’idah/5: 1).

Tidak sedikit manusia yang kecewa bahkan sangat kecewa karena telah dikhianati oleh temannya atau pemimpinnya sehingga menyebabkan hubungan menjadi tidak baik, ukhuwah retak, silaturrahim putus, kepercayaan berkurang bahkan pupus sama sekali.

Umar bin Khathab, pemimpin orang-orang yang beriman, pemimpin yang bertaqwa, bijaksana, peduli kepada umat, paham tentang amanah yang harus diemban, tidak mau berkhianat, takut untuk bertindak zalim kepada rakyatnya, telah memberikan keteladanan yang baik terkait dengan janji yang harus ditepati. Sikap Umar yang mulia tersebut disebabkan karena beliau meneladani Rasulullah saw dalam setiap gerak kehidupannya dengan penuh suka cita.

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah." (QS: Al Ahzab/33: 21).

Umar dengan akhlaknya yang mulia menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk Yerusalem, Palestina, terutama tokoh agama Kristen, Uskup Agung Severinus untuk membuat perjanjian dan menyerahkan kunci Kota Al Quds yang di dalamnya ada masjid Al Aqsha, kiblat umat Islam yang pertama.

Umar bin Khathab telah membuat perjanjian dengan penduduk Iliya (nama lain dari Yerusalem), tahun 15H / 636M, perjanjian damai tersebut di kenal dengan “Perjanjian Umar”.

“Perjanjian Umar”telah memberikan kesan izzah (wibawa) yang dimiliki Khalifah Islam, Umar bin Khathab, dan merupakan jawaban yang jelas serta tegas mengenai toleransi.

Bagi umat Islam, toleransi bukan sekedar teori, tetapi sudah dilaksanakan kepada umat lainnya. Fakta sejarah ini tidak dapat dipungkiri oleh siapapun juga, kecuali mereka yang hasad, yang tertutup mata hatinya dan tidak mau berpihak kepada kebenaran yang hakiki.

Ketika pasukan Islam menguasai Yerusalem, di dalamnya ada Baitul Maqdis, dan gereja Al Qiyamah, semuanya itu dijaga dan dilindungi oleh kaum muslimin, bahkan pasukan Romawi Byzantium yang telah menyerah dan orang Kristen lainnya diperlakukan dengan baik sesuai dengan syari’at Islam.

Uskup Agung Severinus, memohon kehadiran khalifah agung yang adil dan bijaksana, Umar bin Khathab, Amir al Mu’minin  agar datang langsung ke Palestina untuk melakukan penandatanganan perjanjian damai di daerah Jabiyah. 

Perjanjian damai itu sangat bersejarah bagi penduduk Yerusalem dan peradaban umat manusia. Kemudian diadakan penyerahan secara resmi kunci kota suci Al Quds dari tokoh agama Kristen Yerusalem, Uskup Agung Severinus kepada khalifah Islam, Umar Amir al Mu’minin. Semenjak itu penguasaan kota suci Al Quds berada di tangan kaum muslimin hingga berabad-abad lamanya. 

Pada tahun 1099 M hingga tahun 1187 M, selama 88 tahun kota suci Al Quds di kuasai tentara Salib. Saat itu kaum muslimin menderita karena ditindas, diintimidasi bahkan dibunuh dan tidak bebas beribadah di masjid Al Aqsha.

Dengan izin Allah, kota suci Al Quds dibebaskan kembali dari belenggu kaum Salib oleh kaum muslimin yang dipimpin oleh Panglima Islam, Shalahuddin Al Ayyubi pada hari Jum’at, 27 Rajab 583 H /1187 M. 

Untuk mengetahui lebih jelas isi “Perjanjian Umar”, marilah kita lihat teks perjanjian tersebut di bawah ini:

BismillahirrahmanirrahimInilah jaminan keamanan yang diberikan oleh hamba Allah, Umar Amir al Mu’minin, terhadap penduduk Iliya: 

Aku memberikan jaminan keamanan bagi jiwa raga dan harta benda mereka. Untuk gereja-gereja serta tiang-tiang salib mereka. Yang sakit maupun yang sehat, serta seluruh tradisi kepercayaan mereka. Gereja-gereja mereka tidak akan diduduki atau dihancurkan, tidak akan dikurangi ataupun dirubah. Tidak akan dirampas salib maupun harta benda mereka, walaupun sedikit. Mareka tidak akan dimusuhi kerena keyakinan agamanya, dan tidak akan diganggu atau diancam seorangpun dari mereka. 

Dan tidak diizinkan bangsa Yahudi untuk tinggal bersama mereka di Iliya, meskipun hanya satu orang.Terhadap penduduk Iliya, mereka harus membayar jizyah (pajak), sebagaimana pernah diberikan oleh penduduk kota-kota yang lain. Mereka juga harus mengusir bangsa Romawi dan kaun Lushut. Siapa diantara mereka yang keluar, dijamin aman nyawa serta hartanya, hingga mencapai tempat aman mereka. Dan siapa yang tetap tinggal diantara mereka, diapun dijamin aman. Hanya saja ia dikenakan jizyah (pajak), sebagaimana yang diwajibkan terhadap penduduk Iliya.

Siapapun, diantara penduduk Iliya, bebas untuk pergi dengan jiwa dan hartanya ke pihak bangsa Romawi. Dia boleh mengosongkan rumah peribadatannya, dan membawa salib mereka. Mereka dijamin aman, atas jiwa raga, tempat ibadah, dan salib-salib mereka, sampai mereka tiba di tempat amannya.

Siapa yang sudah ada di dalam negeri, dari penduduk asli, sebelum terbunuhnya fulan: yang mau boleh tinggal, dan harus membayar jizyah (pajak) seperti yang dikenakan atas penduduk Iliya. Dan kalau mau, dia boleh pergi bersama Romawi. Atau boleh juga dia kembali kepada keluarganya. Pada keadaan ini, tidak dipungut apapun dari mereka, sampai bias dipanen hasil jerih payah mereka. Apa yang tertuang dalam surat perjanjian ini dilindungi oleh janji Allah, jaminan Rasul-Nya, jaminan para khalifah, serta jaminan kaum mu’minin, jika mereka memberikan jizyah (pajak) yang dikenakan atas mereka.

Traktat perjanjian ini disaksikan oleh Khalid bin Walid, ‘Amru bin ‘Ash, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Dan dituliskan pada tahun 15 Hijriyah.

Dari perjanjian yang telah dibuat Umar bin Khathab dengan  penduduk Yerusalem, ada yang menarik dan perlu diperhatikan dengan seksama, yaitu kalimat yang berbunyi: Dan tidak diizinkan bangsa Yahudi untuk tinggal bersama mereka di Iliya (Yerusalem), meskipun hanya satu orang. Dari kalimat tersebut di atas, jelas ada kesepakatan kaum muslimin dan orang-orang Kristen untuk tidak mengizinkan orang-orang Yahudi menetap/tinggal di Yerusalem.

Hal ini disebabkan karena prilaku orang-orang Yahudi yang suka merusak, menghalalkan segala cara, membuat makar, pengkhianat dan suka mengadu domba umat seperti yang pernah mereka lakukan kepada kabilah Aus dan kabilah Khazraj, Muhajirin dan Anshar. 

Prilaku buruk orang-orang Yahudi sangat berbahaya dalam masyarakat yang beradab, masyarakat yang ingin perdamaian dan ketentraman.

"…Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berusaha (menimbulkan) kerusakan di bumi. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."
(QS: Al Maidah/5 : 64)    

"Sesungguhnya kamu dapati orang-orangyang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialahorang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik."(QS: Al Maidah/5 : 82).

Tetapi kenapa saat ini orang-orang Kristen mengkhianati “Perjanjian Umar” dengan bekerjasama dan mendukung orang-orang Yahudi menjajah bangsa Palestina, mengusir penduduknya, bahkan membunuh anak-anak yang tidak berdosa?

0 Response to "Umar bin Khattab Pembebas Al Quds"

Post a Comment