Perang Terakhir Rasulullah


Perang Tabuk merupakan perang yang sangat terkenal karena banyak hikmah yang dapat diambil dari perang ini dan yang paling penting, perang ini merupakan perang terakhir Rasulullah. Peperangan ini terjadi setelah sampai berita kepada Rasulullah bahwa Raja Romawi akan menyerang Madinah dengan bala tentara yang besar melalui Syam. Setelah melalui persiapan yang direncanakan dengan baik, pada hari Kamis tanggal 5 Bulan Rajab tahun 9 Hijriyah, Rasulullah dan pasukan muslimin berangkat ke Tabuk dari Madinah untuk melawan berita penyerangan ini.


Setelah penaklukan Makkah, tidak ada tempat di seluruh Jazirah Arab yang menyangsikan risalah Rasulullah dan ajaran Islam. Tapi masih ada satu kekuatan yang menghadang perjalanan orang-orang Muslim, yaitu kekuatan Romawi. Bentrok sering tak bisa dihindari, dimulai dibunuhnya duta Rasulullah, Al-Harits bin Umair di tangan Syurahbil bin Amr Al-Gahssany saat membawa surat ke pemimpin Bushra. Kemudian pertempuran seru di Mu’tah antara pasukan Muslim yang dipimpin Zaid bin Haritsah melawan pasukan Romawi pasca pembunuhan itu. Belum genap setahun setelah perang di Mu’tah, pasukan Romawi siap terjun untuk kancah peperangan besar-besaran. Pasukan Romawi menilai keberadaan pasukan Rasulullah di muka bumi mengancam keberadaan mereka.

Banyak Informasi yang masuk Madinah tentang persiapan besar-besaran pasukan Romawi, sehingga setiap detik penduduk Madinah seperti dibayangi hal tersebut, tak terkecuali Umar bin Khattab. Kabar bahwa Rasulullah menjauhi istri-istri beliau menambah daftar persiapan yang lain dari biasanya. Kesempatan ini dimanfaatkan kaum munafik untuk membangun masjid Dhirar untuk mengecoh kaum Muslimin. Kaum Munafik mendirikan masjid untuk tempat penampungan yang aman bagi orang munafik dan teman mereka dari luar. Tapi atas ijin Allah, mereka pun gagal dan Allah menyibak niat jahat mereka. Rasulullah menghancurkan masjid tersebut pasca kepulangan dari Perang Tabuk.

Persiapan Kaum Muslimin: Tak Pedulikan Panen, Tangisan Ketakwaan, dan Berlomba Bersedekah:
Letak Madinah dan Tabuk sangat jauh dan musim saat itu sangat panas. Pada saat itu, kebun-kebun kurma di Madinah sedang masa panen, dan sebagian besar penduduk Madinah bergantung pada kebun kurma yang merupakan jalan rezeki mereka selama 1 tahun. Ketakwaan mereka terhadap seruan Rasulullah dan ketaqwaan terhadap Allah, membuat mereka siap meninggalkan kebun siap panen tersebut tanpa ada yang memelihara. Semua orang siap meninggalkan kota Madinah. Yang tinggal hanyalah kaum munafik, orang-orang udzur, wanita, anak-anak dan sebagian sahabat yang tak mendapat tunggangan padahal mereka sangat ingin berangkat perang, serta tiga sahabat Rasulullah (akan diceritakan kemudian).

“Mereka Kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata karena sedih tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan." (At Taubah : 92)

Dalam persiapan ini sahabat-sahabat Rasulullah berlomba-lomba bersedekah, Utsman bin Affan mempersiapkan kafilah dagang ke Syam sebanyak 200 ekor unta lengkap dengan barang bawaan dan 200 uqiyah, kemudian ditambah lagi 100 ekor unta dan 1.000 dinar di bilik Rasulullah, kemudian bersedekah lagi 900 ekor unta dan 100 ekor kuda, dan tambahan uang kontan. Abdurrahman bin Auf bersedekah 200 uqiyah perak, Abu Bakar menyerahkan semua hartanya selinai sekitar 4.000 dirham, Ashim bin Ady menyerahkan 70 wasaq kurma, dan masih banyak lagi sahabat yang lain, termasuk para wanita menyerahkan berbagai macam perhiasan mereka.

Perjalanan ke Tabuk dan Akhir Perang: Jaisyul Usrah (Pasukan yang dalam keadaan sulit):
Jasiyul Usrah, begitulah julukan pasukan Muslimin dalam perang Tabuk ini. Meskipun cukup banyak harta yang disedekahkan untuk perang, karena jumlah pasukan yang sangat besar, yaitu 30.000 prajurit, tentu perbekalan pasukan ini tidak bisa sempurna. 18 orang hanya mendapat jatah 1 unta, memakan dedaunan sekedar untuk membasahi bibir, dan terpaksa menyembelih unta sekalipun jumlahnya sedikit, untuk diambil air di tubuhnya dan dimakan dagingnya.

Ketika tiba di Tabuk, pasukan Muslimin berkubu di sana. Mereka siap melawan musuh dan Rasulullah berdiri di hadapan pasukan dan menyampaikan pidato yang penuh semangat. Mental prajurit benar-benar siap dan dengan semangat yang membara. Pasukan Romawi mendengar kedatangan kaum Muslimin dan malah muncul ketakutan dan kekhawatiran di hati mereka, sehingga mereka tidak berani maju langsung dan berpencar-pencar di batas wilayah. Hal ini mengangkat pamor pasukan Muslimin di Jazirah Arab. Yuhannah bin Ru’bah, pimpinan Ailah kemudian mendatangi Rasulullah dan menawarkan perjanjian perdamaian dengan beliau dan siap menyerahkan jizyah. Begitu pula penduduk Jarba’ dan Adruj. Ukadir Dumatul Jadal berhasil dipegang Khalid bin Walid dan menjamin keamanan dirinya dengan tebusan tertentu. Bersama Yuhannah, dia menyetujui perjanjian yang berlaku bagi penduduk Dumah, Tabuk, Ailah dan Taima’.

Berbagai kabilah yang dulunya tunduk pada Romawi berbalik mendukung kaum Muslimin. Wilayah kekuasaan pemerintah Islam semakin bertambah luas, hingga berbatasan dengan wilayah kekuasaan bangsa Romawi. Rasulullah sampai di Madinah pada bulan Ramadhan tahun itu juga. Sehingga total dua bulan Rasulullah meninggalkan Madinah.

Perpaduan kekuatan iman, persiapan matang, kesatuan hati, dan yang paling utama adalah keikhlasan berjihad di jalan Allah. Sekuat apapun pasukan yang melawan, jangan pernah berharap menang. Romawi pun gemetar.

0 Response to "Perang Terakhir Rasulullah"

Post a Comment