Sejarah Dinasti Murabithun dan Muwahhidun


Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Andalusia (Spanyol) masa penaklukan Islam oleh Thariq bin Ziad hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana, Islam memainkan peranan sangat besar. Pada periode ini Daulah Umayyah Spanyol mencapai puncaknya menyaingi Daulah Abbasyiah di Bagdad. Apalagi ketika telah didirikannya Universitas Cordoba, perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku, pembangunan kota berlangsung cepat dan rakyat dapat menikmati kemakmuran dan kesejahteraan. Maka banyaklah para pencari ilmu pengetahuan memperdalam ilmu mereka di Andalusia terutama bangsa-bangsa Eropa.


Masa tersebut dikenal sebagai masa Daulah Umayyah II. Masa tersebut berlangsung lebih kurang tujuh setengah abad lamanya. Dalam kurun waktu 750 tahun tersebut. Pada masa Islam di Andalusia  ini, tentulah banyak hal yang bisa disumbangkan Islam terhadap wilayah tersebut. Sehingga kalau saat ini kita berada di Spanyol kita akan melihat  masih banyak  peninggalan-peninggalan bersejarah Islam yang terdapat disana.
          
Sehingga ketika Umat Islam di Spanyol memasuki masa disintegrasi masih terdapat kekuatan besar yang dominan, yaitu dinasti Murabithun dan dinasti Muwahhidun. Meskipun dua dinasti ini pada mulanya merupakan gerakan keagamaan akhirnya menjadi suatu gerakan yang berbentuk pasukan dan berhasil menguasai  beberapa daerah Andalusia yang telah dikuasai Kristen.
            
Meskipun diakhir pemerintahannya daerah daerah yang mereka kuasai tersebut pada akhirnya kembali dikuasai oleh pihak Kristen kecuali Granada, yang  kelak nantinya berada dibawah Dinasti Bani Ahmar.
            


DINASTI MURABITHUN

Proses Berdiri dan Berkembangnya Dinasti  Murabithun
Murabithun adalah salah satu dinasti Islam yang berkuasa di Maghribi. Nama Murabithun berkaitan erat dengan nama tempat tinggal mereka (ribat, semacam madrasah). Mereka biasa juga diberi sebutan al-mulassimun (pemakai kerudung sampai menutupi wajah). Asal usul dinasti dari Lemtuna, salah satu puak dari suku Senhaja. Berawal dari 1000 anggota pejuang. Diantara kegiatan mereka adalah menyebarkan agama Islam dengan mengajak suku-suku lain menganut agama Islam seperti yang mereka anut. Mereka mengambil ajaran mazhab Salaf secara ketat. Wilayah mereka meliputi Afrika Barat Daya dan Andalus. Pada mulanya gerakan keagamaan yang kemudian berkembang menjadi religio militer.
          
Dalam meyiarkan Islam  dengan sebutan al-Mulassimun juga dinyatakan oleh Dr.Ali Mufrodi: ”mereka menyiarkan Islam dengan semangat dan menggunakan cadar, sehingga dinamakan al-Mulassimun (orang-orang yang bercadar) ”.
          
Perkataan “al-Murabithin“ sebagaimana ditulis oleh Greet, berasal dari bahasa Arab ”murabith” yang dalam bahasa Perancis disebut “marabout”, bermakna mengikat, menyimpulkan, memasang, melekatkan, mengaitkan dan menambatkan. Dengan demikian seorang Marabout atau Murabith adalah orang yang terikat, tertambat kepada Tuhan, bagaikan seekor unta yang diikat pada tiang tambatan, atau kapal yang ditambat di dermaga dan sebagainya .
         
Sementara Lapidus mengatakan bahwa “al-Murabithun” berasal dari sebuah akar kata Al-Qur’an “r-b-t“ yang merujuk pada tehnik pertempuran jarak dekat dengan infantri di barisan depan dan pasukan berunta dan berkuda pada barisan belakang (yang sudah lazim dalam pertempuran masyarakat Berber), menunjukkan bahwa “al-Murabithun“ bermakna orang-orang yang terjun ke Medan perang suci sebagaimana yang diisyaratkan al-Qur’an. Dapat dilihat dalam surat al-anfal ayat 60:

واعد هم ما استطعتم من قوة ومن ربا ط الخيل تر هبون به عد الله    
وال وعدوكم واخرين من دو نهم لا تعلمو نهم الله يعلمهم                        

Artinya: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu ) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya.
           
Hal yang senada  juga  dinyatakan oleh Philip K. Hitti bahwa pada mulanya al-Murabithun ini merupakan kumpulan persaudaraan militer, mereka mengambil anggota-anggotanya yang baru dari kalangan suku-suku yang kaum lelakinya memakai kerudung yang menutupi muka sampai ke mata, justru itu mereka dinamai juga dengan pemakai kerudung.
          
Sementara itu menurut K. Ali   Murabithun  berasal dari kata “ribath“ sebuah kata turunan lainnya yang berarti sebuah tenpat suci yang menyerupai benteng, seperti biara bagi para biksu dan “Rabat” ibu kota negeri ini (Magrib) juga berasal dari kata “Ribat” yang berarti tempat suci.


Dari beberapa uraian diatas dapat dipahami bahwa Murabithun nampaknya pada  awalnya adalah merupakan suatu gerakan keagamaan  yang bertujuan memberantas berbagai penyelewengan keagamaan dan akhirnya berkembang memasuki wilayah militer dan kemudian politik dan kekuasaan.
           
Seperti telah disinggung diatas bahwa Murabithun berasal dari suku Lamtunah, yaitu merupakan bagian dari cabang suku  Shanhajah dari suku Barbar. Jumlah mereka semakin bertambah ketika Musa bin Nushair menjadi gubernur di wilayah Afrika. Dalam perkembangan berikutnya, mereka menjadi sebuah komunitas yang cukup dominan di wilayah tersebut. 

Gerakan Murabithun ini dipelopori Yahya bin Ibrahim Al-Jaddali salah seorang kepala suku Lamtunah. Gerakan ini dimulai sekembalinya dari perjalanan ibadah haji. Dalam perjalanan kembali ke kampung halaman di Naflis, ia berjumpa dengan seorang alim bernama Abdullah bin Yasin Al-Jazuli. Dengan kesungguhan hati, Yahya bin Ibrahim meminta Abdullah bin Yasin untuk datang ke tempat tinggalnya dan mengajarkan ilmu agama yang benar kepada penduduk di tempat tinggal Yahya, sehingga ia bersama Yahya pergi menuju tempat kelahiran  Yahya bin Ibrahim. Akan tetapi, dakwah yang disampaikan Abdullah bin Yasin tidak mendapat banyak sambutan, kecuali dari keluarga Yahya bin Ibrahim, Yahya bin Umar dan keluarga adiknya Abu Bakar bin Umar. Melihat kegagalan dakwah yang disampaikannnya, akhirnya Abdullah bin Yasin mengajak beberapa orang pengikutnya pergi ke sebuah pulau di Sinegal.
          
Kegagalan dakwah tersebut dilatarbelakangi  karena: pada mulanya tindakan keras dan tegas yang diperaktekkan oleh Abdullah bin Yasin dalam mengajarkan sekaligus memurnikan ajaran Islam, telah mengurangi simpati mereka kepadanya, sehingga hampir saja beliau meninggalkan ummat yang baru dihadapinya tersebut untuk pergi berdakwah ke Sudan. Namun karena bujukan dan desakan dari beberapa teman dekatnya, akhirnya Abdullah bin Yasin mau bertahan dan menetap disana.
          
Orang-orang Berber yang berpandangan luas menyesali tindakan mereka terhadap Abdullah bin Yasin, dan datang meminta maaf serta menyatakan bersedia melaksanakan ajaran-ajaran gurunya, sehingga secara bersama-sama mereka mendirikan ribat, semacam pesantren, di hulu sungai Sinegal .
           
Disinilah Abdullah bin Yasin dan para pengikutnya mendirikan ribat. Orang-orang yang bergabung dengan kelompok Abdullah bin Yasin dan Yahya bin Ibrahim, semakin bertambah banyak. Ketika jumlah pengikutnya sekitar seribu orang, Abdullah bin Yasin memerintahkan kepada seluruh pengikutnya untuk menyebarkan ajaran mereka keluar ribath dan memberantas berbagai penyimpangan ajaran agama. Sasaran usaha kelompok ribath ini tidak hanya ditujukan kepada individu, tetapi juga kepada para penguasa yang memungut pajak terlalu tinggi tanpa ada distribusi yang jelas kepada masyarakat.
          
Dalam perkembangan selanjutnya, ketika pengikut ribath semakin bertambah banyak, mereka mulai melirik cara lain dalam perkembangan ajaran kelompok ini, yaitu dengan memasuki wilayah politik militer dan kekuasaan. Untuk kepentingan itu, mereka mengangkat Yahya bin Umar menjadi panglima militer mereka. Kelompok ini kemudian melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah Sahara Afrika dan menaklukan penduduknya. Usaha ekspansi ini bukan berarti tidak ada perlawanan sengit, penguasa Sijilmash bernama Mas’ud bin Wanuddin al-Magrawi melakukan perlawanan sengit, meskipun akhirnya gugur dalam pertempuran tersebut dan ibu kota Wadi Dar’ah direbut oleh kelompok Murabithun pada tahun 1055 M.
                 
Dr. Hasan Asari, MA menyebutkan, Ribath tidak menjadi lembaga sufi pada saat pertama lembaga ini diperkenalkan. Pada abad ke-1/7, semasa berlangsungnya penaklukan besar-besaran yang dilakukan pasukan Muslim, ribath berarti barak-barak tentara yang berada pada garis depan, dekat dengan perbatasan daerah yang masih dikuasai musuh atau yang sedang dalam proses penaklukan. Asosiasi ribath  dengan persoalan militer dapat dilihat dalam sejarah munculnya dinasti Murabithun, yang pernah menjadi penguasa Afrika Utara dan al-Andalusia  dari pertengahan abad ke - 5/11 hingga pertengahan abad berikutnya, meskipun asosiasi ini bukan kondisi yang umum lagi sejak abad ke -8/14. Para penghuni Ribath (murabith, murabithun) kemudian mengalihkan perhatiannya dari perang fisik  melawan musuh kepada perang spiritual melawan diri dan jiwa mereka sendiri dalam praktek-praktek sufi.
           
Setelah Yahya bin Umar meninggal pada tahun 1056 m, tampuk kekuasaan diambil alih oleh adiknya yang bernama Abu Bakar dan kemenakannya bernama Yusuf bin Tasyfin. Setelah Abdullah bin Yasin meninggal pada tahun 1059 M, dalam suatu pertempuran Samudera Atlantik. Sepeninggal Abdullah bin Yasin, tampuk kekuasaan dan wilayah-wilayah kekuasaan kaum ribath diambil alih oleh Abu Bakar dan Yusuf bin Tasyfin.
          
Ketika terjadi konflik di antara suku-suku yang ditinggalkannya di bagian utara, kedua berpisah. Abu Bakar kembali ke Sahara untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban. Sementara Yusuf bin Tasyfin melanjutkan usaha penaklukannya ke wilayah Utara. Usaha keduanya berhasil dengan baik. Karena itu, Abu Bakar berkeinginan kembali ke utara dan mengambil kekuasaan. Tetapi apa yang diharapkan Abu Bakar tidak menjadi kenyataan. Karena kedatangannya ke wilayah Magribi tidak diharapkan oleh Yusuf bin Tasyfin dan istrinya bernama Zainab. Karena itu, ketika Abu Bakar tiba Yusuf tidak pernah menyinggung soal kepemimpinan. Yusuf hanya memberikan hadiah dengan jumlah yang cukup banyak.
          
Tampaknya Abu Bakar tidak mau bersitegang dengan kemenakannya hanya karena persoalan politik kekuasaan. Karena ia menyadari bahwa latar belakang berdirinya kelompok ini semata bertujuan memberikan peringatan kepada semua orang dan para penguasa yang telah melakukan penyimpangan ajaran agama. Karena itu kemudian ia pergi meninggalkan Mahgribi dan kembali ke Sahara, terus pergi ke Sudan dan meninggal disini.  Setelah satu tahun Yusuf bin Tasfin memimpin kesultanan Al-Murabithun, dia langsung membangun kota Marrakech dan menjadikannya sebagai ibu kota pemerintahannya.                                                      
           
Ekspansi wilayah masih terus dilanjutkan dan bahkan sampai ke Aljazair. Ia menganggkat pejabat dari kalangan Murabithun untuk menduduki jabatan gubernur pada wilayah taklukan, sementara ia memerintah di Maroko. Pada masa Yusuf Tasyfin ini Murabithun mengalami kejayaan.
          
Puncak prestasi karir politik Yusuf bin Tasyfin dicapai ketika ia berhasil menyeberang ke Spanyol. Keberangkatannya ke Spanyol atas undangan amir Cardoba, Al-Mu’tamid bin Abbas, yang terancam kekuasaan oleh raja Alfonso VI (raja Leon Castelia). Dalam melaksanakan perjalanan ini Yusuf Bin Tasyfin mendapat dukungan dari Muluk al Thawaif Andalus. Dalam sebuah pertempuran besar di Zallakah tanggal 12 Rajab 479 H/ 23 Oktober 1086 M, ia berhasil mengalahkan raja Alfonso VI selanjutnya berhasil merebut Granada dan Malag. Mulai saat itulah ia memakai gelar Amir al-Mukminin. Pada akhirnya ia juga berhasil menaklukan Muluk al-Thawaif. Kemudian menggabungkan wilayah itu dalam kerajaan yang dibangun.Yusuf juga berhasil menaklukan Almeria dan Badajoz. Kemudian menaklukan kerajaan Saragosa dan pulau Balearic.
         
Yusuf bin Tasfin wafat dalam usia seratus tahun (1106), yang pada waktu itu kekuasaannya telah sampai ke Liberia Selatan termasuk juga Valencia dan Afrika Utara dari kepulauan Atlantik sampai dengan Aljazair. Warisan yang cukup luas tersebut diterima anaknya yang bernama Ali bin Yusuf bin Tasfin dan berhasil melanjutkan politik pendahulunya dengan mengalahkan anak Alfonso VI tahun 1108.

Kemajuan yang Dicapai Dinasti Murabithun
a. Filsafat
Pada masa Daulah Umayyah II telah diketahui bahwa Cardoba dengan perpustakan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai pusat Ilmu Pengetahuan dan peradaban Islam. Kebijakan para penguasa Dinasti Umayah di Andalusia ini merupakan langkah untuk melahirkan para ilmuan dan filosof terkenal pada masa Daulah Murabithun antara lain: Ibnu Bajjah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd .

b. Sains
Diantara Sains yang berkembang saat itu adalah kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain. Salah seorang tokoh terkenal dalam kimia dan astronomi adalah Abbas bin Farmas. Dia adalah orang yang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Ibrahim bin Yahya Al-Naqqash terkenal dalam astronomi. Dalam riset  yang dilakukannya berhasil menentukan beberapa lama terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lama waktu terjadinya gerhana tersebut. Selain itu ia juga berhasil membuat teropong bintang modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad bin Abbas dari Cardoba adalah seorang ahli dalam bidang obat-obatan. Ummul Hasan bin Ja’far dan saudara perempuannya Al-Hafidz adalah orang ahli kedokteran dari kalangan wanita. Selain itu daulah Murabithun yang pertama membuat uang dinar memakai huruf Arab dengan tulisan Amir al-Mukminun dibagian depannya mencontoh uang Abbasyiah dan bertuliskan kalimat iman dibelakanggnya. Selain itu dibangun  pula sejumlah Mesjid yang indah  di berabgai kota.

c. Fiqih Mazhab Maliki
Mazhab Maliki ini mengalami perkembangan yang signifikan karena selain satu-satunya mazhab yang dapat diterima dikalangan muslim Andalusia, juga karena mendapat dukungan dari penguasa Murabithun dan para fuqaha. Maka wajar mazhab  ini mengalamai kemajuan pesat.
                                                       
Kemunduran  dan Kehancuran Dinasti Murabithun
Pada pertengahan abad ke 12, pemerintahan Al-Murabithun mulai terdesak, dan beberapa beberapa kesultanan Muslim Spanyol menolak otoritasnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan sikap mental mereka, yakni dengan terkondisinya kemewahan yang berlebihan. Perubahan sikap tersebut jelas kelihatan, dari selama ini mereka keras dalam kehidupan Sahara, menjadi sangat lemah lembut dalam kehidupan Spanyol yang penuh gemerlap kemewahan materi. Selain itu penguasa–penguasa sesudah Yusuf ibnu Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir.
           
Sepeninggal Yusuf bin Tasyfin pada 1106 M, kekuasaan Murabithun hanya bertahan kurang lebih setengah abad, Karena fase ini Ali bin Yusuf tidak banyak melakukan konsolidasi kekuatan dan kekuasaan, sehingga mengalami masa-masa kemunduran. Dalam catatan sejarah diketahui bahwa Ali bin Yusuf tidak secakap ayahnya dalam masalah kepemimpinan dan politik, karena ternyata Ali lebih cenderung ke masalah-masalah keagamaan. Sehingga untuk kepemimpinan dan kenegaraan, para ulama yang memainkannya. Peranan ulama sangat dominan di dalam memerintah menjadi penyebab ketidaksukaan kelompok Kristen. Sebab kedudukandan jabatan strategis dalam pemerintahan dipegang oleh mereka. Mereka mengeluarkan kebijakan yang sangat diskriminatif, khususnya terhadap kelompok Yahudi dan Kristen. Apabila kelompok non Muslim ingin menjalankan praktek keagamaan, mereka diminta untuk membayar pajak bila ingin bebas menjalankan ibadahnya. Bagi masyarakat non Muslim yang tidak mampu membayar, mereka diminta untuk pergi meninggalkan tempat tinggal mereka. Kebijakan yang tidak popular ini menjadi salah satu faktor penyebab perlawanan masyarakat non Muslim Andalusia.
           
Menjelang  pertengahan abad XII Murabithun mulai retak. Di Spanyol Muluk al-Thawaif menolak kekuasaaannya. Di Maroko sebuah gerakan keagamaan (muwahidun) mulai mengingkari. Kemunduran yang dialami oleh Al-Murabithun, juga dipicu oleh kecenderungan dari para pemimpinnya yang senang menumpuk harta kekayaan disamping para fuqahanya terjerumus pada mengkafirkan orang lain yang berusaha untuk merobah moral masyarakat dengan mengokohkan prinsif-prinsif syari’ah dan aqidah. Sehingga dapat dirangkumkam, kelemahan kemudian kehancuran dinasti ini disebabkan oleh :
  1. Lemahnya disiplin tentara dan merajalelanya korupsi melahirkan disintegrasi.
  2. Berubahnya watak keras pembawaan Barbar menjadi lemah ketika memasuki kehidupan  Maroko dan Andalus yang mewah.
  3. Mereka memasuki Andalus ketika kecemerlangan inteletual kalangan arab telah  mengganti kesenangan berperang.
  4. Kontak dengan peradaban yang sedang menurun dan tidak siap mengadakan asimilasi.
  5. Dikalahkan oleh dinasti dari rumpun keluarganya sendiri, al-Muwahidun.
Dinasti Al-Murabithun  memegang tampuk kekuasaan selama sembilan puluh tahun, dengan penguasa enam orang, yang terdiri dari :
-    Abu Bakar bin Umar memerintah dari tahun 1056-1061
-    Yusuf bin Tasfin (1061-1107)
-    Ali bib Yusuf (1107-1143)
-    Tasfin bin Ali (1143-1145)
-    Ibrahim bin Tasfin (1145-1147)
-    Ishak bin Ali (1147) .
             
Dinasti Al-Murabitun berakhir, ketika dikalahkan Dinasti Al-Muwahidun yang dipimpin oleh Abdul Mukmin dalam menaklukan Marokko pada tahun 1147, ditandai dengan terbunuhnya Penguasa Al-Murabithun yang terakhir, Ishak bin Ali. Walaupun sebelumnya tentara Kristen mulai bergerak memanfaatkan kelemahan Murabithun.
             
Gerak maju Katholik Roma ke Andalusia, yang tertunda dengan kedatangan al- Murabithun, kemudian mendapat momentumnya  kembali. Namun demikian, sekali lagi hal ini terhenti dengan kedatangan gelombang lain kaum Muslim dari Afrika Utara, yaitu kaum Almohad atau dalam bahasa Arab: al-Muwahhidun.



DINASTI MUWAHHIDUN

Proses Berdirinya dan Berkembangnya Dinasti Muwahhidun
Pada masa akhir Murabithun, Abdullah ibn Tumart, seorang sufi Mesjid Cardoba, melihat sepak terjang kaum Murabithun, ia ingin memperbaikinya. Ia kemudian berangkat ke Baghdad dan menambah ilmu kepada iman al—Ghazali. Setelah dirasa memadai ia kembali, tinggal di Maroko. Disitu ia mulai mengkeritik dan mencela perbuatan raja-raja Murabithun yang bersalahan dengan syari’at Islam, yang menurut fahamnya tidak mengikuti sunnah Rasul. 

Selain itu, dalam catatan sejarah, Ibnu Tumart pernah belajar di pusat-pusat studi Islam kenamaan, seperti di Cardoba, Alexandria, Makah dan Bagdad. Di kota Bagdad, Ibnu Tumart pernah belajar di Madrasah Nidlamiyah, sebuah perguruan tinggi  terkemuka di kota Bagdad. Dalam pengembaraan ilmiahnya banyak berdialog dengan pemikiran-pemikiran yang aktual saat itu, diantaranya adalah soal tidak diperlukan lagi bagi  para penganut mazhab Maliki untuk belajar tafsir Al-Qur’an dan Al-Hadist, karena keduanya telah dilakukan oleh Imam Malik. Kenyataan ini membuat Ibnu Tumart merasa ditantang. Untuk mengimbangi pemikiran seperti itu, ia menyerukan kepada umat Islam di Andalusia, agar menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta ijma’ sahabat sebagai dasar dari ajaran Islam. Selain itu ia menolak ra’yu dan Qias sebagai dasar hukum. 

Pemikiran keagamaan dan hukum yang stagnan (mandek) serta pendidikan yang rendah pada masa pemerintahan dinasti Murabithun, dijadikan sebagai motifasi  dirinya untuk pergi ke Bahdad mencari ilmu. Sekembalinya dari Bagdad ke Afrika Utara, Ibnu Tumart pada tahun 1100 M bertekad untuk melakukan pemurnian ajaran Islam. Karena menurutnya, ajaran Islam di bawah Murabithun, mengalami penyimpangan. Gerakan ini didasari atas keinginan untuk memurnikan ajaran Islam, berdasarkan Tauhid. Karena itu, gerakan ini kemudian dikenal dengan sebutan Muwahhidun.

Meskipun Ibnu Tumart dianggap sebagai pencetus gerakan Muwahidun, namun ia sendiri tidak pernah menjadi sultan. Yang lebih terkenal adalah Abd al-Mu’min yang awalnya sebagai  panglima. Ia akhirnya memimpin dinasti al-Muwahhidun selama 33 tahun (1130-1163) dengan membawa kemajuan pesat.
             
Ibnu Tumart sebagai pencetus, mula-mula pergi ke Tanmaal di wilayah Sus untuk menyusun kekuatan. Yangp ertama dilakukan adalah memberantas paham golongan Murabbitun yang menyimpang, menyerukan kemurnian tauhid menentang kekafiran, antrophomorpisme dan mengajak umat menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar walau harus dengan kekerasan. Murid-murid disuruh membuat benteng agar sukar bagi musuh hendak memasukinya. Di Tanmaal inilah Ibnu Tumart merumuskan sIstem militernya sebagai organisasi pemerintahan .
          
Ensiklopedi Islam III, penyebutan  nama gerakan ini dengan nama Al-Muwahhidin, yang artinya golongan yang berfaham tauhid, didasarkan atas prinsip dakwah Ibnu Tumart yang memerangi fahan al-tajsim, yang menganggap bahwa Tuhan mempunyai bentuk (antropomorfisme). Ibnu Tumart sendiri mendakwahkan bahwa ayat-ayat yang berkaitan dengan sifat Tuhan yang tersebut dalam kitab suci Al-Qur’an, seperti “tangan Tuhan”, tidak dapat ditakwilkan (dijelaskan), tapi dia harus dipahami apa adanya. Justru itu faham al-tajsim adalah benar-benar musyrik dan harus diperangi. Ibnu Tumart menganggap bahwa menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran harus dilakukan dengan kekerasan. Oleh karena itu, dalam mendakwahkan prinsipnya, Ibnu Tumart tidak segan-segan menggunakan kekerasan. Seperti yang dilakukannya kepada saudara perempuan seorang gebernur di kota Fez, dengan cara memukul gadis tersebut karena tidak memakai kerudung. Bahkan tradisi yang sudah berurat berakar pun, seperti minuman khamar, musik dan kesenangan terhadap pakaian yang mewah, ditentang habis-habisan oleh Ibnu Tumart.
           
Sikap keras yang diperankan oleh Ibnu Tumart ini ditentang oleh sebagian besar masyarakat, terutama ulama dan penguasa. Untunglah dakwahnya kemudian diterima dan mendapat dukungan dari berbagai suku Berber seperti suku Haraqah, Hantamah, Jaduniwiyah, dan Janfisah.
          
Setelah mendapat pengikut yang banyak dan kepercayaan penuh dari orang-orang terkemuka di sukunya, pada tahun 1121 M ia mengaku dirinya sebagai Al-Mahdi dan bertekad untuk mendirikan pemerintahan Islam yang didasari atas prinsip ketauhidan.
           
Untuk mengujudkan semua keinginannya, Ibnu Tumart mengirim sejumlah pengikutnya ke berbagai tempat untuk mengajak penduduk itu kejalan yang benar sesuai dengan ajaran Islam dan menyelamatkan diri dari ajaran kelompok Murabithun yang dianggap telah menyekutukan Allah. Anjuran yang selalu diajarkan kepada pengikutnya adalah untuk berakhlak mulia, taat undang-undang, shalat tepat pada waktunya, membawa wirid yang dibuat Al-Mahdi dan buku-buku akidah Muwahihidun.
            
Sejak ia mengaku dirinya sebagai Al-Mahdi, pengikutnya terus bertambah  dan berhasil menghimpun sejumlah orang Barbar yang ketuanya adalah sahabat atau murid Ibnu Tumart. Dari sinilah kemudian Ibnu Tumart menyusun konsep dan memberikan definisi yang jelas bagi kelompoknya.      
            
Dari beberapa uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada mulanya dakwah Ibnu Tumart adalah murni didasari oleh keagamaan, artinya tidak didasari oleh kepentingan-kepentingan lain melainkan semata-mata menegakkan tauhid secara murni. Namun seiring dengan waktu dan jumlah pengikutnya semakin bertambah karena didasari dengan dakwahnya dapat diterima oleh orang banyak, disisi lain Dinasti Murabitun semakin lemah, akhirnys Ibnu Tumart berambisi untuk menjatuhkan dan merebut kekuasaan Dinasti Murabithun.
           
Selanjutnya dibentuklah kota sebagai pusat pemerintahan, yaitu suatu daerah di bagian Selatan Maroko, dan  dari sini pulalah dilancarkan seruan perang suci untuk menaklukan daerah-daerah sekitarnya. Sarana utama yang digunakan  dalam  Kordinir kegitan jama’ah, Ibnu Tumart membangun sebuah Mesjid yang megah di Ibu kota Dinasti al-Muwahhidin.
           
Adapun stuktur Negara dala pemerintahan Al-Muwahidun yang di bentuk Ibnu Tumart terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut :
  1. Al-Asyrah, (dewan Sepuluh), semacam Dewan Menteri disebut juga dengan nama  Ahl al-Jama’ ah.
  2. Al-Khamsin (Dewan Lima Puluh), semacam senat.
  3. Al-sabi’in (Dewan Tujuh Puluh), semacam Dewan Perwakilan Rakyat.
  4. Al-Talabah, Dewan Ahli yang terdiri dari Ulama-ulama Yunior.
  5. Ahl-Dar, (keluarga Istana).
  6. Kabilah Haragah, yaitu Kabilah Ibnu Tumart sendiri.
  7. Ahl Tainmul (Pasukan Inti), mewakili beberapa kabilah.
  8. Kabilah Jadmiwah.
  9. Kabilah Janfisah.
  10. Kabilah Hantamah.
  11. Kabila-kabilah Al-Muwahhidun.
  12. Para Prajurit.
  13. Al-Girrat, yaitu rakyat biasa .

Dari keempat belas stuktur diatas, masing-masing kelompok telah mempunyai tugas dan tanggungjawabnya, namun kedudukan yang paling tinggi adalah urutan pertama (al-‘Asyrah) yang sekaligus berwenang untuk memilih, mengangkat dan membai’at imam atau kepala pemerintahan. Dan semua struktur yang ada sama-sama mempunyai kewajiban dan tugas yang sama dalam mensukseskan dakwah Al-Muwahhidin.
           
Kontak pertama dengan Murabithun terjadi ketika Gubernur Sus dengan pasukannya menyerang suku Hurglah yang membangkang terhadap pemerintahan Murabithun. Tetapi pasukan itu dapat dikalahkan oleh kelompok Muwahhidun.  Kemenangan pertama  ini   membangkitkan semangat kelompok Muwahhidun untuk melakukan serangan ke Maroko. Dengan kekuatan besar, kelompok Muwahiddun berusaha menaklukan Maroko pada tahun 1125 M, tetapi gagal.
            
Setelah mempunyai pengikut yang besar, maka pada tahun 1129 dengan jumlah pasukan 40.000 orang dibawah komando Abu Muhammad Al-Basyir Al-Wansyarisi, mereka menyerang kota Marrakech, sebagai salah satu kota penting dalam dinasti Al-Murabithun, yang terkenal dalam sejarah dengan nama “Perang Buhairah”. Dalam peperangan ini pihak Al-Muwahhidun menderita kekakalahan, banyak diantara prajuritnya yang gugur serta beberapa anggota al-Asrah termasuk komandannya sendiri Al-Wansyarisi, dan empat bulan kemudian Ibnu Tumart sendiri juga wafat.
            
Sesudah Ibnu Tumart meninggal dunia, Abdul Mukmin bin Ali, dibai’at sebagai penggantinya. Setelah mendapat pengakuan dan dinobatkan oleh Dewan 10 orang. Ia diberi gelar bukan Al-mahdi, melainkan Khalifah. Pada masa kepemimpinannya inilah Al-Muwahhidin banyak meraih kemenangan dalam beberapa peperangan.
            
Setelah dinyatakan sebagai khalifah, langkah pertama dilakukannya adalah menundukkan kabilah-kabilah di Afrika Utara dan mengakhiri kekuasaan Murabithun di Afrika Utara. Sejak tahun 1144-1146 M, ia berhasil menguasai kota-kota yang pernah dikuasai Murabithun, seperti Tlemcen, Fez, Tangier dan Aghmat. Setelah itu Andalusia dikuasainya pada tahun 1145 M. Kemudian pada tahun 1147 M seluruh wilayah Murabithun di kuasai Muwahhidun.
           
Sejak Marrakech dikuasai, pada tahun 1146 Abdul Mukmin bin Ali memindahkan ibu kota pemerintahan dari Tinmal ke kota tersebut dan dari sana ia menyusun ekspansinya ke berbagai daerah, sehingga ia bisa menguasai Al-Jazair (1152), Tunisia (1158), Tripoli –Libya (1160).
           
Dalam masa pemerintahan Abdul Mukmin bin Ali inilah, wilayah kekuasaan Al-Muwahidun membentang dari Tripoli hingga ke Samudera Atlantik sebelah barat, merupakan suatu prestasi gemilang yang belum pernah dicapai Dinasti atau Kerajaan manapun di Afrika Utara.
                                                               
Pada tahun 1162 Abdul Mukmin bin Ali meninggal dunia, beliau digantikan puteranya sendiri yang bernama Abu Ya’kub Yusuf bin Abdul Mukmin, yang sama seperti ayahnya ingin memperluas wilayah kekuasaannya, baik ke Utara maupun ke Timur.
           
Dalam masa kepemimpinannya paling tidak ada dua kali penyerangan yang dilakukannya ke Andalusia. Pertama pada tahun 1169 di bawah pimpinan saudaranya Abu Hafs, mereka berhasil merebut Toledo, kedua pada tahun 1184 yang dikomandoinya sendiri, dan berhasil menguasai wilayah Syantarin sebelah Barat Andalusia, sekaligus menghancurkan pertahanan tentara Kristen di daerah Lissabon (ibu kota Portugal saat ini), sekalipun Abu Ya’kup sendiri luka berat yang mengakibatkan kematiannya.
          
Abu  Ya’kup digantikan Abu Yusuf al-Manshur (1184 -1199). Al-Manshur mencatat kemenangan atas penduduk bani Hamad di Bajaya setelah ia meminta bantuan Bahaduun, panglima Shalahuddin al-Ayyubi 1184 M. Tahun 1195 Abu Ya’cub berhasil mematahkan Alfonso VIII setelah menguasai banteng Alarcos kemudian menguasai Toledo dan akhirnya kembali ke Sevilla (sebagai ibu kota baru).
            
Kemudian Al-Mansur digantikan Muhammad al-Nashir. Ia dikalahkan dalam pertempuran di Toulose, sejak itu kerajan Muwahidun melemah, orang Kristen yang pernah ditaklukan memberontak. Sebab itulah habislah kekuasaan Muwahidun di Andalusia.
            
Dari uraian diatas kalau kita urutkan para pemimpin-pemimpin Muwahidun, dapat kita rangkumkan sebagai-berikut:
1.  Ibnu Tumart  sebagai pelopor awal
2.  Abdul Mu’ min sebagai khalipah I
3.  Abu  Ya’ kub Yusuf.
4.  Abu Yusuf Ya’ kub Al –Mansur
5.  Muhammad Al-Nasir        
6.  Abu Ya’ kub  Yusuf II dengan gelar Al-Muntasir


Kemaujuan–Kemajuan yang Dicapai Dinasti Muwahhidun
Berbagai kemajuan telah dicapai oleh Dinasti Muwahhidun, diantaranya adalah:
a. Politik
Dalam bidang politik,  Muwahhidun berhasil menguasai daerah kepulauan Samudera  Atlantik hingga Mesir dan Andalusia.

b. Ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Muwahhidun menguasai jalur-jalur strategis di Italia dan menjalin hubungan dagang dengan Genoa dan tahun 1157 M dengan Pisa. Perjanjian itu berisi tentang perdagangan, ijin mendirikan bangunan gedung, kantor, loji dan pemungutan pajak.

c. Arsitektur.
Dalam bidang arsitektur yang berbentuk monument seperti Giralda, menara pada  Mesjid Jami’ di Sevilla, Bab  Aquwnaou dan Al-Kutubiyah, menara yang sangat megah di Maroko dan menara Hasan di Rabath. Juga mendirikan rumah sakit di Marakesy yang tidak tertandingi.

d. Ilmu Pengetahuan dan Filsafat.
Tercatat cendikiawan muslim yang terkenal adalah Ibnu Bajjah (533H/ 1139 M) . Ia seorang ahli filsafat dan musik, disebut Avencape atau Abenpace. Selain itu ada Ibn Tufayl (Abebecer), seorang dokter istana Muwahhidun pada masa Abu Ya’kub Yusuf. Ia dikenal  juga  dengan nama Al-Andalusi, Al-Kurtubi, Al-Isybili (581 h/1185-1186 M). Cendikiawan yang lebih terkenal adalah Averrous (Ibnu Rusyd 1126-1198 M). Ia adalah seorang filosof, dokter, ahli matematika, ahli hukum, juga seorang polimek.Tahun 578 h ia menggantikan Ibnu Tufayl sebagai kepala Tabib (dokter Istana)  pada masa Ya’ kub Yusuf. Ia juga seorang qadhi di Cordoba .

Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Muwahhidun
Sejak  khalifah dipegang oleh Muhammad Al-Nasir, dinasti Muwahhidun mulai menunjukkan kelemahan-kelemahannya. Karena Khalifah tidak lagi memiliki kemampuan untuk menyusun strategi militer guna menghadapi kekuatan tentara Kristen. Sehingga dalam pertempuran pasukan Muwahhidun senantiasa mengalami kekalahan.




Kekalahan ini tentu membawa derita yang cukup panjang dalam hati khalifah dan akhirnya ia meninggalkan Andalusia untuk kembali  ke Fez dan Andalusia diserahkan kepada anaknya Abu Ya’kub Yusuf II dengan gelar Al-Muntasir. Karena usia yang masih muda baru berusia 15 tahun, ia tidak mampu menjalankan pemerintahan. Akibatnya, perpecahan dikalangan keluarga istana tidak dapat dihindari, terutama setelah kematiannya pada tahun 1224 M. Hal itu terjadi karena khalifah Al-Muntasir tidak memiliki anak yang dapat menggantikan posisinya sebagai khalifah.                   

Melihat kenyataan ini, akhirnya beberapa orang kelompok Muwahhidun meneruskan pemerintahannya masing-masing di daerah-daerah tertentu. Keadaan ini dimanfaatkan oleh kekuatan Kristen untuk menyingkirkan para penguasa Dinasti Muwahhidun dari Andalusia. Usaha ini berhasil dengan terusirnya mereka dari Andalusia pada tahun 1236 M. Pengusiran secara total baru terjadi pada tahun 1238 M, kecuali daerah Granada yang dikuasai Bani Ahmar dari kerajaan Arab Madinah.
                 
Dari uraian diatas telah dijelaskan setelah Al-Nasir wafat selanjutnya kekuasaan dinasti Muwahidun dipimpin oleh khalifah yang lemah. Maka setelah mengalami kejayaan selama satu abad, dinasti Muwahhidun mengalami kemunduran dan pada akhirnya mengalami kehancuran. Adapun faktor kemunduran tersebut antara lain disebabkan sebagai-berikut:
  1. Perebutan tahta dikalangan keluarga kerajaan.
  2. Melemahnya control terhadap penguasa daerah.
  3. Mengendurnya tradisi disiplin  .
  4. Memudarnya keyakinan Ibn Tumar, bahkan namanya tak disebut lagi dalam  dokumen Negara.
  5. Menguatnya kelompok dan raja-raja Kristen Andalusia dan lain–lain.
Demikian sekilas perjalanan sejarah Dinasti Muwahidun yang telah berjaya menguasai Andalusia. Tetapi karena banyak persoalan yang dihadapi, akhirnya kekuasaan Dinasti Muwahhidun melemah dan kemudian hancur akibat serangan dari berbagai pihak, terutama raja- raja Kristen. Akhirnya Dinasti Muwahhidun  di Andalusia maupun di Afrika Utara kini hanya kenangan sejarah, meskipun peninggalan- peninggalannya masih terdapat di beberapa wilayah  bekas kekuasaaannya  .        
           
Dinasti Murabithun dan Dinasti Muwahhidun adalah dua dinasti Islam yang pernah jaya di Spanyol dan Afrika Utara. Meskipun pada awal terbentuknya kedua dinasti ini berawal dari suatu gerakan keagamaan yang menegakkan kebenaran dengan memberantas kemungkaran.Tapi pada akhirnya berkembang menjadi suatu kekuatan dengan mengandalkan pasukan perangnya. Sehingga pada kedua masa pemerintahan dua dinasti ini telah berhasil mengantar Islam untuk memiliki peradapan yang berkembang pesat, seperti ilmu pengetahuan, seni ukir, seni arsitektur dan lain-lain. Sehingga lahirlah sejumlah tokoh–tokoh Islam yang masyhur didunia Islam dan terkenal di dunia Barat.
           
Tetapi seiring dengan perubahan waktu serta keadaan, kedua dinasti ini kian melemah dikarenakan perubahan sikap mental yang dipicu oleh kesenangan dan kemewahan, dan perpecahan yang terjadi di kalangan kaum muslimin. Sehingga mengantarkan kedua dinasti ini mengalami kemunduran dan bahkan kehancuran apalagi dengan bertambah kuatnya kekuatan musuh dari kalangan umat Kristen. Sehingga tidak dapat dielakkan lagi kedua kekuasaan tersebut saat ini hanya tinggal di dalam catatan sejarah. Meskipun sisa-sisa kejayaan dan bangunan-bangunan tersebut masih kita jumpai akan tetapi tidak menjadi milik Islam lagi. Semoga apa-apa yang masih tersisa ini dapat kita ambil hikmahnya dan kita jadikan pelajaran bagi generasi kita mendatang.

(sumber: G+)




0 Response to "Sejarah Dinasti Murabithun dan Muwahhidun"

Post a Comment