Omar Muchtar "Singa Padang Pasir"


Di tanggal 16 September, umat Islam kehilangan salah satu sosok besarnya dalam memperjuangkan keyakinan ini dengan teguh. Ia adalah Omar Mukhtar.Selama ini di dunia internasional yang didengung-dengungkan oleh Barat, Libya adalah negara teroris dengan Khadafi sebagai dalangnya. Dan Italia dianggap sebagai negara sepakbola paling khidmat di dunia dengan Lega Calcio-nya. Tapi jika dihubung-hubungkan, antara Italia dan Libya bakal bertemu di satu titik yang bernama Omar A-Mukhtar.



Bagi Italia, nama Omar Al-Mokhtar adalah sejarah kelam. Bagaimana tidak? Ia memang dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan Italia bagi rakyat Libya. Bayangkan saja, sejak negara yang terkenal dengan Menara Pisa-nya itu bercokol di bumi Libya pada Oktober 1911, tidak sebentarpun Omar Mukhtar diam. Malah ia jadi pionir untuk membakar semangat dan bara perjuangan rakyat Libya. Pionir karena setelah kemunculannya itulah, muncul mujahid-mujahid Islam Libya lainnya seperti Ramadan As-Swaihli, Mohammad Farhat Az-Zawi, Al-Fadeel Bo-Omar, Solaiman Al-Barouni dan Silima An-Nailiah.

Ketika Italia menguasai Libya, tak ada bedanya ketika Belanda menjajah Indonesia dahulu. Yang namanya penjajah, kejam itu luar biasa dimana-mana. Italia menguasai kota-kota pantai seperti Tripoli, Benghazi, Misrata dan Derna secara beruntun.

Penduduk dan mujahid Libya yang akhirnya sedikit demi sedikit mesti menyingkir dari tanahnya sendiri, akhirnya mulai sadar ketika suatu kali Omar mengumpulkan kembali mujahidin di The Green Mountain (Aj-Jabal Al-Akdar), bagian Tenggara Libya. Hal itu terjadi setelah Perang Dunia I ketika Italia berpikir telah mampu meredam sepenuhnya perlawanan rakyat Libya.

Perlawanan yang kembali mencuat membuat otoritas Italia merasakan bahaya yang mengancam. Mereka tak mau membiarkan perlawanan semakin merajalela. Lalu pemerintah pusat Italia Badolio yang terkenal haus darah meredam bara perlawanan tersebut.

Ia tak hanya mendapatkan tugas memimpin pertempuran untuk menumpas Omar Al-Mokhtar dan pasukannya. Bahkan ia pun diizinkan untuk membunuh rakyat jelata yang hidup tenang baik di desa maupun pegunungan hanya karena di anggap membantu para mujahidin.

Beberapa saat kemudian, sang diktator, Musolini, juga mengirim komandan yang berperilaku seperti Badolio. Ia mengemban tugas yang sama untuk mengenyahkan nyawa-nyawa orang yang tak berdosa. PR lainnya sama: menumpas gerakan mujahidin.

Di luar kamp konsentrasi, mujahidin yang bertahan di daerah pegunungan terus berjuang melawan penjajahan Italia. Namun pada 1931 mujahidin kehabisan bahan pangan dan amunisi. Pimpinan mujahidin, Omar Al-Mokhtar, sakit-sakitan dan banyak mujadihin memintanya untuk berhenti dan meninggalkan negeri tersebut. Namun tawaran itu jelas ditolak mentah-mentah. Hebatnya, dalam kondisi yang seperti itu, Omar Mukhtar masih sempat mengajari anak-anak kecil belajar mengaji dan memperdalam Alquran.

Atas kegigihannya melawan penjajahan Italia tak heran jika ia dijuluki sebagai ‘Singa Padang Pasir’. Meski akhirnya, usia senja tak mampu membuatnya bertahan untuk memanggul senjata. Ia ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Eksekusi tetap dilakukan tanpa mempertimbangkan kerentaan Omar Al-Mokhtar dan hukum internasional.

Di usia tuanya, tiang gantungan menjerat leher Omar Al-Mokhtar. Singa Padang Pasir itu, berpulang ke Rahmatullah, pada 16 September 1931 di Kota Solouq. Usai sudah perjuangannya melawan penjajahan Italia. Tapi semangatnya tak pernah mati ataupun padam bahkan sampeai sekarang. 



0 Response to "Omar Muchtar "Singa Padang Pasir""

Post a Comment