Sepak Terjang Indonesia di PBB


Kerja sama yang dilakukan Indonesia dilandasi oleh kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Berbagai bentuk kerja sama internasional dan lembaga-lembaga internasional itu dalam memperjuangkan ketertiban, perdamaian, dan kesejahteraan antarbangsa.

Konflik-konflik yang terjadi selama berlangsungnya pemerintahan Indonesia tidak menyurutkan perannya dalam hubungan internasional di antaranya di beberapa lembaga dan organisasi dunia. Bahkan, ada beberapa organisasi dunia yang dalam pendiriannya melibatkan Indonesia. Selain partisipasi dalam lembaga dan organisasi dunia, peran Indonesia juga meliputi penyelenggaraan beberapa konferensi penting.

Untuk mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan berpartisipasi dalam pelaksanaan ketertiban dunia dan perdamaian abadi, Indonesia menjadi anggota PBB pada tanggal 27 September 1950, dengan nomor urut anggota 60 dan sejak itu bendera Merah Putih pun dikibarkan di Markas Besar PBB bersama dengan bendera 59 negara anggota PBB lainnya.




Keanggotaan PBB ada dua yaitu anggota asli dan tambahan. Anggota asli PBB yaitu yang menandatangani Piagam San Fransisco (Charter of Peace), beranggotakan 51 negara. Dan, anggota tambahan yaitu negara yang keanggotaannya setelah ditentukan oleh Majelis Umum atas pertimbangan Dewan Keamanan. Syarat menjadi anggota PBB adalah:
a. cinta damai,
b. negara merdeka dan berdaulat,
c. mendapat persetujuan dari Majelis Umum atas usul dewan keamanan PBB,
d. sanggup bersedia memenuhi kewajiban yang tercantum dalam Piagam PBB.

PBB memiliki berbagai organisasi lain yang bergerak di bidang sosial, budaya, pendidikan, perburuhan, dan sebagainya. Organisasi-organisasi tersebut di antaranya sebagai berikut.

a. UNICEF

UNICEF (United Nations International Children Emergency Fund) didirikan pada tanggal 11 Desember 1946 dan memiliki tugas menolong dan menyantuni anak-anak yang mengalami penderitaan akibat kemiskinan, cacat, bencana alam, dan korban perang. UNICEF memiliki 41 anggota yang dipilih oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB untuk masa tiga tahun berdasarkan pembagian kawasan geografi, perwakilan negara-negara penyumbang dan penerima.



b. UNESCO

UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) merupakan organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan PBB yang didirikan pada 4 November 1946. UNESCO bertugas membina kerja sama internasional di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.






c. UNHCR


UNHCR (United Nations High Commisioner for Refugees) merupakan komisi PBB untuk pengungsi yang didirikan pada 1 Januari 1951. UNHCR bertugas menangani dan membantu pengungsi antarnegara.







d. WHO

WHO (World Health Organization) merupakan organisasi kesehatan dunia yang didirikan pada 7 April 1948. WHO bertugas membantu negara anggota PBB dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.






e. IMF

IMF (International Monetary Fund)atau Dana Moneter Internasional didirikan 27 Desember 1945. Tugas IMF yaitu meningkatkan kerja sama moneter dan perdagangan internasional.











f. ILO

ILO (International Labour Organization)  merupakan organisasi perburuhan internasional yang didirikan pada 11 April 1911. ILO bergabung dengan PBB pada tahun 1946. ILO memiliki tugas untuk mengusahakan keadilan social ekonomi dan meningkatkan taraf hidup buruh (pekerja).







g. FAO


FAO (Food and Agriculture Organizations) merupakan organisasi pangan dan pertanian PBB. FAO didirikan pada 16 Oktober 1945. FAO memiliki tugas mengembangkan pertanian dan meningkatkan standar gizi penduduk dunia.







Diterimanya Indonesia menjadi anggota PBB, bertujuan agar Indonesia yang ketika itu baru merdeka mendapat pengakuan dunia internasional sebagai negara yang berdaulat.

Setelah diterima sebagai anggota PBB, untuk pertama kalinya Indonesia mengirim delegasi pada Sidang Umum PBB dengan susunan sebagai berikut.
Ketua             : Mr. Mohammad Roem
Wakil Ketua     : L.N. Palar
Anggota         : Dr. Darmasetiawan, Mr. Soemanang, Mr. Tambunan, Prawoto,                               Mr. Soedjono

Pada awal masa keanggotaan di PBB, hak tersebut digunakan Indonesia dengan sebaik-baiknya untuk memperjuangkan Irian Barat hingga akhirnya wilayah Irian Barat dikembalikan pada Indonesia tahun 1963.

Namun, Indonesia pernah menyatakan diri keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB saat itu karena terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Saat itu, Indonesia dan Malaysia sedang terlibat konfrontasi. Setelah jatuhnya rezim Orde Lama dan dihentikannya konfrontasi dengan Malaysia, Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada 28 September 1966.

Berbagai manfaat diperoleh Indonesia dengan menjadi anggota PBB. Dalam revolusi mempertahankan kemerdekaan dan upaya mendapat pengakuan kedaulatan antara tahun 1945–1950, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi tanggal 28 Januari 1949 tentang perubahan Komisi Tiga Negara (KTN) menjadi UNCI (United Nations Commision on Indonesia) yang bertugas membantu kelancaran perundingan Republik Indonesia dan Belanda. UNCI berhasil mengajak pihak Indonesia dan Belanda bertemu di meja perundingan pada tanggal 7 Mei 1949. Perundingan tersebut dikenal dengan Perundingan Roem - Royen (diambil dari nama ketua delegasi Indonesia Mr. Moh. Roem dan ketua delegasi Belanda Dr. Van Royen). Perundingan Roem Royen merupakan tahap awal sebelum digelarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan pada tanggal 27 Desember 1949, dengan hasil adanya pengakuan kedaulatan pemerintah Belanda terhadap Republik Indonesia.

Manfaat lain dengan menjadi anggota PBB yaitu memungkinkan Indonesia mendapat banyak bantuan dari berbagai lembaga yang bernaung di bawah PBB. Dari UNESCO, pemerintah Indonesia pernah mendapat bantuan keuangan untuk perbaikan Candi Borobudur dan pengembangan ilmu pengetahuan. Dari UNICEF, Indonesia mendapat bantuan berupa susu bubuk bergizi tinggi untuk memelihara kesehatan anak-anak Indonesia. FAO memberikan bantuan yang sangat berguna dalam bidang pertanian. IMF dan ADB berjasa dengan memberikan pinjaman berbunga rendah untuk membiayai pembangunan Indonesia.

Sebagai anggota PBB, Indonesia juga mencoba untuk aktif melaksanakan tugas-tugas yang diberikan PBB. Pada 6 Januari 1957 pemerintah Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda I ke Sinai, yang dipimpin oleh Kolonel Hartoyo yang digantikan oleh Kolonel Suadi. Pasukan Garuda I tergabung dalam UNEF (United Nation Emergency Forces), terdiri atas Teritorium IV Diponegoro dan Teritorium Brawijaya berkekuatan 550 personel.

Untuk kedua kalinya, Indonesia diminta mengirimkan pasukan untuk bergabung dengan Pasukan Penjaga Perdamaian PBB. Pada 10 September 1960, pasukan Indonesia bergabung dengan UNOC. Pasukan Indonesia terdiri atas Batalyon 330/Siliwangi, Detasemen Polisi Militer, dan Peleton STB/KKO AL. Pasukan tersebut dinamakan Pasukan Garuda II. Pasukan Garuda II dipimpin oleh Letkol. Solichin Gautama Purwanegara. Pasukan Garuda II bertugas sampai bulan Mei 1961. Namun, UNOC meminta agar pasukan Indonesia diperbesar menjadi satu brigade yang dinamakan Pasukan Garuda III. Pasukan Garuda III terdiri atas Batalyon 530/Brawijaya, Batalyon BB-1/Bukit Barisan, Batalyon 7 Kavaleri, satu Batalyon Artileri Sasaran Udara (ARSU), dan beberapa unsur bantuan seperti detasemen peralatan dan kesehatan. Pasukan Garuda III bertugas di Kongo antara bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964. Pasukan Garuda III dipimpin oleh Brigadir Jenderal Kemal Idris. Selanjutnya untuk mengatasi masalah Vietnam Selatan yang berkembang menjadi masalah internasional yang membahayakan perdamaian dunia, PBB pun meminta Indonesia, Kanada, Hongaria, dan Polandia untuk mengirimkan tentaranya guna melaksanakan tugas ICCS (Internasional Commission of Control and Supervision).

Pemerintah Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda IV dengan kekuatan 290 orang dipimpin oleh Letnan Jenderal H.R. Dharsono. Pasukan Garuda IV bertugas antara Januari 1973 hingga Juli 1973, selanjutnya digantikan oleh Pasukan Garuda V dan VI. Pasukan Garuda VI ditarik dari Vietnam tahun 1975, karena seluruh Vietnam diduduki Vietnam Utara yang berhaluan komunis.

Pada Oktober 1973, perang antara Mesir–Israel kembali pecah. Guna menyelesaikan krisis Timur Tengah, Dewan Keamanan PBB menyerukan diadakannya gencatan senjata dan pengosongan daerah Gaza oleh Israel. Untuk itu, pemerintah Indonesia pada tanggal 25 Desember 1973 mengirimkan Pasukan Garuda VII yang tergabung dalam Pasukan Pemelihara Perdamaian UNEF (United Nation Emergency Forces). Tugas Pasukan Garuda VII selesai pada tanggal 23 September 1974, kemudian digantikan Pasukan Garuda VIII dipimpin Kolonel Sudiman Saleh yang bertugas dari tanggal 17 Februari 1975 hingga tahun 1979.

Pada saat terjadi perang saudara di Yugoslavia hingga berkembang menjadi perang antaretnik yang berlangsung lama dan memakan banyak korban jiwa, Indonesia pun ikut berpartisipasi mengirimkan pasukan dan bergabung dalam Pasukan Pemelihara Perdamaian di Bosnia. Peran Indonesia dalam pasukan perdamaian PBB antara lain juga ditunjukkan dengan mengirimkan Pasukan Garuda ke IX ke Irak dan Iran pada tahun 1988 di bawah pimpinan Letkol. Soeharto, yang selanjutnya bergabung dengan UNIMOG. Selain itu juga dalam pengiriman Pasukan Garuda ke XII ke Kamboja pada tahun 1992.



0 Response to "Sepak Terjang Indonesia di PBB"

Post a Comment