Sejak abad ke-17, Kesultanan Makassar telah menjadi negara maritim dan merupakan bandar perdagangan internasional untuk wilayah timur nusantara. Kesultanan Makassar telah menjalin hubungan perniagaan secara bebas dengan negera-negara di Eropa, seperti Denmark, Inggris, Perancis, dan Portugis.
Sejak kehadiran VOC yang melaksanakan sistem monopoli dalam perdagangannya, tentu saja perniagaan Makassar terganggu dan mengalami kemunduran. Oleh karena itu, Kesultanan Makassar sangat menentang monopoli tersebut dengan cara-cara berikut.
- Makassar melakukan pembelian rempah-rempah secara sembunyi-sembunyi dari rakyat yang diduduki VOC, selain itu menyalurkan bahan-bahan kebutuhan pokok rakyat.
- Makassar senantiasa menjual rempah-rempah kepada semua bangsa yang membutuhkan dan ingin membelinya.
- Makassar turut membantu rakyat Maluku yang sedang berperang melawan VOC, seperti di Ternate dan Ambon.
Dengan sikap penentangan yang terang-terangan dari Makassar itu membuat VOC tersinggung, dan perdagangan rempah-rempahnya terancam. Oleh karena itu, VOC beranggapan bahwa Kesultanan Makassar harus ditaklukkan. Karena ada perselisihan antara Sultan Makassar, Hasannudin, dan Sultan Bone, Aru Palaka, maka Belanda memanfaatkan hal ini untuk menyerang Makassar dengan hasutan dan politik adu domba yang licik, akhirnya VOC berhasil memengaruhi Sultan Bone untuk bersama-sama menentang Makassar.
Tahun 1666, VOC melancarkan serangan hebat ke Makassar. Makassar diserang dari berbagai penjuru, baik dari darat maupun dari laut. Kota Makassar diblokir oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Cornelis Speeluran, kemudian menembakinya dari laut. Menghadapi serangan tersebut, Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan yang gigih. Segenap kekuatan Makassar ia kerahkan. Namun, karena kekuatan VOC dibantu oleh Aru Palaka jauh lebih besar, akhirnya pasukan Sultan Hasanuddin dipaksa menyerah. Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1667 di Bongaya. Perjanjian itu dinamakan Perjanjian Bongaya.
Tahun 1666, VOC melancarkan serangan hebat ke Makassar. Makassar diserang dari berbagai penjuru, baik dari darat maupun dari laut. Kota Makassar diblokir oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Cornelis Speeluran, kemudian menembakinya dari laut. Menghadapi serangan tersebut, Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan yang gigih. Segenap kekuatan Makassar ia kerahkan. Namun, karena kekuatan VOC dibantu oleh Aru Palaka jauh lebih besar, akhirnya pasukan Sultan Hasanuddin dipaksa menyerah. Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1667 di Bongaya. Perjanjian itu dinamakan Perjanjian Bongaya.
Isi Perjanjian Bongaya tersebut ialah sebagai berikut.
- Hasanuddin mengakui VOC sebagai pelindungnya
- Kapal-kapal Makassar tidak boleh berlayar di Maluku
- Makassar menjadi monopoli VOC
- Bugis, Bima, dan Sumbawa diserahkan kepada VOC
- Makassar diblokade VOC
Akibat isi perjanjian tersebut, rakyat Makassar pada tahun 1669 kembali mengangkat senjata yang dipimpin oleh Kareang Galesung untuk mengusir kekuasaan dan melenyapkan VOC dari Makassar. Namun karena tidak seimbangnya persenjataan, akhirnya perlawanan rakyat Makassar yang kedua ini pun gagal.
Para pedagang dan pelaut Makassar yang tidak setuju dengan isi Perjanjian Bongaya menyingkir dari Makassar. Mereka menyebar ke berbagai tempat di nusantara dan selalu mengadakan perjuangan menentang VOC dengan cara:
- menggangu kapal-kapal dagang VOC yang sedang berlayar, dan
- membantu setiap perlawanan yang menentang VOC, seperti Banten dan beberapa tempat lainnya di Jawa Timur.
Dengan demikian, meskipun sudah kalah, tetapi rakyat Makassar terus berjuang melawan VOC.
0 Response to "Perlawanan Rakyat Kesultanan Makassar"
Post a Comment