Perlawanan rakyat Maluku
Pada tahun 1605, VOC berhasil merebut Maluku dari Portugis. Sikap sewenang-wenang Belanda dan upayanya untuk memaksakan monopoli perdagangan kepada rakyat, menimbulkan perlawanan rakyat di berbagai tempat, antara lain sebagai berikut.
- Perlawanan Kakiali (1635) dari Hitu, Ambon. Kakiali dibunuh oleh seorang penghianat pada tahun 1639, setelah VOC menjanjikan hadiah bagi yang dapat membunuhnya. Perlawanan mereda setelah Kaikali tewas.
- Perlawanan Telukabesi (1646).
- Perlawanan Kaicil Saidi (1650).
- Perlawanan Rakyat Jailolo (1675).
Perlawanan Sultan Agung
Saat dipimpin Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613- 1645), Kerajaan Mataram di Jawa Tengah mencapai puncak kejayaan. Sultan Agung bercita-cita ingin menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram. Alasan Sultan Agung menentang VOC karena VOC dianggap merintangi cita-cita Sultan Agung untuk mempersatukan Jawa. Selain itu VOC sering mengganggu perdagangan Mataram dengan Malaka.
Pada tahun 1628, pasukan Mataram menyerang Batavia dengan dipimpin Tumenggung Bahurekso, namun gagal. Serangan berikutnya pada tahun 1629 yang dipimpin Adipati Ukur juga mengalami kegagalan. Saat itu perbekalan yang sudah disiapkan di berbagai tempat di pantai utara Jawa dibakar oleh VOC. Pasukan Mataram yang menderita kelaparan ditarik mundur. Namun kegagalan yang kedua kalinya ini tak membuat pasukan Mataram menyerah. Mereka masih sering mengganggu kapal-kapal VOC di Laut Jawa. Sampai akhir hayat Sultan Agung, yaitu tahun 1645, baik VOC maupun Mataram tidak mampu saling mengalahkan satu dengan yang lain.
Perlawanan Trunojoyo
Trunojoyo adalah salah seorang putra Bupati di Madura yang tidak senang terhadap Amangkurat I (putra Sultan Agung) yang menjalin hubungan erat dengan VOC. Trunojoyo memimpin perlawanan rakyat yang sudah tak tahan lagi dengan penindasan Amangkurat I. Setelah berhasil mendesak pasukan Belanda dan Mataram, pasukan Trunojoyo dapat menduduki ibukota Kerajaan Mataram. Amangkurat I yang meninggalkan istana untuk meminta bantuan VOC, meninggal di perjalanan, yaitu di Tegalarum. Usaha untuk minta bantuan VOC diteruskan putranya, yaitu Amangkurat II.
Pada tahun 1679, pasukan VOC berhasil mematahkan perlawanan Trunojoyo dan menangkapnya. Trunojoyo diserahkan ke Amangkurat II dan dijatuhi hukuman mati. Hutang budi Sunan Amangkurat II kepada VOC harus dibayar dengan perjanjian yang sangat merugikan Mataram. Daerah Kerawang, sebagian Priangan, dan Semarang diserahkan kepada VOC.
Perlawanan Untung Suropati
Untung Suropati adalah mantan budak seorang pegawai VOC yang kemudian berbalik memusuhi VOC, karena kecintaannya terhadap tanah air dan bangsa pribumi. Perlakuan VOC yang semena-mena terhadap rakyat menyulut perlawanan Untung Suropati dengan dibantu oleh raja Mataram, Amangkurat III (Sunan Mas) yang saat itu mulai merasakan beratnya menjalani perjanjian dengan VOC. Untung Suropati dalam sebuah pertempuran di Kartasura, berhasil mengalahkan pasukan VOC dan membunuh Kapten Tack, pemimpin pasukan VOC.
Tahun 1705, Belanda mengangkat Sunan Paku Buwono I (Pangeran Puger) sebagai raja Mataram. Tahun 1706, pasukan VOC dan Mataram berhasil mematahkan perlawanan Untung Suropati. Sunan Pakubuwono I membalas budi bantuan VOC dengan menyerahkan daerah Priangan, Cirebon, dan Jawa Timur.
Perlawanan rakyat di Makassar
Kerajaan Makassar berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hassanudin (1654-1669) yang mempunyai julukan “Ayam Jantan dari Timur”. Letak Makassar yang sangat strategis membuat VOC ingin memaksakan monopoli perdagangannya. Namun niat ini ditolak oleh Sultan Hassanudin. VOC yang mengalami kesulitan menundukkan Makassar kemudian menghasut Sultan Bone, Aru Palaka untuk bersekutu melawan Hassanudin.
Walaupun bertahan mati-matian, akhirnya Makassar jatuh ke tangan VOC dalam pertempuran yang dibantu Aru Palaka. Sultan Hassanudin terpaksa menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Isi perjanjian ini sangat merugikan Makassar, karena harus melepaskan sejumlah daerah kekuasaannya yang strategis dan harus mengakui monopoli perdagangan oleh VOC. Sehingga harus kehilangan kendali pemerintahan dan perdagangan di wilayah kekuasaannya.
Perlawanan Banten
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1650-1682), Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan. Pertentangan antara Banten dan VOC berasal dari niat VOC yang ingin menguasai Selat Sunda yang merupakan salah satu jalur utama dalam perdagangan. Selat Sunda merupakan daerah perdagangan Banten yang sangat penting. Tentu saja Banten menentang keras keinginan VOC tersebut. Untuk menghadapi VOC, Sultan Ageng Tirtayasa rajin menjalin hubungan dengan negara-negara lain sehingga VOC merasa kesulitan untuk menundukkanya. Hubungan Banten dengan negara lain, di antaranya adalah dengan Sultan Sibori dari Ternate, Sultan Turki, dan Raja Inggris.
Untuk mematahkan perlawanan gigih Sultan Ageng Tirtayasa, VOC berusaha mencari kelemahannya dan melakukan adu domba. Sultan Haji (putra mahkota) berhasil dipengaruhi untuk merebut tahta ayahnya dengan bantuan VOC. Dalam pertempuran yang dahsyat, benteng pertahanan Sultan Ageng Tirtayasa jatuh. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil meloloskan diri bersama Pangeran Purbaya dan melanjutkan perlawanan dengan cara perang gerilya. Tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap dan dibawa ke Batavia. Selanjutnya beliau dipenjarakan sampai wafat. Sultan Haji yang kemudian diangkat menjadi sultan dipaksa menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan daerahnya kepada VOC. Dengan jatuhnya Banten ke tangan VOC, maka perdagangan menjadi mundur. Pelabuhan tertutup bagi orang asing selain VOC dan roda ekonomi macet sehingga semakin membuat rakyat menderita.
Materi yang bagus sekali. Makasih ....
ReplyDelete