Para
penyebar Islam di Indonesia ada beberapa
kelompok, antara lain para pedagang, para ustadz, sultan, dan para wali (mubaligh). Di Pulau
Jawa proses Islamisasi dilakukan oleh
sekelompok mubaligh Islam yang dikenal
dengan sebutan walisongo. Wali adalah orang yang dekat dengan Allah, sedangkan
songo menunjukkan jumlah yaitu sembilan.
Jadi walisongo artinya sembilan orang
wali. Walisongo diartikan pula dengan sembilan
orang-orang yang disucikan. Berikut ini
nama-nama walisongo tersebut.
a. Maulana Malik Ibrahim
Maulana
Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim,
sering pula disebut Maulana Maghribi adalah orang pertama yang menyebarkan agama Islam di
Pulau Jawa. Maulana Malik Ibrahim
berasal dari Persia. Namun, ada juga
yang menyebutkan bahwa beliau berasal
dari Turki, Arab, dan Gujarat. Tetapi pendapat
yang lebih kuat ia berasal dari Maroko. Pada tahun 1329 M, ia hijrah ke
Pulau Jawa. Sebelumnya ia singgah di Campa,
Kamboja. Daerah pertama yang dituju
adalah Desa Sembalo, daerah yang masih
berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Majapahit.
Selain
mengajarkan tentang ajaran keislaman,
Maulana Malik Ibrahim juga memperkenalkan budi pekerti Islam dengan tutur kata yang sopan
dan lemah lembut sehingga banyak
penduduk Jawa yang tertarik memeluk
agama Islam. Maulana Malik Ibrahim ini
wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal 822 Hijriah atau 9 April 1419 M dan dimakamkam di Gresik.
b. Sunan
Ampel
Sunan Ampel
mempunyai nama aslinya Raden Rakhmat. Ia
seorang kemenakan dari raja Majapahit
yang bernama Kertawijaya. Menurut cerita rakyat, Raden Rakhmat ini berasal dari Campa.
Disebutkan ia adalah anak dari Raja
Campa Ibrahim Asmarakandi atau Maulana
Malik Ibrahim yang di utus ke Majapahit
(Jawa) bersama adiknya yang bernama
Sayid Ali Murtadha pada tahun 1443.
Setelah beberapa lama tinggal di Jawa, pada tahun 1450 Raden Rahmat ini menikah dengan Nyi
Ageng Manila, putri Bupati Tuban yang
sudah memeluk agama Islam. Selanjutnya
Raden Rakhmat tinggal di daerah
Ampeldenta, daerah pemberian dari raja
Majapahit. Di Ampeldenta Raden Rahmat mendirikan mesjid dan membuka pondok pesantren.
Sesuai dengan tempat kegiatan dakwahnya,
Raden Rakhmat ini dikenal dengan Sunan
Ampel. Sunan Ampel terkenal dengan
ajaran Mo Limo yang berarti tidak melakukan lima perkara yang terlarang, yaitu:
1) emoh main (tidak mau judi);
2) emoh ngumbih (tidak mau minum-minuman
yang memabukan);
3) emoh madat (tidak mau minum/menghisap candu/ganja);
4) emoh maling (tidak mau mencuri);
5) emoh madon (tidak mau berzina).
Hasil dari
pendidikan pesantren Ampeldenta ini
muncul tokoh wali lainnya, yaitu Sunan Giri dan
Sunan Kalijaga. Begitu juga dengan putranya yang bernama Sunan Derajat dan Sunan Bonang
telah mengikuti jejak ayahnya sebagai
wali. Keberhasilan yang lain dari Sunan
Ampel, ia menjadi perencana kerajaan
Demak. Dialah yang melantik Raden Patah
sebagai Sultan Demak yang pertama tahun 1481. Pada tahun 900 Hijriyah (1494 M), Sunan Ampel
wafat. Jenazahnya dimakamkan di
Ampeldenta, Surabaya.
c. Sunan
Bonang
Sunan Bonang
atau Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan
Ampel dari istrinya yang bernama Nyi
Ageng Manila, putri seorang adipati di Tuban. Ia belajar agama dari pesantren ayahnya di
Ampeldenta. Setelah cukup ilmu ia
berkelana dan menetap di Bonang (daerah
Tuban, Jawa Tengah). Di Bonang itulah
pusat dakwah Islamnya. Di sana ia mendirikan pesantren
yang dikenal dengan sebutan Watu Layar.
Sunan Bonang
menggunakan kesenian bonang sebagai
media untuk berdakwah. Ia menabuhbonang
diiringi dengan lagu-lagu berupa pantun
yang bernafaskan keislaman. Sunan Bonang berhasil menggubah lagu gending sekaten dan
tembang mocopat yang sampai sekarang
tembang itu populer di kalangan masyarakat
Jawa. Pada tahun 1525 M, Sunan Bonang
wafat. Ia dimakamkan di daerah Tuban,
Jawa Tengah
d. Sunan
Derajat
Saudara dari
Sunan Bonang adalah Masih Munat. Masih
Munat nantinya terkenal dengan nama Sunan
Derajat. Pusat kegiatannya di daerah Sedayu, Jawa Timur. Seperti halnya ayah dan saudaranya,
Sunan Derajat dalam berdakwah
menggunakan alat gamelan. Jika Sunan
Bonang berhasil mengubah lagu gending
sekaten, maka Sunan Derajat berhasil menciptakan lagu gending pangkur yang sampai sekarang
lagu itu masih banyak digemari oleh
masyarakat Jawa. Sunan Derajat terkenal
juga dengan kegiatan sosialnya. Dialah
wali yang memelopori penyantunan anak-anak
yatim dan orang sakit.
e. Sunan
Giri
Sunan Giri
atau Raden Paku adalah putra dari
Maulana Ishak dari Blambangan, sahabat Sunan Ampel. Raden Paku ini bersahabat dengan
Sunan Bonang. Keduanya kemudian disuruh
pergi haji ke Mekah sambil menuntut ilmu
oleh Sunan Ampel. Sunan Giri mendirikan
pesantren di daerah Giri. Pada
perkembangan selanjutnya, pesantren itu
menjadi pesantren yang terkenal ke seluruh nusantara. Santri yang belajar di pesantren Sunan Giri
banyak berasal dari luar Jawa, seperti
Madura, Kalimantan, Makasar, dan Lombok.
Selain menerima santri dari berbagai
daerah, Sunan Giri ternyata mengirimkan
banyak mubalignya ke Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Setelah wafat, Sunan Giri dimakamkan
di Bukit Giri dekat Gresik.
f. Sunan
Kalijaga
Sunan
Kalijaga adalah putera seorang Adipati
Tuban. Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Jaka Said. Sejak kecil ia sudah menampakan
ketaatan kepada agama Islam dan berbakti
kepada orang tua. Sunan Kalijaga
merupakan mubalig keliling dan tidak
memiliki pusat dakwah yang tetap.
Sunan
Kalijaga menggunakan kesenian wayang
kulit sebagai media dakwahnya. Sunan Kalijaga memadukan kisah yang dilakonkan dengan
ajaran Islam sehingga Islam mudah
dipahami. Pada masa itu, masyarakat
sangat menggemari kesenian wayang.
Peninggalan lainnya dari Sunan Kalijaga yang sekarang masih dipakai dalam kehidupan masyarakat Indonesia, antara lain: perancang pertama
baju taqwa, penciptakan lagu Dandang
Gula dan Semarangan, mencipakan seni
ukir bermotif dedaunan, menciptakan
bedug di mesjid, menciptakan Gong Sekaten, dan memprakarsai Gerebeg Maulud. Sunan Kalijaga
di makamkan di daerah Kadilangu dekat
Demak.
g. Sunan
Kudus
Sunan Kudus
atau Jafar Sadiq. Ia adalah salah seorang
panglima tentara Demak. Sepulangnya dari Mekah ia mendirikan pusat dakwah dengan nama Kudus,
diambil dari nama al-quds (Palestina).
Mesjid yang terkenal dibangun adalah Mesjid Kudus yang terkenal dengan
menara mesjidnya. Semasa hidupnya, ia
mengajarkan agama Islam di sekitar
pesisir utara Jawa Tengah di daerah Kudus Dari
sinilah ia lebih dikenal sebagai Sunan Kudus. Sunan Kudus ini seorang
yang ahli dalam bidang tauhid, hadist,
fiqih, dan lainnya. Ia juga terkenal
sebagai pujangga yang mengarang cerita pendek yang bernafaskan keislaman. Dalam bidang kesenian
ia dikenal sebagai pencipta Gending
Asmarandana.
h. Sunan
Muria
Sunan Muria
atau Raden Prawoto atau Raden Umar Said,
adalah putra Sunan Kalijaga. Karena
ibunya adalah adik Sunan Giri maka Sunan Muria ini keponakan Sunan Giri. Pusat kegiatan
dakwah Sunan Muria terletak di lereng
Gunung Muria (Jawa Tengah) Ia banyak
bergaul dengan rakyat jelata. Sambil
bercocok tanam, berladang, dan berdagang,
ia mengajarkan ajaran Islam. Cara lainnya dalam berdakwah dengan menggunakan alat
kesenian rakyat berupa gamelan. Ia
menciptakan gending sinom dan kinanti.
Sunan Muria wafat pada tahun 1560 M dan
dimakamkan di atas Gunung Muria.
i. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati nama aslinya Falatehan atau Fatahilah, ada juga yang menyebut Syarif Hidayattullah berasal dari Pasai (Aceh). Sunan Gunung Jati ini adalah wali satu-satunya wali yang banyak berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Pusat kegiatan dakwahnya di daerah Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat sehingga dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Pada tahun 1570 M, Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan di Gunung Jati, Cirebon Jawa Barat. Setelah walisongo, proses penyebaran Islam dilanjutkan oleh para ulama.
0 Response to "Tokoh penyebar Islam di Indonesia"
Post a Comment