Kondisi perekonomian Indonesia sesaat setelah proklamasi kemerdekaan sangatlah kritis. Meski secara politis kemerdekaan telah diraih, namun terdapat berbagai permasalahan ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia, di antaranya adalah inflasi cukup tingi, defisit dalam perdagangan internasional, dan kekurangan tenaga ahli untuk menuju ekonomi nasional.
Nasionalisasi Ekonomi
Sektor ekonomi Indonesia pada tahun 1950-an diwarnai oleh berbagai kebijakan pemerintah di antaranya sebagai berikut.
- Untuk memperbaiki sektor ekonomi Indonesia secara bertahap dan perubahan ciri ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
- Pada masa Kabinet Natsir, Menteri Keuangan Soemitro Djoyohadikusumo membuat program yang dinamakan Gerakan Benteng. Gerakan Benteng bertujuan untuk menumbuhkan kelas pengusaha di tengah-tengah masyarakat Indonesia melalui kemudahan pemberian pinjaman modal bagi kaum pengusaha Indonesia. Dengan begitu, diharapkan para pengusaha Indonesia akan maju dan mampu ikut mendorong perbaikan perekonomian nasional sehingga secara perlahan ciri ekonomi kolonial akan berubah menjadi ekonomi nasional.
- Pada tahun 1950, pemerintah mengambil kebijakan untuk memotong nilai mata uang rupiah di atas Rp2,5 menjadi setengahnya. Ini dilakukan untuk menanggulangi masalah defisit kas negara yang mencapai angka Rp5,1 milliar. Kebijakan itu ditempuh oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada 19 Maret 1950.
- Melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia untuk menekan biaya ekspor dan menaikkan pendapatan.
- Mengurangi volume impor dan memberikan bantuan pengusaha lemah.
Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjoyo I, Menteri Keuangan Mr. Ishak Cokrohadisuryo memunculkan Sistem Ekonomi Ali Baba. Sistem Ekonomi Ali Baba merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan ekonomi dari ‘Ali’ (warga pribumi) dan ‘Baba’ (warga keturunan Tionghoa) agar kedua elemen masyarakat tersebut mampu ikut mendorong perbaikan sistem ekonomi Indonesia. Seperti halnya Gerakan Benteng, sistem ekonomi Ali Baba pun memberikan fasilitas kemudahan kredit yang dalam kenyataannya disalahgunakan oleh sebagian pengusaha untuk memperkaya diri sendiri dengan mengajukan kredit tanpa melakukan pembayaran utang.
Setelah melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia, akhirnya pada tahun 1958 pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap lebih dari 700 perusahaan Belanda yang masih ada. Dengan melakukan nasionalisasi terhadap berbagai perusahaan Belanda, pemerintah berharap agar Indonesia memiliki kemandirian dalam sektor ekonomi hingga tidak lagi menggantungkan kehidupan pada sistem ekonomi yang merupakan warisan kolonial Belanda. Selain itu juga mempercepat pembangunan sistem ekonomi yang berciri nasional mengingat Indonesia telah menjadi sebuah negara merdeka.
Keadaan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin
Keadaan berubah total saat Indonesia memasuki masa demokrasi terpimpin. Pemerintah menggunakan system ekonomi terpimpin di mana sektor ekonomi ditangani langsung oleh presiden. Akibatnya, kegiatan ekonomi sangat tergantung pada pemerintah pusat dan kegiatan ekonomi pun mengalami penurunan. Saat itu, Indonesia mulai melakukan politik mercusuar yang menuntut pembangunan fasilitas-fasilitas umum besar-besaran, seperti pembangunan Gelora Bung Karno untuk keperluan pesta olahraga GANEFO. Akibatnya uang kertas dicetak secara besar-besaran tanpa perhitungan yang mengakibatkan laju inflasi meroket tidak terkendali dan mencapai angka 650 %.
0 Response to "Perkembangan Ekonomi Indonesia Pascapengakuan Kedaulatan"
Post a Comment