#Terbentuknya negara-negara bagian
Di dalam
perjanjian Linggajati yang disetujui pada tanggal 15 November 1946 terdapat
butir tentang rencana pembentukan negara Serikat. Hal ini berarti RI terdiri
atas negara-negara bagian. Oleh karena itu, Belanda menghendaki sebanyak
mungkin negara bagian dalam RIS sebagai negara bonekanya. Negara-negara boneka
itu adalah negara-negara bagian yang dibentuk Belanda. Negara-negara tersebut
tergabung dalam BFO (Bijenkomst Federaal Overleg). Yang menjadi ketua BFO
adalah Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Dengan demikian akan sangat
menguntungkan posisi Belanda dalam RIS.
Belanda
menyadari bahwa dilihat dari kondisi yang dimiliki oleh Indonesia yang serba
pluralis itu tentu negara Serikat akan mampu untuk terus menerapkan politik
pecah-belahnya. Negara-negara yang dibentuk Belanda itu adalah sebagai berikut,
- Negara Indonesia Timur: Negara ini dibentuk berdasarkan Konferensi Denpasar yang berlangsung tanggal 18 sampai 24 Desember 1946. NIT ini meliputi Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Presidennya adalah Tjokorde Gede Raka Sukawati.
- Negara Sumatera Timur: Negara ini terbentuk tanggal 25 Desember 1947. Yang menjadi wali negaranya adalah Dr. Mansjur.
- Negara Madura: Negara ini berdiri pada tanggal 20 Februari 1948. Kepala negaranya adalah Tjakraningrat.
- Negara Pasundan: Negara ini berdiri pada tanggal 24 April 1948. Wali negaranya adalah Wiranatakusumah.
- Negara Sumatera Selatan: Negara ini terbentuk tanggal 30 Agustus 1948. Kepala negaranya adalah Abdul Malik.
- Negara Jawa Timur: Negara ini berdiri pada tanggal 26 November 1948. Kepala negaranya adalah Kusumonegoro (Bupati Banyuwangi).
Disamping
enam negara tersebut juga dibentuk daerah-darah istimewa/otonom yang terdiri
atas: Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan
Tengah, Bangka, Kalimantan Tenggara, Bangka Belitung, Riau, dan Jawa Tengah.
Pembentukan negara-negara boneka ini menunjukkan betapa besar keinginan Belanda
untuk mendominasi di dalam RIS yang rencananya akan dibentuk kemudian.
#Perjuangan Kembali ke Negara Republik Indonesia
Salah satu
diktum hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah pengakuan Belanda terhadap
Republik Indonesia Serikat. Kelihatannya, isi perjanjian ini merugikan pihak
Republik Indonesia. Ditandatanganinya perjanjian itu tidak lebih dari sebuah
taktik perjuangan. Hal ini terbukti bahwa persatuan itu berada di atas
segalanya bagi bangsa Indonesia. Jika dihitung lamanya, RIS tidak ada setahun
berdiri (27 desember 1949 sampai 17 Agustus1950). Hal dikarenakan sejak tanggal
17 Agustus 1950 bangsa Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Persiapan
dalam upaya kembali ke negara kesatuan sudah dilakukan beberapa bulan
sebelumnya. Rakyat di negara bagian menuntut negara RIS dibubarkan dan kembali
ke negara kesatuan. Jawa Barat, misalnya tanggal 8 Maret 1950 mengadakan
demonstrasi agar negara Pasundan dibubarkan. Sikap yang sama juga terjadi pada
negara Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur.
Kesempatan
kembali ke negara kesatuan tercapai setelah diadakan perundingan antara RIS
dengan Republik Indonesia (RI) pada tanggal 19 Mei 1950. Hasil perundingan itu
ditindaklanjuti dengan upaya mempersiapkan UUD negara yang akan dibentuk
tersebut.
Pada tanggal
15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani Rancangan UUD yang kemudian
kita kenal dengan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 (UUDS
1950). Setelah kelengkapan itu dimiliki, maka pemerintah mengumumkan pembubaran
RIS dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menerapkan UUDS
1950 pada tanggal 17-8-1950.
0 Response to "Pengaruh Konflik Indonesia-Belanda"
Post a Comment